Sunday, February 21, 2010

Yesus dalam Rumah Ibadat Kapernaum

Puncta_Markus 1: 21b-28
Pulung Wismantyoko, Yustinus_11 Januari 2010, 16.45
di R. Rekreasi MU
-Road to Solisitasi dan Ujian Nasional-
Secara umum, perikop ini menceritakan tentang Yesus yang berkarya di daerah Galilea setelah Ia berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. Sebelumnya Yesus mengalami peristiwa diusir dari tempat asalnya, Nasaret, dan untuk pertama kalinya Yesus menampilkan diri kepada khalayak umum dan berkarya di tempat ibadah (baca: sinagoga) dan tempat umum untuk menyembuhkan orang dan memaklumkan Kerajaan Allah.
Dikisahkan Yesus yang mempunyai kharisma dan mengajar orang-orang dengan penuh kuasa di rumah ibadat di Kapernaum. Kuasa Yesus membuat setan pun takut dan tunduk kepada Yesus, dan sejak itu, kiprah Yesus mulai dikenal banyak orang. Yesus mulai naik daun alia terkenal di seluruh daerah Galilea. Pertanyaan menariknya, bagaimana Yesus mempersiapkan semuanya itu sehingga Ia dikenal sebagai guru yang berkharisma?! Kata kuncinya adalah persiapan. Maka, pada puncta kali ini saya akan mengupas lebih dalam tentang pentingnya persiapan dalam berkarya, dalam hal ini untuk menyambut Solisitasi dan Ujian Nasional.
***
Jika dihitung-hitung, praktis hidup kita di seminari masih ada dua bulan lagi. Kita sudah memulai langkah pertama kita di semester satu lalu dengan penuh perjuangan; penuh darah dan cucuran air mata. Kita juga sudah memulai perjalanan 1000 langkah etape kedua tanggal 5 Januari 2010 lalu dengan simbolisasi tapak kaki. Sudah tidak lama lagi kita akan menyelesaikan perjuangan kita di seminari. Fyuh,,,!! Yang kuliah (awam…he he ) akan segera kuliah, yang lanjut ke tahun rohani juga tidak lama lagi akan segera mengalaminya.
Mungkin kita sudah berandai-andai mau apa setelah lulus dari seminari. Ada banyak dalam pikiran kita planning setelah lulus di seminari ini. Namun, saudara-saudara, seperti halnya Yesus yang harus mempersiapkan diri sebelum memulai karya-karyaNya dengan berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun, kita juga diajak mempersiapkan diri untuk menghadapi musim badai gelombang: Solisitasi dan Ujian Nasional. Tak terasa kita tinggal punya waktu 46 hari menuju solisitasi dan 70 hari menuju Ujian Nasional. Waktu kita tidak banyak lagi, man! Sudah tidak ada waktu untuk leha-leha dan bersantai-santai lagi. Namun, saya yakin teman-teman pasti sudah punya trik dan strategi tersendiri untuk menghadapi musim badai gelombang itu. Misalnya, untuk mempersiapkan diri menghadapi solisitasi Mas Dadag live-in di Novisiat Xaverian; atau teman-teman ProKas yang wawancara empat mata bareng Romo Subali dan teman-teman yang lain. Atau, untuk mempersiapkan Ujian Nasional misalnya, Dek Novi sudah katam Bank Soal Ujian Nasional (wusss!!). Kita sudah mempunyai strategi tersendiri untuk menghadapi badai dengan lebih cerdas (dan bukan lebih keras!).
Seperti halnya Yesus yang harus mengalami pencobaan ketika sedang berpuasa di padang gurun, mungkin kita pun mengalami banyak godaan dan pencobaan dalam mempersiapkan diri menghadapi solisitasi dan UN. Sampai di sini muncul pertanyaan dalam diri saya: “Sudah siapkah aku menghadapi solisitasi dan Ujian Nasional?! Apa yang penting untuk dipersiapkan?! Apa yang sudah kita lakukan untuk menghadapi Solisitasi dan UN?”
Saya jadi teringat diskusi hangat dengan Mas Dadag di unit nomor 5 malam itu. Waktu itu saya bertanya kepada Mas Dadag: “Dag, seandainya kamu harus berangkat solisitasi besok, udah siap?”. Dengan mantap Mas Dadag menjawab: “Nek aku wis manteb sih pokoke. Xaverian!!!” Wah,,,batin saya, edyan tenan ki bocah, saluuut!!! Ketika sedang serius-seriusnya Dadag bercerita kisahnya ketika di Jakarta, tiba-tiba Ucup datang, dan dengan bangganya mengatakan: “ Yes, aku wis ping papat rampung moco AKTB ndess!” Daripada nggak jelas, akhirnya saya tanya Ucup dengan pertanyaan yang sama. Ternyata, sama seperti Dadag, Ucup juga dengan yakin mengatakan: “Aku yo wis siap. Ha…nek cen sesuk kudu mangkat, yo bakal tak lakoni!”
Maka, aku pun semakin tergelitik dengan pertanyaan: “Sudah siapkah aku solisitiasi?” (Untuk menjawab pertanyaan ini, selanjutnya saya akan membacakan refleksi harian saya tanggal 6 Januari 2010 yang berjudul “sudah siapkah aku solisitasi?!”).
Akhir kata, sebagaimana Yesus (yang digambarkan Markus) yang dengan sungguh mempersiapkan diri agar dapat berkarya dengan optimal dan siap menghadapi berbagai tantangan, mari kita senantiasa bertanya dalam hati kita: sudakah kita siap menghadapi tantangan hari ini? Sudahkah kita siap menghadapi Solisitasi 26 Februari 2010? Sudah siapkah kita menghadapi Ujian Nasional 22 Maret 2010? Sudahkah aku siap?! Terakhir banget, mengutip kata-kata Romo Nano, Good preparation good result!!! Wish you luck guys!!!

all about ark community

1. Filosofi Ark community
Kapal adalah rakitan kayu-kayu yang “terbuang” di samudra,
terhantam ombak dan badai.
Namun, tak pernah karam karena KAMI berdiri bersama mengarungi KasihNya di bawah kibaran layar semangat yang tak’kan padam.
2. Lagu angkatan
Samudera Kehidupan
Kutermenung di ujung harapku
Usang rindu di dalam batinku
Ketika s’gala daya, temaram dalam lelah

Sabdamu cerahkan jiwaku
Menopang hidup yang kurindu
Karna lembut sapaMu, memeluk diriku

Reff
Datanglah padaNya, hati bimbang dan ragu
Karna Ia kan menemanimu
Tebarkan jalamu, arungi samudera
Percaya padaNya,
Dia akan selalu menaungimu

Berjalanlah kau tanpa ragu
Padamkanlah kekuatiranmu
Bimbang tak kan menjeratmu
karna Ku sertamu

3. Deskripsi logo
· Jangkar : berbentuk seperti anak panah ke bawah yang malambangkan Duc In Altum, sebagai motto angkatan. Di sisi lain, jangkar juga melambangkan ketahanbantingan dan keteguhan pada prinsip.
· Layar: melambangkan Ark Community yang digerakkan oleh Roh Kudus. Komunitas bergerak sesuai gerakan Roh Kudus sebgai sumber dan tujuan pelayaran Ark Community.
· Kapal kayu: menggambarkan komunitas Medan Utama yang dibentuk dari kayu-kayu pilihan yang tak karam diterjang ombak dan diterpa gelombang.
· Rantai: melambangkan kebersamaan komunitas itu sendiri sebagai satu rangkaian mata rantai yang saling berhubungan. “kekuatan sebuah rantai justru terletak pada mata rantai yang paling lemah”.

Lagu Angkatan (arkom)

Kutermenung di ujung harapku
Usang rindu di dalam batinku
Ketika s’gala daya, temaram dalam lelah

SabdaMu, cerahkan jiwaku
Menggugah asa yang membeku
Karna lembut sapaMu, sirna putus asaku

Reff.
Datanglah padaNya, hati bimbang dan ragu
Karna Ia kan menaungimu
Tebarkan jalamu, arungi samudera
Percaya padaNya, Dia akan selalu menaungimu

Berjalanlah kau tanpa ragu
Padamkanlah kekuatiranmu
Bimbang takkan menjeratmu
Karna Dia sertamu

Saturday, February 20, 2010

Makna Logo:


DUC IN ALTUM…


Kapal (4 papan kayu): melambangkan empat tahun pembentukan komunitas menjadi sebuah kapal.
Layar: melambangkan sebuah pelayaran (Duc) menuju tempat yang lebih dalam.
Jangkar: melambangkan tempat yang lebih dalam (Altum). Menunjukkan nilai kedalaman yang diperjuangkan komunitas kapal.
Salib pada Layar: mau menggambarkan tujuan pelayaran ke tempat yang lebih dalam yaitu Yesus Kristus sendiri.
Ombak: melambangkan kekuatan kapal (komunitas) dalam menghadapi gelombang tantangan dan rintangan di tengah pelayaran.

teks misa EKM seminari di Kota Baru (17/1/10)

PERSIAPAN
Sebelum Ekaristi dimulai, diperdengarkan alunan lagu March of The Priest dan Gabriel’s Oboe dari orkestra.
Petugas pembawa acara memberi pengantar Ekaristi Kaum Muda.

RITUS PEMBUKA
Perarakan masuk dari pintu utama menuju panti imam, diiringi nyanian pembuka oleh Koor dan Umat. Perarakan antar oleh 4 malaikat dan 2 penari dengan simbolisasi “Cinta”.
Perarakan menceritakan pergulatan batin para malaikat dalam memilih perannya sebagai penyebar cinta. Malaikat berada dalam dua tegangan yang saling menarik mereka. Pada akhirnya, malaikat memilih cintanya untuk menyebarkan cinta pada umat manusia.


1. Nyanyian Pembuka Tak Ada yang Bisa

2. Tanda Salib dan Salam Pembuka

3. Pengantar
Pemutaran Video Clip yang menggambarkan pergulatan seseorang dalam memilih cintanya dan mencintai pilihannya.

4. Tobat

5. Tuhan Kasihanilah Kami Misa Kita II

6. Madah Kemuliaan Misa Kita II

7. Doa Pembuka
I Allah Bapa kami yang penuh cinta, Engkau telah memberikan diri kepada kami dalam ikatan kudus demi cinta kasih-Mu. Engkau telah memilih Putra-Mu sendiri untuk wafat di kayu salib sebagai ungkapan cinta-Mu kepada kami. Yesus memilih wafat di salib dan mencintai pilihan-Nya itu karena Ia sungguh mencintai kami.
U Limpahkanlah rahmat-Mu kepada kami, agar kami pun bisa memilih segala yang kami cintai dan pada akhirnya kami bisa mencintai pilihan hidup kami. Kami mohon, anugerahilah kami semangat kesetiaan dalam mengabdi-Mu dan kami dapat menjadi saksi kasih yang dari pada-Mu.
I Demi Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan pengantara kami, yang hidup bersama Dikau dalam persatuan dengan Roh Kudus kini dan sepanjang segala masa.
U Amin

LITURGI SABDA

8. Bacaan Pertama
By The River I Sat Down And Wept
Sebelum memejamkan mata, aku mendengar suara ibuku. Ia menceritakan kisah yang sering diceritakannya padaku saat masih kanak-kanak-dulu. Aku tak menyadari bahwa kisah itu mengenai diriu.
“Seorang anak laki-laki dan perempuan jatuh cinta setengah mati,” suara ibuku berkata. “Mereka memutuskan untuk bertunangan. Dan ketika itulah kedua calon mempelai saling bertukar hadiah.”
“Anak laki-laki itu sangat miskin-miliknya yang paling berharga hanya arloji yang diwarisinya dari kakeknya. Ketika ia membayangkan rambut kekasihnya yang indah, ia memutuskan menjual arloji itu untuk membelikan jepit rambut perak bagi kekasihnya.”
“Anak perempuan itu juga tidak mempunyai uang untuk membeli hadiah bagi kekasihnya. Ia pergi ke toko milik pedagang paling sukses di kota itu, dan menjual rambutnya. Dengan uang yang didapat, ia membelikan rantai jam emas bagi kekasihnya.”
“Ketika bertemu di pesta pertunangan, si anak perempuan memberikan ranti jam untuk arloji yang telah dijual kekasihnya, dan si anak laki-laki memberinya jepitan untuk rambut yang tak lagi dimiliki kekasihnya.”

9. Mazmur Tangapan Kurenungkan SabdaMu Tuhan (PS 369)

10. Bait Pengantar Injil Alleluya Filipina

11. Bacaan Injil dan Homili (Yohanes 2:1-11)
Pewartaan Injil difragmenkan dan homili menjadi satu bagian dengan pewartaan Injil.
Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." Kata Yesus kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: "Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air." Dan merekapun mengisinya sampai penuh. Lalu kata Yesus kepada mereka: "Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta." Lalu merekapun membawanya. Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya--ia memanggil mempelai laki-laki, dan berkata kepadanya: "Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.

12. Syahadat Para Rasul

13. Doa Umat
L Bapa, dalam perjamuan di Kana ini kami juga Kau ajari untuk memilih dan hidup dengan setia.
U Ya Bapa, kiranya Engkau berkenan mencurahkan kasih setia-Mu kepada kami, sehingga kami mampu untuk selalu mencintai-Mu dalam setiap pilihan-pilihan kami.
L Allah Bapa yang Maha Cinta, curahkanlah Roh Kebijaksanaan dan cinta kasih ke dalam hati para pejabat dan pemerintah.
U Kiranya segala keputusan yang diambil dan pemikiran yang dicurahkan selalu berdasarkan cinta dari-Mu. Semoga cinta-Mu menjadi senjata dan juga perisai bagi mereka agar semakin menjadi manusia bagi sesama.
L Ya Tuhan Yesus Sang Cinta Kehidupan Sejati, ajarilah kami untuk mampu mencintai orang-orang yang ada di sekitar kami, sebagaimana Engkau menunjukkan cinta-Mu yang sempurna melalui jalan menuju Kalvari dan wafat-Mu di salib.
U Semoga dari hari ke hari kamipun makin menyadari cinta-Mu yang begitu besar kepada diri kami dengan belajar mencintai dan membalas cinta bagi sesama kami
L Kiranya Engkau memberikan pengharapan bagi orang-orang yang sedang menderita karena sakit sehingga mereka dapat tabah menghadapi kesulitan hidup
U Semoga Engkau juga senantiasa memberikan pengharapan agar mereka dapat selalu optimis dan menerima keadaan yang mereka alami dengan hati yang terbuka


LITURGI EKARISTI

14. Doa Persiapan Persembahan
Allah Bapa yang maha pengasih, teguhkanlah langkah kami umat-Mu dan perkenankanlah kami menikmati kebaikan dan kemurahan hati-Mu dalam diri Yesus Kristus. Terimalah segala ungkapan syukur dan persembahan yang kami haturkan kepada-Mu. Inilah tanda nyata cintaku kepada-Mu. Berkatilah persembahan kami ini sehingga kegembiraan yang telah dinyalakan Kristus di dalam hati kami mengobarkan semangat kesetiaan dan kehendak untuk mengabdi kepada-Mu dan mencintai sesama kami, demi Kristus Tuhan dan perantara kami.

15. Kudus Misa Kita II

16. Doa Syukur Agung II

17. Bapa Kami Bapa Kami Kota Baru

18. Doa Damai
I Yesus telah mengerjakan tanda-Nya yang pertama di Kana dan dengan demikian menolong keluarga baru di Kana itu, membebaskan mereka dari malu yang besar. Kehadiran-Nya mendatangkan damai sejahtera. Maka marilah kita panjatkan permohonan damai kepada-Nya,
U Tuhan Yesus Kristus, . . . .

19. Anak Domba Allah Didaraskan

20. Ajakan Menyambut Komuni

21. Madah Pujian Panggilan Tuhan; Panis Angelicus

22. Doa Sesudah Komuni
I Ya Allah, dalam Perjamuan di Kana, Engkau mengajarkan kepada kami untuk memainkan peran kami sebaik mungkin. Engkau juga mengajak kami untuk dapat membagikan cinta yang telah kami pilih dan terima kepada sesama kami.
U Ajarilah kami umat-Mu untuk memberi tanpa rasa pamrih, berjuang tanpa mengeluh, memperjuangkan segala cinta dan pilihan kami, dan juga setia dalam melayani Engkau dan sesama kami seturut dengan kehendak-Mu. Semoga di dalam segalanya kami dapat mewartakan cinta kepada orang-orang yang kami jumpai.
I Semua ini kami mohon dengan perantaraan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami.
U Amin

RITUS PENUTUP

23. Berkat dan Perutusan
24. Nyanyian Penutup Aku Mau (Once)
Setelah nyanyian penutup, akan diperdengarkan lantunan lagu Grand March Aida dari orkestra.

Silence

Rancangan scenario film indie seminarie
based on The Fifth Mountain

Inspirasi tokoh:
Elia: seminaris
Janda sarfat: pendamping local PIA
Gembala: pembimbing rohani

Durasi: 15-20 menit

Tujuan: hanya satu untuk semakin memperkenalkan seminari lewat film pendek

Adegan 1: introduksi
“Siapakah Elia ?
Elia bukan seminaris yang cum laude atau magna cum laude. Elia adalah seminaris yang bangun ketika bel berbunyi dan segera opera 30 menit full….”

Ketika penerimaan hasil ulangan, Elia melihat nilai yang diperolehnya tidak sebaik tema-temannya. Pada bagian introduksi ini kita akan memperkenalkan tokoh Elia. Elia hanya seminaris biasa yang kemampuannya rata-rata. Mungkin ia dikenal sebagai seminaris biasa dan tanpa talenta namun ia disiplin untuk selalu bertanya dalam refleksi hariannya dan demikian ia mempunyai relasi yang mendalam dengan Tuhan.
Elia adalah seminaris tahun ketiga dan sudah memutuskan panggilan hidupnya untuk menjadi imam. Memasuki tahun keempatnya di seminari, ia mempersiapkan diri untuk solisitasi. Namun, persis ketika sudah dekat waktu ia menjalani solisitasi ia malah mengalami keraguan….
Keputusan Elia untuk masuk seminari pun sebenarnya tanpa disengaja. Semua mengalir bagai air, tanpa ada rencana terelbih dulu. Bahkan ada kesan Elia sebenarnya kurang mendapat restu dari orang tuanya untuk masuk seminari. Kelak, situasi awal semacam ini yang semakin menegaskan kegelisahan dan keraguan Elia untuk menjalani solisitasi tiga tahun kemudian.. “Apakah aku benar-benar dipanggil untuk menjadi imam? Apakah aku pantas menjadi imam?” itulah pertanyaan yang selalu memenuhi hati dan pikran Elia.

Adegan 2: konflik
“Semua orang berhak meragukan tugas yang diperintahkan kepadanya, dan mengabaikannya sesekali, namun dia tidak boleh melupakannya. Sebab siapa pun yang tidak meragukan dirinya sendiri tidak layak – sebab dengan keyakinan pebuh akan kemampuannya, berarti ia elah berbuat dosa kesombongan. Diberkatilah mereka yang mengalami saat-saat ragu”.
-malaikat-
Pada adegan kedua ini kita akan masuk pada konflik cerita di mana Elia semakin meragukan panggilannya. Persis ketika hari-hari menjelang solisitasi Elia mengalami kekeringan rohani yang mendalam sehingga ia merasa Tuhan tak lagi memanggilnya. Peristiwa ini terjadi ketika sedang diadakan inmed tentang solitsitasi dan Elia mengadakan dialog internal.
Elia terus berdoa dan bertanya pada Tuhan, “Apakah aku sungguh-sungguh dipanggil untuk menjadi imam?” Namun, semakin ia bertanya semakin ia tidak mendapat jawaban. Tuhan seolah diam dan menulikan telinganya dari segala keraguan dan kegelisahan Elia. Tuhan seperti tidak peduli dengan penderitaan batin Elia dalam memutuskan panggilan hidupnya.
Pertanyaan reflektif di akhir adegan adalah: “APAKAH TUHAN BENAR-BENAR DIAM DAN TIDAK PEDULI DENGAN ORANG YANG MEMINTA PERTOLONGAN DARI-NYA? LANTAS, KENAPA DIA HARUS DIAM?”






Adegan 3: perumitanàperjumpaan dengan janda sarfat
“Selama itu Elia terus berdoa tanpa henti, namun tidak ada hasilnya, tidak ada sama sekali.”(69)

“Setelah suamiku meninggal, yang tersisa bagiku hanyalah kemiskinan dan tanggung jawab untuk membesarkan puteraku. Setelah dewasa nanti, ia akan menyeberangi samudera dan hidupku tidak lagi penting bagi siapa pun. Aku tidak merasakan kebencian atau kekesalan, aku hanya merasakan diriku tidak berguna”.
“Hidupku mulai kembali berarti sejak kedatanganmu”, kata perempuan itu.
-Janda Sarfat
Pada adegan ketiga ini kita masuk pada perumitan, Elia berjumpa dengan Janda Sarfat. Sosok janda sarfat akan dihadirkan dalam tokoh pendamping local Iman Anak. Gambaran ceritanya seperti ini. Berbagai pertanyaan yang muncul malam kemarin masih menyisakan kegelisahan dalam hati Elia. Elia membawa kegelisahannya itu ke dalam perayaan Ekaristi pagi hari dan dia kembali memunculkan pertanyaan-pertanyaan apakah Tuhan benar-benar memanggilnya untuk menjadi imam. Waktu untuk solisitasi sudah tidak lama lagi, Elia membutuhkan jawaban segera dari Tuhan maka ia pun mulai memprotes Tuhan: “Mengapa di saat-saat genting semacam ini Engkau seakan diam dan tak lagi peduli dengan penderitaan batinku Tuhan!?
Peristiwa berlanjut dalam acara Pendampingan Iman Anak di lingkungan Saratan (?). Di sana ia berjumpa dengan pendamping local (Janda sarfat (?)) dan ia bercerita banyak mengenai perasaan dan pergulatan hidupnya. Di sana terjadi diskusi yang mendalam mengenai hidup masing-masing, termasuk hidup Janda sarfat sendiri. Diceritakan Janda sarfat adalah anak Yatim yang harus membantu ibunya untuk tetap bisa survive. Digambarkan bagaimana penderitaan Janda sarfat dalam mempertahankan hidup dan menjaga imannya kepada Tuhan. Sejak saat itu Elia merasa lebih kuat sebab kini ia menyadari bahwa ada orang-orang yang keadaannya lebih buruk darinya. Untuk menambah perumitan masalah, mungkin bisa ditambahkan peristiwa adik Janda sarfat yang sakit keras dan Elia merasa terpanggil untuk membantu kesembuhan adik Janda sarfat. Elia berdoa tapi tak juga mendapat jawaban. Sekali lagi Tuhan SILENCE!
Sampai di sini mungkin penonton akan merasa bahwa Elia akan benar-benar keluar dari keputusannya menjadi imam lantaran hubungannya dengan Janda sarfat yang semakin dekat. Tetapi kita akan membalikkan paradigma itu dengan cara bagaimana hubungan mereka berdua itu justru menjadi titik balik bagi Elia untuk menemukan kembali serpihan-serpihan semangat panggilannya lagi, seperti janda Sarfat yang memurnikan panggilan Elia sebagai nabi.

Adegan 4: KlimaksàElia berjumpa dengan Gembala
“Gembala itu benar. Mulai saat ini, dia perlu membangun kembali masa lalunya sendiri, melupakan bahwa dulu ia pernah menganggap dirinya nabi yang akan membebaskan Israel, namun gagal dalam misinya menyelamatkan satu kota saja. Pikiran ini menimbulkan eforia yang aneh dalam dirinya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elia merasa bebas, siap melakukan apa pun yang diinginkannya, kapan pu dikehendaki…”
Oke, pada bagian ini kita akan masuk pada bagian klimaks cerita. Klimaks akan digambarkan dengan Elia yang melakukan bimbingan rohani (dgn Romo Nano?) dan di sana ia mendapatkan peneguhan kembali akan panggilannya lewat sebuah buku yang diberikan pembimbing rohani : The Fifth Mountain!!!
Sosok gembala akan digambarkan dalam diri pembimbing rohani itu. Sama seperti gembala yang memberi Elia nasihat rohani, pembimbing rohani juga memerankan sosok yang memberi peneguhan rohani lewat nasihat-nasihatnya.

Adegan 5: Penyelesaianà jawaban dari semua pertanyaan SILENCE: “Mengapa Tuhan seolah diam dan tidak peduli dengan penderitaan manusia?
“Kisah tentang Yakub yang bergulat dengan Tuhan diceritakan turun temurun agar orang tidak lupa: kadang-kadang kita perlu bergulat dengan Tuhan. Setiap orang pasti pernah mengalami tragedi dalam hidupnya. Pada saat itu berarti Tuhan menantangnya untuk mengkonfrontasi Dia dan menjawab pertanyaannya: “Mengapa engkau mempertahankan mati-matian hidupmu yang begitu singkat dan penuh penderitaan? Apa artinya perjuanganmu itu?”

“Dan di atas sana, Tuhan pun tersenyum puas, sebab inilah yang Dia kehendaki; Dia ingin agar setiap orang memikul sendiri tanggung jawab atas hidupnya. Sebab bukankah Dia telah memberikan anugerah terbesar kepada anak-anaknya: kemampuan untuk memilih dan menentukan tindakan-tindakan mereka”.
-The Fifth Mountain-
Pada bagian ini kita akan menampilkan jawaban atas pertanyaan Elia: “Mengapa Tuhan selalu diam dan seolah tak peduli dengan penderitaan hamba-Nya? Apa yang sebenarnya Dia inginkan?” Lewat buku The Fifth Mountain yang diberikan pembimbing rohani kepadanya, Elia menemukan jawaban atas segala kegelisahan dan kemarahannya pada Tuhan. Buku The Fifth Mountain dibuat lebih menonjol untuk semakin menegaskan “sundukan” kita yaitu kisah nabi Elia dari buku itu, oke! Bersama dengan jawaban atas kegelisahannya itu, Elia pun menemukan kembali semangat panggilannya dan lanjut ke solisitasi!!!
Ternyata Tuhan diam bukan karena Dia tidak peduli dengan perjuangan manusia, sebaliknya justru karena peduli Dia memberi kesempatan pada manusia untuk berjuang lebih dulu agar manusia bisa secara kreatif menggunakan anugerah memilih dan dengan demikian manusia bisa tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih setia kepada Tuhan.


Keterangan:
Kita memilih tema SILENCE sebagai refleksi dari pertanyaan : “Mengapa Tuhan seolah diam dan tak peduli dengan penderitaan manusia? Apa yang sebenarnya Dia inginkan?!
Adegan 1-3 akan berisi tentang pergulatan Elia dengan Tuhan. Elia merasa Tuhan tak lagi peduli dengan penderitaannya (Tuhan SILENCE!). Elia mengalami kekeringan rohani pada detik-detik menjelang solisitasi!
Adegan 4-5 berisi jawaban atas segala kegelisahan Elia! Jawaban dari SILENCE!! Apakah Tuhan benar-benar diam?!
SC akan selalu siap membantu menyumbangkan ide, selepas ini kami percayakan pada Tim Profil untuk menggarapnya jadi film pendek, ocre!

My Story

`First of all, let me introduce myself, my name is Yustinus Pulung Wismantyoko. Now, I stay in fourth grade in St. Peter Canisius Minor Seminary Mertoyudan and I am majoring social student. In this letter I will share about my life during in seminary.
Actually, I never thought about my decision to enter seminary. There was no motivation at all that attracted me to be a priest. But, in one meeting with my father, he suggest me to try enter the seminary. In no time at all I registrate my self and I may to be accepted in seminary. I don’t know what truly reason, but since that moment I feel so peace and happy. I feel have already found my deepest vocation. Praise be to God! Now, when I remember again that moment, I feel so fun and it can motivate me to maintain my vocation.
Look, starting by no motivation and no description about seminary, Jesus Christ invite me to experience my transformation. Just like one film that I have already seen, The Transformer, I feel seminary is not difference by the transformer it self. Actually, seminary gives a lot of facilities and opportunities for every seminarians to improve their talents. I my self realize that seminary is the school for priest candidate. Awaring that goal, I try to allow to live as seminarians, the priest candidate. However, everything that has been given by seminary is to transform young man to be truly human being.
I always thank to Jesus because I may to be the member of seminary. By playing music in seminary orchestra, practising to speak up in public speaking, and have fun together in playing soccer, I also can enjoy my transformation. It is not just formation, it is transformation. My favorite activity when the night coming is write down my reflection. It seems like a dairy in common. Just like this paper, I write down my experience in my reflection book and aware the Jesus work today.
Now, when I stay in the final grade in seminary, I realize that seminary has already transformed me into the better person. Seminary has invite me to find out my deepest vocation. Actually, as the final grade seminarians, I have decided to join the Societas de Jesu. I hope I can always be loyal in my choice. Choose my love and love my choice!
That is my story. I hope it can be useful for readers.

Best Regard,


Yustinus Pulung Wismantyoko

Belajar Mencintai Belajar?!

“Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dan kaum tua. Sepanjang kita bersedia belajar, kita tidak pernah menjadi tua.”
-Rosalyn S. Yallow-

Belajar mencintai belajar?! Tanda tanya atau tanda seru? Keduanya. Tanda tanya bisa berarti heran, apakah benar untuk belajar saja kita perlu belajar mencintainya terlebih dulu? Tanda seru bisa bermakna optimis bahwa untuk belajar itu kita perlu banget mencintainya dan karena itulah kita perlu belajar mencintainya.
Jujur, saya tidak bermaksud untuk memperumit masalah yang sederhana ini. Melalui refleksi ini saya semata-mata ingin mensharekan pengalaman belajar saya di seminari. Apa yang menjadi motivasi belajar saya? Dan, apakah makna belajar bagi hidup saya? Maka, tanpa berlama-lama lagi, check this out!
Bukan Hobi Belajar
Kalau ada orang bertanya, “Apa hobimu?”, saya berani meyakinkan tidak banyak orang yang hobinya belajar, alias hanya sedikit orang yang gemar berkutat dengan buku pelajaran. Orang cenderung lebih suka olah raga, atau bermain musik, atau apa pun itu asalkan bukan belajar. Boro-boro menjadikan belajar sebagai hobi, mendengar kata belajar saja mungkin banyak orang yang alergi. Saya sendiri pun boleh dikatakan termasuk golongan orang yang malas menjadikan belajar sebagai hobi. Saya lebih suka bermain bersama teman atau bermain bola. Ketika mendengar kata belajar spontan terlintas dalam benak saya something yang membosankan, cupu, dan garing. Saya pribadi paling sulit diajak duduk tenang dan membaca buku. Yah, paling-paling belajar kalau besoknya ada ulangan atau ujian. Singkat cerita, saya sama sekali tidak tertarik menjadikan buku pelajaran sebagai sahabat atau menjadikan belajar sebagai hobi.
Tapi itu dulu. Sekarang, ketika sudah hidup hampir selama empat tahun di seminari saya mulai mencintai belajar. Bukan berarti saya hobi belajar lho, tapi cukuplah kalau saya mulai menemukan makna di balik kegiatan belajarku selama ini. “ Non scholae sed vitae discimus”, sebuah peribahasa Latin klasik sedikitnya telah membantuku menghayati nilai-nilai dari belajar. Terdengar jadul dan agak basi ya, tapi aku secara pribadi merasa selalu tersemangati untuk belajar dengan tekun, paling tidak membantuku untuk tidur saat pelajaran di kelas setiap kali aku menggemakannya dalam hati (he he…). Belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup. Yups bener banget, kalau belajar semata-mata hanya untuk mencari nilai di kelas bias-bisa kita malah jatuh pada persaingan yang tidak sehat dan kehilangan orientasi belajar yang sesungguhnya, yaitu membentuk manusia yang semakin manusiawi. Maka, tujuan belajar itu sebenarnya tidak jauh-jauh dari pembentukan karakter.
O iya, sebelum lupa, sebenarnya apa sih makna belajar itu? Bagi teman-teman yang sudah mengalami sendiri pengalaman belajar, saya yakin pasti sudah mempunyai refleksi sendiri tentang makna belajar. Saya pribadi sependapat dengan teman dengan teman-teman yang memaknai belajar sebagai sebuah pencarian diri. Sejauh mana kita mampu menemukan diri dari kegiatan belajar itu, karena dengan demikian akan terbentuk manusia yang semakin manusiawi (humanior). Tidak sekedar belajar untuk mengejar nilai, lebih dalam dari itu belajar sebagai proses pembentukan karakter dan penemuan jati diri.
Mungkin terdengar sedikit radikal, tetapi itulah yang selama ini saya hayati dalam merefleksikan makna belajar. Walaupun demikian, saya tetap menyadari seringkali saya lupa dengan prinsip itu dan harus selalu diingatkan lewat refleksi harian. Maklumlah, namanya juga anak muda… Tetapi, setidaknya prinsip itu selalu berhasil membantuku untuk kembali focus dalam pelajaran setiap kali aku mulai mengantuk. Maka seperti dikatakan orang tua kita jaman dahulu, bukan hidup untuk belajar tetapi belajarlah untuk hidup.
Belajar dari Sutan Sjahrir
Seperti kalimat bijak di awal refleksi ini, “Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dengan kaum tua. Sepanjang kita bersedia belajar, kita tidak pernah menjadi tua….” Sederhananya, jika kita ingin tetap awet muda teruslah belajar….karena dengan terus mengasah pikiran dan hati kita akan senantiasa diremajakan setiap waktu.
Kalimat bijak itu diungkapkan oleh Rosalyn S. Yallow, seorang pembelajar sejati, untuk semakin mempertegas pentingnya belajar mencintai belajar. Orang senantiasa muda ketika ia terus menjaga semangat untuk belajar sepanjang hayat, dan untuk itu kita perlu belajar mencintai belajar sebagai langkah awal menjadi manusia pembelajar.
Untuk mengilustrasikan sosok manusia pembelajar ini, saya memilih salah seorang founding fathers of Indonesia, Sutan Sjahrir. Putra keturunan Minang ini mempunyai spirit belajar yang luar biasa dan mempunyai keunggulan untuk mengkombinasikan berbagai ideology tanpa terjatuh pada fundamentalisme. Terutama, semangat untuk selalu belajar sampai ke negeri Belanda, dan karena itulah beliau termasuk dalam golongan muda yang paling berpengaruh pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Rahasia kesuksesannya itu ternyata ada pada ketekunannya untuk membaca buku apa saja, terutama buku sastra, agar semakin diperkaya dalam pengetahuan dan imajinasi. Karena hanya dengan demikian, Indonesia dapat merdeka dari penjajah sekaligus merdeka dalam hal jati diri bangsa. Cita-cita luhur itu diwujudkan Sutan Sjahrir dalam semangat belajar sepanjang hayat walaupun pada akhirnya beliau tidak pernah menyelesaikan gelar sarjana hukum di Universitas Leiden, Belanda.
Berefleksi dari semangat belajar Sutan Sjahrir, saya pribadi merasa malu sebenarnya jika melihat kebiasaan belajar saya selama ini. Seminari telah menyediakan begitu banyak fasilitas dan begitu luas kesempatan untuk mengembangkan diri, namun saya kerap tak memanfaatkannya dengan optimal. Sampai di sini, kita semakin melihat pentingnya belajar bagi hidup kita, dan bukan sebaliknya. Namun demikian, semua itu terjadi tentu ada proses belajarnya, termasuk bealajar itu sendiri. Dan, langkah pertama dari seribu langkah itu apalagi kalau bukan dengan belajar mencintai belajar, atau dengan kata lain menjadikan belajar sebagai bagian hidup kita. Untuk menutup refleksi ini, saya punya sebuah kalaimat bijak yang tidak asing lagi di telinga kia, “ Teacher open the door, student enter by their self.” Hidup manusia pembelajar!






Yustinus Pulung Wismantyoko
XII Sosial/25

Pearl Harbor War

Albertus Dona-1
Paulus Tri Ardianto-17
Teodosius Domina-18
Yohanes Deodatus-23
Yustinus Pulung-25


By the bombing of Pearl Harbor, Japan brought US to World War II in Pacific state.
This event was done in December 8 th 1941. That time Japan Naval attacked US Naval station immediately in Hawaii. The result of this attack was the damage and sink +/- 20 battle ships of US, 188 planes and 2403 victims. In Japan side, Japan just lost 55 battle planes from 441 was used.
Japan went to Pearl Harbor without notice until last time. After this event, Japan declared war with US and started to campaign their military in Asia-Pacific. In November 26 th 1941 aircraft insisted if six mother ships were ordered by Vice general Chuichi Nagumo, left Hitokappu Bay in kuril Island and went to Pearl Harbor without communicate radio connection anymore.
On the morning December 7, 1941 Japan military plane destroy all military stations of USA in Hawaii Island. Military station in Hawaii is a greatest station USA. Many ship dock in the Pearl Harbor, include “Barisan Kapal Tempur”. Almost all plane USA was destroy; 188 planes destroy, 155 was had already damage and 2403 American people was die. Battle ship USS Arizona was exploded and sink, the event make 1100 people was died, almost half from American people die. The human corpse become a monument for them who was die on this day, American immortalize who die on this day in the plane.
At Pearl Harbor, the first victim was a little submarine. When the aggression began there were five little submarine class Ko-H were shoot USA’s ships. From the five Japan’s submarines only a submarine could save itself. In that submarine, there were five sailors but only a sailor named Sakamaki Kazuo could escape from the submarine. And then Sakamaki Kazuo could be arrested USA. And he was the first prisoner of war world two.
The biggest possibility, Pearl Harbor’s attack was a catalisator who moved a country to do unreasonable by another case. In just one night he succeeded in uniting all USA for wage world and defeated Japan.
A part of Historian believe that Japan would stole lose although their damage mother ship. In December 8, 1941 US Congress declared war with Japan, but the one from audience in the congress, named Jeannette Rankin is disagree about that. In no time at all Franklin Roosevelt sight the war declared. The government of USA was stole got the army and change to economic war.
This war, as Lexington War and Concord War, gave many influences to the history. It only gave little influences to the USA’s military. Japan’s navy couldn’t sink the USA’s mother ship. But, if only Japan could sink the USA’s mother-ships, it couldn’t help the Japanese for a long-term. This aggression made the USA compelled to engage in the WW II which was made the defeat of the Axis Powers. The Allies’ victory in the WW II and the resurgence of the USA as the world’s biggest power, were form the type of the international-politic of the world since that moment.

ringkasan Maryamah Karpov

Novel Maryamah Karpov :
Pengarang : Andrea Hirata
Penyunting : Iman Risdiyanto
Cover : Andreas Kusumahadi
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Cetakan Pertama : November 2008
Halaman/Bab : xii + 504 halaman / 73 Bab
ISBN :978-979-1227-45-2
Harga : Rp. 79.000,00 + discount 10%

Ringkasan :
Dari judulnya Maryamah Karpov tentu kita akan bertanya tanya siapa dia ? Tak lain dia adalah mak cik maryamah , yang di novel sang pemimpi dia adalah seorang ibu dengan anaknya yang suka sekali maen biola dan diceritakan ditolong arai dan ikal dengan merintis bisnis kue. Seperti kebiasaaan orang melayu , suka sekali memberi gelar belakang kepada nama seseorang, yang gelarnya disesuaikan dengan kondisi , keadaan, kejadian yang terkenang oleh orang orang melayu itu, disini kita akan menemui nama nama unik dan lucu, seperti Kamsir si buta dari goa hantu, Munawir berita buruk, Mahmud Corong, Syamsiar Bond, Nur Gundala Putra Petir, Rustam simpan pinjam, Muharram Ini Budi, dsb.

Makcik Maryamah mendapat gelar karpov , karena makcik Maryamah sering mengajarkan langkah langkah karpov kepada orang yang main catur, walau menjadi judul inti novel ini, tapi makcik Maryamah hanya disinggung sedikit aja, dan tidak dijadikan bab khusus , seperti sub judul ‘Mimpi-mimpi lintang’.

Secara garis besar Novel ini menceritakan tentang perempuan dari satu sudut yang amat jarang diekspos seperti dalam postingan dulu, yaitu menceritakan tentang Dokter gigi Budi Ardiaz Tanuwijaya yang ditugaskan di Belitong, Bagaimana Ikal lulus ujian desertasi, Perjalanan takdir kehidupaan Arai si simpai keramat, sampai perjalanan mengarungi lautan mencari si kuku cantik A ling.

Poin-poin penting daei Novel Maryamah Karpov:

1. Nama belakang ikal yaitu hirata , klo diucapkan cepat sekali berulang ulang artinya ahirat, dimana nama belakang itu pemberian ibunya, supaya ikal ingat.

2. Arai ketemu dengan Zaskiah Nurmala dan menikah dengannya lalu memboyong sang kekasih ke Luar negeri untuk menemani Arai melanjutkan kuliah.

3. Bang Zaitun sang suhu Cinta Arai ubah haluan dari penyanyi menjadi sopir bis.

4. Ikal membuat sendiri kapal untuk mengarungi lautan mencari A ling

5. Sebelas Personel Laskar Pelangi muncul di novel ini tuk membantu membuat kapal

6. Lintang membuat Dalil lintang yang berisi tentang rumus matematika fisika

7. Ikal dan teman-teman laskar Pelangi akan menaikan kapal yang karam ke atas dari dasar air dengan dalil lintang

8. Mimpi-mimpi Lintang adalah nama kapal yang dibuat Ikal.

9. Ikal Bersama Mahar dan dua awak kapal mengarungi lautan mencari A ling

10. Dengan bantuan Tuk bayan Tula yang disogok Mahar dengan televisi yang penuh dengan semut akhirnya Ikal berhasil menemukan A ling

11. Ikal ternyata punya trauma masa kecil waktu di bius saat khitan ,sehingga saat sakit gigi ikal bersikeras untuk tidak pergi ke dokter gigi Budi Ardiaz Tanuwijaya.

12. Ikal melamar Aling tetapi tidak disetujui oleh ayahnya.
Sekarang, mengapa novel ini harus dibaca….

Jawaban dari pertanyaan ini ditemukan pada bagian ketika Ikal mulai membuat kapal untuk menjalankan misinya mencari A Ling. Secara sederhana hal itu yang saya tangkap ketika dihadapkan pada pertanyaan di atas. Mengapa? Saya menangkap secara umum tugas liburan yang diberikan Romo Nano berbicara mengenai kapal. Kapal telah kami sepakati sebagai logo angkatan MU 2009/2010 ini, maka tidak heran jika kami diajak untuk mengenal lebih dalam tentang logo angkatan itu. Saya pribadi merasa hal ini sangat penting, sebab sama halnya orang yang tidak mengenal dirinya sendiri karena tidak pernah mencari dan merefleksikan dirinya tanpa merefleksikan logo angkatan kita hanya akan menjadi pecundang yang sok keren waton beken. Maka, Mimpi-Mimpi Lintang yang menjadi nama kapal buatan Ikal menjadi refleksi dari perjuangan kami dalam mengenal dan berlayar bersama kapal layar kami.
Saya pribadi merasa sangat terbantu untuk merefleksikan diri sebagai sebuah kapal yang terdiri dari unsur-unsur tertentu tanpa saya harus mempelajarinya lebih dalam. Novel Maryamah Karpov telah menjadi jawaban atas pencarianku selama ini. Bahwa sebagai sebuah komunitas Medan Utama, masing-masing anggota mempunyai perannya masing-masing dan tiap-tiap peranan itu saling mempengaruhi. Salah satu peran saja yang tidak bisa berjalan dengan baik akan mengganggu pelayaran seluruh komunitas. Maka, sadar sebagai anggota yang hidup bersama dalam satu komunitas aku akan belajar mencintai komunitasku dengan setia pada tanggung jawab yang dipercayakan kepadaku. Karena dengan demikian apa yang menjadi tujuan dalam pelayaran kami dapat tercapai dengan baik.

Apa tujuan pelayaran ini? Saya merefkleksikan yang menjadi tujuan dari perlayaran ini adalah bahwa masing-masing anggota komunitas dapat semakin mencintai panggilan yang telah diputuskan. Because Choose Your Love, Love Your Choice! Dengan demikian perjuangan menanggapi panggilan Tuhan di Seminari ini tidaklah sia-sia.






Yustinus Pulung Wismantyoko
XI Sosial

Novisiat: Rumah Percobaan…berani?!

Judul Buku : Ah! These Jesuits!
Penulis : Bertie
Jumlah hal : 57 halaman
***


Pulung Wismantyoko, Yustinus

“Do not be surprised if thing you see done in noviciate. They may seem
Strange to you at first but you will soon see the wisdom of everything”.
Yey, akhirnya aku berhasil menyelesaikan buku Ah! These Jesuit! yang kedua ini. Kalau pada edisi yang pertama diceritakan tentang kisah Romo Bertie ketika (bukan ketiak!) menemukan panggilan awal yang ternyata sangat wajar dan biasa, di edisi kedua ini Romo Bertie dengan seru menceritakan kisah panggilannya semasa di Novisiat. Aku sendiri merasa sangat menikmati buku ini. Jujur saja, aku merasa buku Ah! These Jesuit! adalah buku yang sangat asyik terutama karena mengisahkan panggilan seseorang secara sangat realistis. Bukan panggilan yang spektakuler, ya…pokoknya panggilan seorang pemuda yang memang tertarik pada Yesuit dan karena itu ia memilih Yesuit sebagai cintanya, seumur hidup!
Pada awalnya Bertie menceritakan perasaannya ketika harus meninggalkan rumah, bapak ibu, adik-adik, dan teman-teman, termasuk anjing kesayangannya, Bingo. Bertie merasa sangat kehilangan hal yang sangat ia cintai itu dan merasa rindu pada awalnya. Bertie menjalani hidup di novisiat dengan penuh pengharapan , bahwa ia pasti bisa membiasakan diri dengan semua hal baru ini. Bertie melihat sendiri bahwa para novis seperti orang pada umumnya , hanya mereka lebih kenceng dalam mencintai Tuhan dengan segala hati, yang membuat mereka menjadi persekutuan yang yang bahagia diantara yang lain. Sebagai novis baru, Bertie memutuskan untuk menunggu sambil mengamati kegiatan para novis,,,yah supaya lebih mengenal gitu.
Seiring berjalannya waktu, Bertie pun mulai menikmati ritme hidup di novisiat dan akhirnya tak terasa pada hari keenam belas di novisiat Bertie menerima jubah. Sebelum mengenakannya, Bertie berlutut dan berdoa, bersyukur atas hadiah yang luar biasa ini pada Tuhan dan Bunda Maria. Sejak saat itu Bertie secara menjadi novis dan dengan demikian ia siap dengan segala kejutan di rumah percobaan ini. Seperti dikatakan di halaman Sembilan buku ini, “A Jesuit vocation, you know, is to do anything God wants of him, in any part of the world (his Order has often been called the “shock troops” of the (church) so he gets accustomed right from the noviceship to continual changes of occupation”. Itu artinya, sudah sejak di novisiat Yesuit dibiasakan untuk siap sedia melakukan apa pun karya sejauh bisa semakin lebih memuliakan Allah. Untuk itu tidak heran novisiat sering disebut sebagai rumah percobaan karena di sana para novis istilahnya dicobai agar mempunyai daya tahan dan siap menjadi Yesitu yang tangguh. Bertie sebagai pendatang baru mendapat tugas sebagai tukang kebun (gardener).
Suatu kali Bertie diajak untuk menulis surat kepada keluarganya oleh Romo Magister. Perlahan Bertie ingat kembali kenangan indak ketika di rumah, bersama ibu, adek-adek, dan Bingo! Dikisahkan Bertie tak pernah lupa mendoakan keluarga setiap hari, tetapi untuk pertama kalinya ia merasa mengalami sendiri home sick. Kangen ya, Ber!? Hiks. Tapi setelah berbicara dengan Romo Magister, semangat Bertie kembali dikobarkan dengan kata-kata Yesus : “Siapa pun yang meninggalkan ayah, atau ibu atau tanah atau rumah untuk mengikut Aku akan mendapat 100 kali lipat dalam hidup sekarang dan hidup mendatang.
Saya tertarik dengan kidah Bertie ketika ia harus menjalani percobaan di dapur. Seperti halnya Stanislaus yang senang dengan pekerjaan dapur walaupun berasal dari keluarga bangsawan, para novis juga diajak untuk belajar rendah hati dari pekerjaan dapur. Bisa dibayangkan, di dapur itu Bertie harus membersihkan dan melayani dengan para novis lain. Bertie sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam formasi dan probasi adalah untuk mempersiapkan diri menjadi Yesuit yang handal namun tetap rendah hati.
Lain lagi cerita ketika Bertie merayakan ulang tahunnya di novisiat. Bertie merayakan ulang tahun kelahirannya yang begitu berkesan ya baru di novisiat. Hadiah bunga dari teman seangkatan telah membuat Bertie sangat bersyukur pada Tuhan, ditambah lagi di hari bahagia itu Bertie mendapat hadiah paling indah. Keluarga Bertie datang untuk mengunjungi Bertie. Pengalaman kasih di hari istimewa ini semakin membuat Bertie bersyukur atas ulang tahun yang begitu berkesan dalam hidupnya ini. Lanjut..akhirnya sampailah Bertie pada retret agung alias retret tiga puluh hari. Thirty days retreat means thirty days of silence; not silence mooning about the place with vacant minds, but silent day dedicated entirely to prayer, spiritual reading, examination of conscience, reflection and a look at our lives. Dari retret agung ini Bertie diperkenalkan dengan tradisi Latihan Rohani Serikat Yesus yang telah mencetak para tokoh seperti Fransiskus Xaverius, Petrus Claver yang mempunyai dedikasi tinggi dalam semakin memuliakan Allah dalam hidup. Banyak santo yang telah dibentuk lewat Latihan Rohani ala Ignatius ini. Tiga puluh hari yang membuat orang tidak nyaman dan merasa berdosa, dan meleleh, mencetaknya menjadi santo. Percaya atau tidak, Bertie merasa seperti di Puncak Everest. Merasa sangat nyaman berada di dekat Tuhan. Dalam tiga puluh hari itu Bertie belajar banyak hal tentang Tuhan, tentang dunia termasuk mengenal dirinya sendiri. Tapi mau tidak mau kita harus turun gunung dan kembali hidup di tengah orang-orang dengan new life dan new spirit.
Katekese…
Ketika pemuda mengikuti panggilan menjadi Yesuit mereka menjawab ajakan untuk melayani. Orang yang hanya memperhatikan keselamatan sendiri lebih baik meninggalkan serikat. Kebetulan di desa sekitar novisiat ada banyak anak yang berkerumun. Mereka adalah anak-anak yang butuh diperhatikan. Para novis dikirim untuk melayani anak-anak yang linvah ini. Maka pun mereka mengalami sendiri mengajar katekese kepada anak-anak itu. Sebagai seorang novis Bertie belajar untuk tidak mengeluh karena kesulitan dan bahaya. Ia sadar bahwa Yesuit selalu siap untuk melakukan karya pelayanan apa saja. Selama menjadi novis Bertie pernah bermimpi bekerja di pabrik, menjadi misionaris di hutan afrika, menolong korban lepra dan melayani korban di penjara. Ketika melayani katekese dengan anak-anak itu, Bertie sempat merasa putus asa karena merasa tidak mampu mengajar katekese lantaran anak-anak yang begitu bandel dan rebut. “Look, Lord,I can’t teach cathecism to those children. They are noisy. And besides, what’s the use of my teaching then when they don’t listen to a word I say?” Tapi Bertie tidak menyerah, ia belajar untuk menjadi teman bagi anak-anak itu. Anak-anak itu adalah anugerah yang harus dicintai. Sama seperti Santo Ignatius yang selalu tersenyum ketika mengajar katekese, Bertie juga belajar untuk lebih kreatif dalam mendampini katekese. Good job, Ber!
Marathi Class…
Yesuit selalu untuk menjadi fasih dalam menggunakan bahasa di mana ia tinggal. Di novisiat Bertie pun belajar bahasa daerah Marathi. Ia belajar bahasa itu dari seorang pundit yang mengajar tiga kelas seminggu. Bertie pun sempat menceritakan ketidaksukaannya dengan bahasa Marathi kepada Romo Magister. Magister tidak langsung menjawab, ia malahan menceritakan perjuangan Santo Ignatius untuk belajar bahasa Latin.
Vows Day…Hari Kaul!
Ini adalah hari di mana para novis menyerahkan hidup kepada Tuhan: kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Yang ditahbiskan adalah James dan dirayakan dengan misa. Dengan berkaul berarti ia telah meninggalkan hak unutk memiliki, untuk menikah dan membentuk keluarga dan untuk hidup berdasarkan kehendak bebasnya. James dan Tuhan telah menjadi satu dan tak akan bisa dipisahkan. Sekarang ia adalah seorang yesuit, anggota dari Serikat Yesus. Akhirnya, James harus meninggalkan novisiat untuk masa Juniorat, di rumah di mana ia mulai belajar, tahap selanjutnya dalam latihan rohani!
Bertie ingat, sebelum menjadi anggota serikat ia harus diwawancarai oleh empat eksaminator (solisitasi gitulah!). Ada empat bidang yang ditanyakan, pertama sehat jiwa raga untuk berkarya dalam serikat, kedua kecerdasan yang cukup untuk belajar sebagai imam, ketiga kekuatan moral yang cukup untuk maju dalam kebajikan, dan keempat niat baik untuk melayani Tuhan dan sesama. Oleh Romo Provinsial Bertie ditanyai mengapa memilih Yesuit dan bukan yang lain. “Harus aku akui bahwa aku ingin masuk menjadi Yesuit karena aku memang suka dengan Yesuit. Aku suka yang telah aku dengar tentang karya mereka bagi Tuhan dan Gereja!”. Tetapi Romo Provinsial tidak terlihat puas dengan jawaban Bertie. “Dan ketika Romo Provinsial menceritakan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam seriakt, yang aku tahu itu adalah jalan hidup yang aku inginkan. Bukan karena aku seorang avonturir, tapi ini adalah gaya hidup yang menantang seorang pemuda untuk melakukan hal besar bagi Tuhan!”, demikian ungkap Bertie.
“Hidup sebagai Yesuit memang berat, tapi jika kamu menghidupi panggilanmu kamu akan menjadi manusia yang bahagia”, ungkap Romo Provinsial kepada Bertie. Akhirnya, kisah ditutup dengan tantangan dari Romo Bertie kepada para calon yang tertarik masuk serikat, bahwa tidak cukup dengan hanya mendengar kisah tentang novisiat lebih dari itu perlu mengalami sendiri novisiat itu!!! “The secret of Yesuit lies in its mobility and its obedience. That is why it is feared and hated by its enemies”.

The Art of Mindset

Pulung Wismantyoko, Yustinus

Judul buku : The Secret of Mindset
Penulis : Adi W Gunawan
Penerbit : Gramedia Jakarta
Tebal Buku : 295 halaman
Tahun Terbit : 2008
Mengapa kita perlu mengubah belief kita? Ya jelas karena kita ingin berubah. Namun, alasan yang lebih logis lagi adalah karena orang selama ini secara tidak sadar menjalani hidup sesuai dengan skenario hidup (life script) mereka. Dan life script itu tidak lain dan tidak bukan adalah BELIEF.
Langkah awal mengubah belief adalah menyadari bahwa kita bukan belief kita. Kita bukan rule ataupun value kita. Kita lebih dari sekumpulan belief. Apa pun belief kita saat ini, semuanya semata-mata hanyalah hasil atau akibat dari proses pembelajaran. Jika belief adalah diri kita, sejak lahir kita sudah punya belief. Padahal saat kita lahir kita sama sekali tidak mempunyai belief apa pun. Karena belief adalah sesuatu yang dipelajari, belief itu bisa diubah, diganti, dimodifikasi, atau bahkan ditanggalkan.
Proses pembentukan belief mirip dengan proses instalasi program komputer. Jika suatu program bisa terinstal, program yang sama pasti bisa di un-install. “If you can learn it then you can un-learn it. Learning is to un-learn dan re-learn”. Semakin orang ingin mengubahnya, semakin kuat belief itu melawan upayanya. Resistensi ini yang kita alami sebagai perasaan tidak enak. Resistensi adalah konflik di antara apa yang kita rasakan (emosi, pikiran bawah sadar) dan apa yang kita pikirkan secara logis (pikiran sadar). Hal ini disebut dengan homeostasis.
Homeostasis ini juga sebenarnya hasil kerja belief. Homeostasis menghambat perubahan dengan mengaktifkan emosi tertentu. Biasanya yang kita rasakan adalah emosi tidak enak sehingga kita akhirnya berhasil dipaksa untuk menghentikan proses perubahan.
Proses mengubah belief menjadi semakin sulit dilakukan karena kita cenderung mengevaluasi nelief berdasarkan konsep benar dan salah. Cara ini bukanlah cata yang tepat dalam mengevaluasi belief. Cara yang lebih konstruktif dan kondusif untuk pengubahan, pengembangan dan peningkatan diri adalah dengan mengevaluasi belief berdasarkan manfaatnya, apakah suatu belief mendukung ataukah justru menghambat diri kita dalam mencapai tujuan hidup. Belief yang mendukung adalah belief yang berisi hasil yang diinginkan.
“First we create our beliefs, and then our belief create us”. Belief sangat penting untuk kebahagiaan kita karena dua alasan. Pertama, otak adalah organ dengan kemampuan luar biasa yang mampu mencapai target apa pun yang sejalan dengan program (baca: belief) yang terinstal. Kedua, manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai dorongan kebutuhan yang sangat kuat untuk bisa hidup konsisten antara apa yang mereka percayai sebagai hal benar dan yang sungguh-sungguh benar.
Pikiran bawah sadar tidak suka dengan hal-hal yang tidak ia kenal. Segala sesuatu yang tidak dikenal pikiran bawah sadar dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan diri kita. Bila kita bergerak keluar zona kenyamanan, kita akan merasa tidak nyaman. Pikiran bawah sadar akan membawa kita kembali masuk ke zona nyaman kita. Berubah berarti kita keluar dari daerah yang kita kenal (known) dan masuk ke wilayah yang tidak kita kenal (unknown).
Pertanyaannya sekarang, apakah zona nyaman itu benar-benar nyaman? Tidak juga. Seringkali yang terjadi zona nyaman telah berubah menjadi zona tidak nyaman. Namun, mengapa orang tetap tidak mau berubah? Karena sesuatu yang tidak nyaman ini adalah sesuatu yang sudah ia kenal (known). Karena sudah dikenal pikiran bawah sadar, ketidaknyamanan ini akan dianggap sebagai suatu kenyamanan.
Kembali ke pertanyaan, bagaimana kita mengubah belief kita? Caranya dengan menggunakan kesadaran untuk mengenali dan menentukan belief mana yang perlu diubah atau ditanggalkan. Setiap kali ada belief yang muncul, kita perlu segera memisahkan diri dari belief kita dan mengamati belief itu dengan penuh rasa ingin tahu. Kita hanya berperan sebagai pengamat. Jangan sampai kita melekat pada belief kita. Melekat maksudnya kita merasa sayang dengan belief kita. Ingat selalu, belief kita bukanlah diri kita! Belief adalah cara kita melihat, belief adalah suatu aktivitas mencata yang mempengaruhi hidup kita. Namun, kita adalah pemilih dan pencipta belief itu. Kita berkuasa penuh atas belief itu!

Be The Legend

Yustinus Pulung Wismantyoko/XII Sosial/25

“Dia orang yang luar biasa, dan dia mengaitkan kualitas dirinya dengan apa
yang telah dia pelajari darimu....” Edda. Hal. 100
“Aku bisa saja menjelaskan bahwa dia sedang menyusuri jalan klasik seorang penyihir,
yang melalui karakter individualnya berusaha berhubungan dengan dunia atas dan dunia
bawah, tetapi selalu berakhir menghancurkan hidupnya sendiri. Dia melayani orang lain,
membagikan energi tetapi tidak menerima apa-apa sebagai balasan.” Edda. Hal. 119
***

Judul Buku : The Witch of Portobello
Pengarang : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Jumlah Halaman: 308 hlm; 20 cm
Cetak : Maret 2009

Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri, bahkan pada saat kita tak yakin akan diri kita sendiri? Itulah pertanyaan utama dalam karya terbaru penulis bestseller Paulo Coelho, Sang Penyihir dari Portobello. Secara garis besar buku ini bercerita tentang perempuan misterius bernama Athena yang disampaikan oleh banyak orang yang mengenalnya dengan baik atau bahkan nyaris tidak mengenalnya sama sekali.
Be The Legend....menjadi legenda , itulah karakter yang aku tangkap dari buku berjudul The Witch of Portobello. Harus aku akui karakter ini memang langka dan sangat jarang aku jumpai dalam kehidupanku sehari-hari. Aku sendiri merasa menjadi seorang legenda itu bukan hal yang mudah....bahkan terpikir saja aku tidak. Dibutuhkan banyak kriteria yang tidak semua orang mampu memenuhinya. Gelar kehormatan ini aku sematkan pada seorang wanita misterius, Athena Sang Penyihir dari Portobello
Tidak seperti novel Paulo Coelho yang lain, The Witch of Portobello menggunakan sudut pandang yang unik. Paulo Coelho menggunakan semua tokoh yang ada dalam cerita sebagai pencerita sehingga diperoleh novel yang mempunyai sudut pandang yang lebih dari satu. Di satu sisi cara bercerita semacam ini memang baru pertama kali saya temui, dan ini unik, tetapi bagi pembaca yang tidak biasa membaca karya Paulo Coelho mungkin akan sedikit mengalami kesulitan.
Cerita dimulai dengan kelahiran seorang anak keturunan gipsi (penyihir Romania) yang diadopsi oleh pasutri dari Lebanon. Hidup dalam suasana perang Lebanon, akhirnya keluarga itu pun memutuskan untuk pindah ke kota London, Inggris. Di masa balita, Sherine, nama panggilannya, sudah menunjukkan keunikan yang tidak dimiliki oleh banyak anak seusianya. Sherine mempunyai anugerah untuk melihat roh-roh, termasuk pada satu waktu dia mendapat penampakan dari Bunda Maria yang disebutnya sebagai wanita berjubah putih. Kemampuannya ini membuat kedua orang tua angkatnya merasa kawatir dengan kehidupannya. Sherine pun kerap dijumpai sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat.
Beranjak dewasa, kedua orang tua angkat Sherine membeberkan bahwa sesungguhnya Sherine adalah anak adopsi yang diangkat dari panti asuhan Lebanon. Kejadian itu mengguncang Sherine remaja dan sempat membuat Sherine kehilangan semangat hidup. Namun, wataknya yang keras dan mandiri memampukannya bertahan dan seiring dengan perubahan nama Sherine menjadi Athena (nama dewi Yunani), Athena bertransformasi menjadi manusia yang selalu haus akan pengalaman baru. Maka, dimulailah perjalanan hidupnya yang menggugah jiwa.
Athena memutuskan untuk melanjutkan studi teknik di salah satu universitas di London. Aura dan kharisma Athena yang memancar keluar membuat orang-orang di sekitarnya mendekat kepadanya. Termasuk seorang laki-laki jurusan kedokteran, Peterssen demikian panggilannya, yang pada akhirnya nanti melamar Athena menjadi istrinya. Mereka menjalin asmara, dan keputusan mereka untuk menikah pada usia muda membuat Peterssen harus menanggalkan kuliahnya dan itu berearti dia harus melepas obesesinya menjadi seorang dokter. Namun, kehidupan rumah tangga mereka tak dapat bertahan lama setelah Athena melahirkan Viorel karena Peterssen merasa Athena hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan seorang anak. Peristiwa ini membuat Athena merasa tidak dicintai. Luka lama setelah pengakuan kedua orang tuanya kembali terbuka bahkan meninggalkan bekas yang dalam.
Sebagai single parentAthena berusaha menghidupi anaknya, Viorel, maka ia mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkan lowongan menjadi seorang sekretaris bank dan mereka harus tinggal di sebuah losmen tua. Setiap malam di losmen itu terdengar suara riuh musik dan orang menari. Berawal dari perasaan terganggu, Athena memberanikan diri untuk melihat apa yang sedang terjadi. Peristiwa itu membuatnya berkenalan dengan sebuah ritual tarian pembebasan jiwa. Athena merasa tarian adalah pilihan yang tepat untuk melepaskan semua masalah dan tekanan dalam hidupnya, maka ia pun mendalami dan berlatih menari. “Sejak masih kanak-kanak aku sudah terbiasa merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi kehidupan selalu membawaku jauh dar-Nya. Musik hanya satu cara yang kutemukan untuk mendekat, tetapi itu tidak cukup. Setiap kali aku menari aku melihat cahaya dan cahaya itu kini memintaku berjalan labih jauh. Tapi aku tidak bisa meneruskannya sendirian, aku butuh seorang mengajariku”. - Athena hal. 91-92
Ritual tari yang dilakukan Athena ternyata membawa perubahan nyata dalam kehiudannya sehingga menarik teman-teman kantornya untuk melakukan yang Athena lakukan. Pengaruh Athena ternyata berimbas pada prestasi kerjanya di bank sehingga ia dipromosikan bekerja di Dubai. Athena selalu dibayangi “ruang kosong” yang selalu membuatnya merasa tidak puas dengan segala pencapaiannya. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan seorang wanita seniman kaligrafi. Kehausannya untuk mengisi ruang kosong dalam hidupnya membuatnya mempelajari kaligrafi yang adalah ilmu yang sama sekali baru dalam hidupnya. Semangat belajar dan ketekunannya membuatnya dengan cepat mengusai seni kaligrafi bahkan ia merasa bisa menemukan Allah melalui kaligrafi. “Caraku mendekati Allah adalah melalui kaligrafi dan pencarian arti sesungguhnya dari setiap kata. Hanya sebuah huruf mengharuskan kita menyaring daripadanya semua energi yang terkandung di dalamnya, seakan kita sedang menhukir artinya. Ketika teks suci ditulis, mereka memuat jiwa orang yang menulisnya yang menjadi alat untuk menyebarkan teks ke seluruh dunia. Dan aku tidak hanya berlaku untuk terks suci, tetapi untuk setiap goresan yang kita guratkan di atas kertas. Karena tangan yang menarik setiap garis merefleksikan jiwa orang yang membuat garis itu”. -Nabil Alaihi hal. 93
Melalui kaligrafi Athena mulai memahami ruang kosong yang ada dalam dirinya. Athena selalu gelisah mencari yang hilang dalam dirinya, ibunya! Kala itu Athena sedang berada pada tahap kesadaran yang paling matang. Perlahan-lahan Athena dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Pencariannya berlanjut sampai ke Bucharest, Romania. Dalam perjalanan mencari ibunya Athena berjumpa dengan Edda, wanita Skotlandia, yang bekerja sebagai dokter. Di Romania inilah Athena diperkenalkan dengan penyembahan kepada alam yang dalam novel itu disebut sebagai Sang Ibu oleh Edda. (Dalam novel-novelnya, Paulo Coelho memang kerap menggunakan sisi feminin Tuhan sebagai manifestasi ke-Allah-an). Lagi pula, perjumpaannya dengan ibu kandungnya semakin menegaskan tradisi gipsi yang mengalir dalam darahnya. Tradisi inilah yang membuat Athena lama ke lamaan mulai jatuh pada penyembahan alam yang dilakukan Athena, atas anjuran Edda, dengan mengajar ritual seperti meditasi kepada orang-orang di sekitarnya. Kesadaran Athena memang berkembang pesat mencapai tingkat paling matang, namun bagaimana pun apa yang menjadi pergulatan Athena belum bisa diterima orang-orang pada umumnya sehingga ia malah mendapat julukan Sang Penyihir dari Portobello. Bahkan Pendeta Buck, pemimpin keagamaan di London yang menyangka Athena dan para pengikutnya melakukan praktik penyembahan setan, menyuarakan dengan keras untuk menghapuskan gerakan Athena. Karakter Legenda Athena justru nampak ketika Athena terus berusaha bertahan di tengah gempuran dan tekanan institusi agama yang sudah mapan. Ia tak gentar mempertahankan apa yang dihayatinya selama ini sampai pada akhir hayatnya ia ditemukan tewas bersama anaknya. Bagaimanapun cerita yang berakhir tragis ini telah meninggalkan jejak dalam batin akan makna perjuangan membela iman walau mati adalah taruhannya. Kalau jaman sekarang mungkin kasusnya sama seperti Bom Bunuh Diri Marriot dan Ritz Carlton. Aku melihat sisi legenda Athena sebagai karakter yang luhur dan patut diteladani. Misi Athena hanya satu: “Aku ingin mengkahiri kemunafikan orang dari dunia dan bukan karena ketenaran nama, tapi supaya misi kebangkitan jaman baru (new age???) terselesaikan.”







NB: Romo, saya mau tanya...Yang dimaksud jaman baru itu apakah New Age...?
Apakah itu berarti Paulo Coelho itu New Age..?
Terima kasih Romo...

Refleksi Pengalaman Naik Kapal di anak Sungai Bengawan Solo…..

Pengalaman ini aku alami seusai live-in di Girisonta selama empat hari bersama sembilan temanku yang lain. Dari Girisonta aku langsung cabut ke Kota Solo. Sambil menyelam minum air, aku menunaikan tugas naik kapal sambil liburan di Kota Solo. Banyak hal yang aku peroleh yang tidak akan aku dapatkan jika aku hanya tidur di rumah. Mulai dari mengenal lebih dalam Kota Solo dan keluarga Ayok, aku juga bisa merasakan langsung naik kapal di anak Sungai Bengawan Solo. Sebenarnya aku agak ragu untuk mengatakannya kapal. Pasalnya, benda itu lebih mirip rakit daripada kapal apalagi kapal layar. Hanya dengan membayar Rp 10.000.- aku sudah bisa menikmati bolak balik anak Sungai Bengawan Solo.
Bisa dibayangkan keadaan di atas kapal. Karena memang berupa kapal (rakit) penyeberangan antar desa yang dipisahkan oleh sebuah sungai, kapal tak pernah sepi penumpang. Ada penumpang yang langsung membawa kendaraanya ke atas kapal ada juga penumpang yang hanya ingin merasakan bagaimana rasanya naik kapal di anak Sungai Bengawan Solo seperti aku dan temanku yang lain. Memang, aku tak sempat merasakan mengemudikan kapal itu karena keadaan benar-benar tidak memungkinkan, tapi cukuplah jika aku bisa merasakan menyeberang anak Sungai Bengawan Solo yang pasti tidak banyak orang yang bisa mengalaminya langsung. Beberapa pelajaran menarik yang bisa aku refleksikan dari pengalaman ini; pertama, aku menyadari bahwa sebuah kapal apapun bentuk dan modelnya pasti membutuhkan nahkoda yang mengemudikan kapal. Kapal tanpa nahkoda ibarat sayur tanpa garam. Dua substansi itu saling membutuhkan satu sama lain. Mereka saling membutuhkan dan saling melengkapi. Kedua, aku merasa kapal adalah simbol yang tepat untuk menggambarkan sebuah sinergi dalam komunitas. Di dalam kapal terdapat banyak peran yang mana masing-masing peran itu saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Nahkoda membutuhkan penumpang, karena tanpa penumpang apalah artinya kapal penyeberangan antar desa. Kerja sama dari masing-masing peran akan memperbesar kemungkinan mencapai tujuan yang ingin diraih.
Ketiga, dan ini yang paling penting yaitu tujuan. Kapal dibuat untuk berlayar mencapai tujuan tertentu. Kapal ibarat sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin diraih. Entah jauh atau dekat, yang penting ada tujuan yang akan dicapai. Sama seperti komunitas Medan Utama 2009/2010, sebagai sebuah komunitas pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Saya secara pribadi merefleksikan tujuan komunitasku adalah untuk semakin mencintai panggilan yang sudah dipilih. Cause Choose Your Love, Love Your Choice. Saya sudah memilih cintaku, sekarang tiba saat aku harus belajar mencintai panggilanku itu! Itulah yang menjadi tujuan pelayaran kami. Dan karena saya telah memilih imam sebagai cintaku, saya akan terus belajar untuk mencintai pilihanku itu.
Maka, bersama dalam komunitas Medan Utama kami akan saling mendukung panggilan untuk mencapai tujuan pelayaran ini. Semoga akan lahir para imam yang tangguh dan para awam yang gigih dari komunitas yang mengambil simbol kapal ini! Akhirnya, aku harus kembali berlayar bersama komunitasku dalam kapal Medan Utama‼!




Yustinus Pulung Wismantyoko
XI Sosial

Push to the Limit

-refleksi live in-
Pulung Wismantyoko, Yustinus
“Meskipun setiap orang rindu akan kebenaran, tapi reaksi pertama yang
muncul ketika berhadapan dengan kebenaran itu adalah takut
dan lari dari kenyataan”.
-Managamtua Heribertus
Simbolon SJ_12/10-09
Yang penting bukan di mana
Tapi bagaimana aku menjalaninya…
Refleksi ini tidak hanya mengisahkan perjuanganku memaknai setiap titik pengalaman live in-ku di KPTT (Kursus Pertanian Taman Tani), Salatiga, Jawa Tengah tetapi juga akan memberikan kesaksian tentang perjuanganku mengerahkan seluruh energiku untuk mencari Allah. Wuih kelihatannya keren kan, untuk itu silakan membaca refleksi sederhana ini semoga bisa menjadi insipirasi bagi kita semua
Pada tanggal 7 Oktober sampai dengan 12 Oktober 2009 semua seminaris Medan Utama angkatan 96 mendapat kesempatan untuk mengalami live in. Bagiku Live in itu tidak sekedar tinggal (live) tapi juga bagaiamana merasa in di tempat dan suasana baru. Maka, sebenarnya aku ditantang untuk live dan merasa in di mana pun aku berada.
Sebenarnya aku ingin sekali ditempatkan di SD Eksperimen Mangunan Kalasan, Yogyakarta. Selain bisa mengenal lebih dekat semangat dan humanisme Romo Mangun, aku juga bisa mengalami sendiri mendampingi anak-anak miskin di sana. Namun, apa mau dikata ternyata Tuhan menginginkan aku untuk belajar menyalurkan energi kreatifku dari tanaman. Aku diajak untuk belajar bertani di Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga, Jawa tengah. Pada prinsipnya aku menerima di manapun aku akan ditempatkan. Walau ada sedikit rasa kecewa tapi bagiku itu tidak menjadi masalah lantaran aku sudah mendisposisikan batinku bahwa “yang penting itu bukan di mana aku akan ditempatkan tapi bagaimana aku akan menjalani, tinggal (live) dan merasa in dengan suasana dan orang-orang baru”. Seperti kata Romo Mangun, “Di mana hati diletakkan di situlah proses belajar dan menjadi dewasa dimulai”, aku akan belajar dari kejutan-kejutan yang mungkin akan aku jumpai nanti. Aku akan selalu terbuka dengan berbagai pengalaman baru, orang-orang baru dan suasana baru.


Out of Boundaries
Selama hampir sembilan belas tahun aku hidup di dunia belum pernah aku mengenal tentang pertanian, kecuali satu kesempatan home stay lalu di Banyutemumpang, itu pun hanya 3 hari 2 malam. Selain itu, aku sama sekali buta pertanian. Sama sekali tak ada gambaran yang bisa menjelaskan kepadaku tentang apa yang akan terjadi nanti. Di satu sisi ada perasaan takut yang mengahalangiku melangkah lebih jauh, namun di sisi lain aku ditantang untuk siap sedia belajar dan beradaptasi di manapun aku berada.
Sampai pada titik itu aku tersadarkan oleh pengalaman outbound ketika libur lebaran lalu. Seperti halnya pengalaman outbound di Youth Center itu, untuk dapat keluar dari batasan-batasan (boundaries) pertama-tama aku harus belajar mengenali ketakutan-ketakutan yang selama ini menjadi benteng diriku. Dengan demikian akan lebih mudah bagiku untuk keluar dari wilayah nyamanku masuk ke wilayah berani yang mungkin sama sekali asing bagiku. Keberanianku untuk meluncur di tantangan Flying Fox dan mengatasi segala ketakutanku, menjadi titik tolakku untuk lebih berani mengatasi berbagai tantangan yang aku hadapi dalam hidup sehari-hari. Di manapun aku akan ditempatkan nanti aku akan siap sedia menerimanya dan terus beradaptasi dengan lingkungan baru.
Seperti tulisan di persimpangan Medan Utama, “Tujuan akan tercapai kalau kita berani melangkahkan kaki kita. Sebuah langkah besar selalu diawali dengan langkah-langkah kecil. Tugas kita adalah untuk memulai langkah-langkah kecil itu. Tuhan yang akan mengatur langkah-langkah kecil itu untuk menjadi langkah besar”, aku yakin keberanianku menerima segala tantangan itu akan membantuku mengatasi ketakutan dan kecemasanku, keluar dari batasan-batasan dan masuk ke wilayah berani.
Live di tengah komunitas baru ternyata tidak langsung membuatku merasa in. Aku mengalami ketegangan-ketegangan yang seperti menarikku ke berbgai arah. Pertama, aku harus berusaha masuk ke dalam komunitas yang sama sekali baru bagiku. KPTT (Kursus Pertanian Taman Tani) adalah semacam lembaga non-formal yang memberikan kursus kepada para calon petani pengusaha sukses! Berhubung bentuknya adalah asrama berarti aku harus beradaptasi dengan komunitas baru. Lagi pula peminat kursus pertanian yang mayoritas dari luar Jawa, terutama dari Medan, Flores, Kalimantan, dan Papua ini memaksaku berkomunikasi sesuai dengan logat dan budaya mereka. Di satu sisi aku merasa tertantang dan tidak sabar segera terjun ke dalam komunitas, di sisi lain masih ada rasa takut yang menghalangi langkah kecilku.
Kedua, di sana aku diajak untuk mengerjakan pekerjaan seorang petani. Aku mengalami sendiri mencangkul tanah, menyiram tanaman, memanen sayuran yang ternyata sangat melelahkan dan menguras seluruh energiku. Pada awalnya aku merasa satu hari seperti satu minggu. Aku merasa waktu begitu lambat berlalu dan terasa begitu lama. Melihat dua tantangan itu, aku seperti dihadapkan pada dua pilihan, aku diam dan seolah-olah tidak peduli dengan live in-ku, atau berusaha memperjuangkan pengalaman live in ini walau harus merasakan sakit dan lelah luar biasa. Aku sempat berpikir untuk mengambil pilihan yang pertama, karena memang lebih nyaman dan tidak membutuhkan lebih banyak energi untuk melakukannya. Tapi, ketika aku teringat prinsip hidupku, bahwa keberanian untuk mengambil langkah dan inisiatif akan membantu mengatasi segala ketakutan, aku seperti dimampukan untuk lebih berani mengerahkan semua energi yang aku miliki untuk beradaptasi dengan lingkungan baruku dan tidak lari dari kenyataan.
Aku tidak peduli begaimanapun sangar dan seremnya tampang preman mereka, yang aku tahu aku ingin sekali menjadi sahabat mereka. Ternyata benar, keberanianku memulai langkah kecil itu membuatku menyadari bahwa “TAMPANG BOLEH PREMAN, TAPI HATI SELUCU HELLO KITTY”. Pelan-pelan aku mulai merasa in dengan komunitas baruku ini. Aku live bersama mereka dan merasa in dengan budaya mereka.
Ketika aku berdoa mohon kekuatan, Tuhan memberikan aku tantangan agar aku lebih kreastif menjalani hidup. Ketika aku mohon kesabaran, Tuhan memberiku orang-orang yang menjengkelkan. Ketika aku memohon sahabat, Tuhan memberiku orang-orang dengan tampang preman dan sangar agar aku bisa mengalami dan menemukan makna persahabatan yang sejati. Tuhan selalu menantangku untuk selalu memilih lebih kreatif dan produktif. Tuhan tidak memberiku ikan agar langsung dapat aku makan. Tuhan memberiku kail agar aku bisa mengerahkan seluruh energi kreatifku dan dengan demikian aku lebih mampu bersyukur atas segala pengalaman hidup. Tuhan selalu mengajakku untuk PUSH TO THE LIMIT dan masuk ke wilayah berani!
Kebahagiaan Rohani
Ketika aku mengerahkan energiku sampai pada tetes energi terakhir aku seperti merasa mendapatkan energi yang lebih besar untuk menikmati setiap tantangan. Malahan Tuhan memberiku bonus berupa kebahagiaan rohani yang sangat menyegarkan dan membuat hidupku lebih cerah. Keping-keping keberanian yang telah aku kerahkan, membuatku tak lagi merasakan ketakutan yang aku alami sebelumnya. Ketika aku berani mulai mengambil langkah-langkah kecil, Tuhan telah mengatur langkah-langkah besar yang akan menggantikan langkah-langkah kecil itu.
Aku sama sekali tidak menyesal ditempatkan di KPTT Salatiga, malahan aku merasa sangat beruntung lantaran aku bisa menemukan pelajaran berharga untuk perkembangan panggilanku. Aku menyadari panggilanku itu seumpama sebuah benih yang disemaikan Tuhan di seminari. Tuhan telah menancapkan benih itu sejak pertama aku memutuskan masuk seminari, dan sekarang setelah selama hampir empat tahun menghidupi benih panggilan itu aku merasa mulai bertumbuh dan terus menjadi besar.
Pengalaman mengolah tanah, menyiram dan merawat tanaman, dan memanen membuatku merasakan sendiri bagaimana selama ini Tuhan telah bekerja keras merawat panggilanku. Tuhan itu ternyata seperti seorang petani yang setiap hari pergi ke ladang, mencangkul dan menyabit semua hama yang mengganggu, memberikan sentuhan cinta pada benih yang mulai bertumbuh menjadi tanaman dewasa. Panas terik matahari dan lelah yang menyerang tidak menghalangi Tuhan untuk senantiasa setia mencintai benih kehidupan itu. Setiap tetes keringat dan kreativitas Tuhan telah memampukanku untuk mengerahkan semua energiku sampai tetes energi terakhir.
Sekarang ketika aku melihat kembali keping-keping pengalaman itu, aku tak kuasa menahan kebahagiaan rohani yang aku rasakan ketika aku memaksa diriku sendiri untuk mengerahkan seluruh energi walau harus merasakan sakit. Semua yang aku lakukan ini, semata-mata karena aku mencintai panggilan yang telah Tuhan tanam dalam hidupku dan karenanya aku rela merasa sakit untuk memperjuangkannya. Cinta memampukanku untuk mengerahkan seluruh tenagaku dan berani merasakan sakit. Seperti kata Romo Agam, “Cinta tanpa merasa sakit belumlah cinta”.Push to the limit!!!

Choose Your Love♥, Love♥ Your Choice

Confirmatio Vitae_Yustinus Pulung Wismantyoko
“Untuk Melakukan kebenaran kita harus tabah dan merelakan apa yang kita inginkan. Termasuk impian kita”.
-Bibi May “The Spiderman 2”-

Choose Your Love♥, Love♥ Your Choice
Pada retret electio MM 2 lalu di Sangkal Putung, Klaten, aku telah memilih cintaku. Aku memilih imam sebagai my way of living, my love, my choice. Masih terekam jelas dalam benakku, bagaimana dinamika yang harus aku jalani untuk akhirnya memutuskan pilihanku itu. Dalam retret itu aku diajak untuk menghadirkan kembali pengalaman dicintai dan mencintai Allah. Mengutip kata-kata fr. Kurnia, “Allah mencintai manusia TANPA SYARAT! Allah mencintai manusia bukan karena DOING apa, bukan juga karena HAVING, tapi karena aku BEING Allah mencintaiku. Jadi, bukan karena apa yang aku miliki Allah mencintaiku, tapi karena memang Allah telah mencintaiku sejak semula dengan demikian aku harus membalas cintaNya. Semua sesi yang telah aku jalani itu sungguh-sungguh telah membantuku untuk menyadari keberadaanku. Akhirnya setelah pembersihan diri lewat pengakuan dosa, aku memutuskan panggilanku untuk menjadi imam! Saat itu aku begitu yakin bahwa kehendak Allah yang terjadi padaku.
Retret electio itu adalah langkah pertamaku. Aku diajak untuk mengenali motivasi panggilanku, mengenali kehendak Allah dan akhirnya CHOOSE MY LOVE. Langkah selanjutnya adalah LOVE MY CHOICE. Aku mencintai pilihanku….ini soal komitmen. Ya…panggilan itu tidak lebih dari komitmen atas cinta yang telah dipilih, komitmen atas suara hati dan tentunya komitmen atas kehendak Tuhan sendiri.
Aku menyadari bahwa panggilan itu seperti layaknya hidupku yang dinamis. Panggilan itu dinamis, kadang ada di atas kadang ada di bawah, kadang begitu berkobar kadang juga kering, garing…kriuk. Perjuanganku mencintai panggilan itu pun tidak mulus-mulus terus, ada kalanya terasa sangat membara namun disaat lain terasa loyo dan tak berdaya. Dinamika memang aku alami dalam perjuanganku untuk setia pada komitmen itu. Love my choice! Kabar baiknya adalah dalam keadaan hiburan rohani, ketika aku sungguh dekat dan merasakan panggilan dan cinta Tuhan, aku percaya bisa memutuskan secara benar. Benar! Benar karena dalam situasi konsolasi aku tidak lagi dipengaruhi godaan-godaan, bersih dari godaan, sehingga apa yang menjadi keputusanku aku percaya itu adalah kehendak Tuhan.
Sekali lagi, aku terus menekankan dalam diriku bahwa panggilan itu tak lebih dari komitmen. Seperti kata Romo Kristi Pr, Point of No-Return, titik di mana kita tak lagi bisa berbalik, aku ingin terus menghayati semangat yang aku rasakan setiap kali mengingat motivasi awalku masuk seminari. Mungkin aku terlalu naïf kalau mengatakan kesempatan ini sebagai Point of No-Returnku tapi cukuplah kalau aku bisa menjadi setia pada panggilanku setiap hari. Aku tidak mau menikmati kebahagiaan rohani ini sendiri. Aku bener-bener terdorong oleh semangat gede untuk membagikan kebahagiaan rohaniku ini kepada sebanyak mungkin orang. Maka, aku akan semakin menghayati panggilan seorang Yesuit sebagaimana telah aku putuskan dalam wawanhati dengan Romo Priyo Pr. Yesuit itu pendosa namun menyadari dipanggil Tuhan ….wah gue banget tuh! Aku akan berjuang menjadi setia dan komit dengan cinta yang telah aku pilih ini: YESUIT! Choose your love, love your choice..
Yesuit itu Pendosa, Wah Gue Banget tuh..!
Retret Medan Utama 11-14 November 2009 di Parakan merupakan “batu besar” sebagai titik tolak untuk menyiapkan perjalanan hidupku selanjutnya. Pada hari pertama retret aku langsung dihadapkan pada sebuah pertanyaan yang membuka semua rahasia panggilanku: “Pernahkah aku berjumpa dengan Tuhan dalam hidupku? Di mana? Kapan?
Pertanyaan ini begitu menohok sampai ke inti diriku: Pernahkah aku berjumpa denganNya? Dihantar dengan kisah perjalanan dua murid ke Emaus, aku menjelajah ruang-ruang batinku… kisah-kisah hidupku dalam refleksi harianku. Sama seperti Yesus yang menampakkan diri kepada kedua murid yang kecewa itu, aku menemukan titik-titik perjumpaanku dengan Tuhan dalam keping sejarah panggilan yang aku tulis setelah retret electio lalu. Seketika aku menyadari bahwa ternyata Yesus selalu menemaniku namun terkadang aku tak menyadarinya. Aku ingat puncak dari perjumpaan itu terjadi tepat pada tanggal 5 Maret 2009 ketika aku memutuskan panggilan hidupku. Saat itu merasakan kehadiran Tuhan yang begitu nyata dalam doa dan refleksiku. Memang aku tidak mempunyai anugerah untuk melihat hal-hal mistik, namun aku percaya akan Tuhan yang selalu hadir dalam doa dan sejarah hidupku. Aku percaya walau aku belum pernah melihat secara kasat mata. Aku percaya Yesus yang hadir dalam suara hatiku selama ini!
Dinamika retret mengantarku untuk mengalami dan menghadirkan kembali kisah kasih aku dan Yesus. Aku menyadari bahwa hidupku selama ini adalah rangkaian kisah antara aku dan Dia, sebuah kisah cinta. Pada hari kedua aku diajak untuk menyadari dan merasakan cinta Tuhan melalui keluargaku. Tuhan mencintaiku lewat pengalaman kasih keluargaku. Segala kenangan masa kecil bersama keluarga itu tak akan dapat aku lupakan seumur hidupku. Masa ketika aku bergitu tergantung dengan bantuan orang tua hingga kini ketika aku mulai beranjak dewasa adalah sebuah kisah cinta aku dan Dia. Saat itu aku melihat Tuhan yang hadir dalam suka duka hidupku, Tuhan yang memeluk sisi gelapku dan Tuhan yang mencintai kelemahanku.
Renunganku atas cinta Tuhan itu memuncak pada cinta Tuhan kepadaku dalam berbagai pengalaman kedosaanku. Aku ingat sebuah brosur yang berjudul Yesuit itu pendosa. Brosur itu menginsipirasiku untuk bertolak lebih ke dalam diriku. Aku menyadari aku adalah lelaki yang penuh dengan dosa. Begitu banyak dosa yang sempat membuatku lupa akan cinta Tuhan. Namun aku selalu dimampukan untuk kembali bertobat. Tuhan itu seperti Bapa yang baik dalam kisah Anak yang Hilang yang selalu merindukan manusia kembali dalam pelukan kasihnya. Sudah diampuni segala dosaku saja aku sudah senang…apalagi dipanggil, sama sekali tidak pernah tebanyang olehku. Tuhan tidak hanya mengampuni segala dosaku, namun juga memanggilku! Pengalaman kedosaan ini semakin memurnikan panggilanku, membantuku untuk melihat panggilan secara lebih realistis.
Yesuit itu Pendosa, namun dipanggil!!
Melihat hidup faktualku selama ini rasa-rasanya Yesuit itu kok gue banget ya. Retret confirmatio ini semakin menegaskan pilihanku. Aku semakin dimampukan untuk memantapkan diri atas pilihan yang telah aku putuskan. Aku telah memilih cintaku, kini tiba saat ketika aku mencintai pilihanku itu. CHOOSE YOUR LOVE. LOVE YOUR CHOICE!!!
-AMDG-



copyright©theTMProduction
2009

My Family, My Inspiration

Refleksi Sejarah Hidup _Yustinus Pulung Wismantyoko

Tuhan mengasihiku jauh lebih baik
daripada aku mampu mencintai diriku sendiri...
Pada awalnya adalah pengalaman DICINTAI ALLAH.
Ketika aku diajak untuk kembali melihat jejak sejarah kehidupanku selama ini, aku hanya bisa bersyukur karena Allah sungguh berkarya dalam hidupku. Bercermin dari sejarah hidup ini justru semakin menegaskan pengalaman Allah yang mencintaiku. Bahwa aku dilahirkan, dipilihkan tempat, hidup dan besar di lingkungan keluargaku, itu semata-mata karena Allah mencintai aku. Allah telah meletakkan aku secara sengaja sesuai dengan maksud rencana-Nya. Lingkungan itulah yang mengantarku sampai pada saat ini dan di sini. Lingkungan itulah mempengaruhi pembentukan diriku sekarang. Keluargaku adalah rahmat Allah yang sangat besar bagiku.

***
Sweet Memories…
Sama sekali tak terbayang bagiku, bagaimana perjumpaan kedua orang tuaku kala itu. Namun, aku yakin dan sepenuhnya percaya, benih cinta yang tumbuh di antara mereka berdua telah membuahkan sebuah keluarga yang kental suasana kesederhanaan dan kreativitas. Sama seperti gambaran Allah bagiku, sederhana tetapi tetap kreatif. Kasih sayang yang aku terima dari kedua orang yang paling berpengaruh dalam hidupku itu mendesakku untuk menyadari pengalaman kasih Allah yang tercurah melalui kedua orang tuaku. Ketelitian dan kesungguhan mereka dalam memberi pendidikan dan kasih sayang padaku semakin memantapkanku bahwa Allah sungguh mencintaiku tanpa syarat.
Aku melalui masa kecil di tengah keluarga yang utuh. Ada bapak, ibu, kakak, dan dua adik. Aku sendiri adalah anak kedua dan adalah anak laki-laki paling tua. Oleh karena itu, aku merasa mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keluarga, demikian sering dikatakan ibu kepadaku. Keutuhan keluargaku itulah yang selalu aku syukuri karena aku menyadari banyak orang tidak mempunyai kesempatan semacam itu. Aku bersyukur boleh mengalami kasih dari bapak, ibu, kakak, dan adik-adikku. Sebagai seorang anak aku sendiri tetap merasakan kasih dari orang tua yang adil. Walau kami hidup dalam sebuah “keluarga besar”, tapi itu tidak menjadi masalah bagi kami karena kami sudah terbiasa untuk saling berbagi tanpa merasa kehilangan. Sejak kecil ibu selalu mengajarkan untuk saling berbagi dalam keadaan apa pun. Kasih yang dibagikan malah akan terasa keutuhannya, demikian ibu pernah berkata kepada kami. Itulah sebabnya, ketika aku memutuskan masuk seminari kedua orang tuaku dengan tulus mendukung keputusanku, karena mereka percaya dengan masuk seminari berarti aku sudah membagi kasih sekaligus mempersembahkan diri kepada Tuhan.
Aku tidak pernah menyesal dilahirkan di tengah-tengah keluargaku, malah aku bangga karena pernah mengalami perjumpaan dengan kedua orang tuaku. Sebab, dengan demikian aku bisa merasakan Allah yang mencintaiku saat ini dan di sini (hic et nunc). Allah yang mencintaiku lewat pengalaman manis!!!

Pengalaman Luka Batin….hiks…
Namun, selain berbagai pengalaman manis yang aku alami bersama keluargaku, ada juga pengalaman pahit yang sempat aku cecap bersama keluargaku. Pokoknya, segala pengalaman merasa tidak dicintai, tidak dicintai, tidak diterima, kesepian pada masa lalu yang menggoreskan luka batin dalam hidupku telah membawaku pada pengalaman dicintai Allah yang semakin mendalam. Memang, aku akui aku merasa tidak nyaman ketika harus mengingat-ingat lagi pengalaman disuruh menjilat sandal temanku, atau pengalaman kegelapan masa SMP yang adalah puncak pengalaman aku tidak dicintai orang lain. Tapi, justru dari berbagai pengalaman luka batin itu aku semakin merasakan pengalaman berjumpa dengan Allah yang semakin mendalam. Malahan, aku bersyukur kepada Tuhan karena boleh mengalami sendiri pengalaman kesepian, tidak dicintai orang lain, karena dengan demikian aku semakin merasakan pengalaman aku dicintai oleh Allah.
Satu hal, aku bersyukur kepada Allah karena boleh menghadirkan kembali pengalaman pahit itu, karena dari situ aku boleh mengalami perdamaian dengan masa laluku tanpa aku harus melupakannya. Pokoknya, segala pengalaman pahit dan tidak dicintai di masa lalu itu tidak akan aku hapus dari buku sejarah hidupku. Akan aku biarkan membekas dalam hidupku agar aku bisa melihatnya lagi dan dengan demikian aku bisa merasakan pengalaman Allah yang mencintaiku dalam suka duka hidupku.
Segala pengalaman pahit dan sakit itu tak sebanding dengan berbagai pengalaman cinta yang pernah aku alami sendiri baik dalam keluarga, sekolah, dan dalam setiap sudut kehidupanku. Segala pengalaman cinta itu sudah cukup membuktikan kepadaku betapa Allah mencintaiku apa adanya, tanpa syarat. Betapa Allah telah menyentuh hatiku dan memberi kesegaran bagi jiwaku yang tandus. Terlebih, melalui pengalaman tobat dan pengakuan dosa, aku diajak untuk bisa berdamai dengan setiap orang yang pernah aku jumpai. Tuhan telah mengajarkan kepadaku, agar segala dosa dan kesalahanku diampuni oleh Tuhan terlebih dulu aku harus belajar mengampuni sesamaku walaupun sulit aku lakukan.
Singkat cerita, pengalaman masa kecilku adalah pengalaman bahagia bersama keluargaku. Aku bisa merasa home di tengah keluargaku dan aku mencintai saat-saat bersama keluarga. Berbagai pengalaman entah suka maupun duka itu telah menjadi satu dalam diriku dan semakin memperkaya hidupku. Aku bersyukur atas pengalaman kasih dalam keluarga sekaligus atas pengalaman sakit yang aku lalui bersama keluarga. Aku bersyukur karena aku masih bisa bersyukur! My family is my inspiration…
***

Sekarang, ketika aku telah beranjak dewasa, aku semakin memahami dan merasakan kemerdakaan yang luar biasa. Terlebih, ketika aku telah memutuskan panggilanku untuk menjadi seorang imam pada Retret Electio (2-6 Maret 2009). Segala pengalaman dicintai oleh Allah telah mengubah hidupku. Sentuhan kasih-Nya memampukanku untuk berjuang menanggapi panggilan-Nya walaupun kadang terasa sakit. Tuhan mengasihiku jauh lebih baik daripada aku mampu mencintai diriku sendiri.

Refleksi Keputusan Panggilan

FIAT VOLUNTAS TUA!

Oleh: Yustinus Pulung Wismantyoko
Fiat Voluntas Tua!
Tepat pada tanggal 5 Maret 2009, di Rumah Retret Panti Samadi Sangkal Putung, Klaten, Jawa Tengah, aku memutuskan panggilan hidupku. Setelah menjalani berbagai sesi untuk mendisposisikan batin dan pengakuan dosa, pada hari keempat Retret Electio itu akhirnya aku dimampukan untuk memutuskan menjadi seorang imam. Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu! Bahwa panggilan itu sungguh bersumber dan berpuncak pada kehendak Tuhan. Aku terus berdoa semoga apa pun yang menjadi keputusanku ini bukan semata-mata karena idealisme pribadiku, tetapi sungguh sesuai dengan kehendak Tuhan.
***
Bercermin dari Kehidupan Aktualku…
Pada awalnya adalah sebuah pengalaman rohani…
Pengalaman berjumpa dengan Allah, mendengarkan, merasakan kehadiran Allah dalam hidupku…
Dalam kesunyian dan ketenangan batin aku sungguh merasakan Allah yang hidup dan nyata hadir dalam berbagai peristiwa manusiawi hidupku selama ini. Dalam suasana doa aku sangat terbantu untuk mengalami sendiri perjumpaan dengan Allah dalam ekaristi, meditasi, kontemplasi, rekonsiliasi, dll. Aku percaya Allah hadir melalui panca inderaku, rasa dan budiku. Allah menggunakan berbagai sarana manusiawi untuk hadir di tengah-tengah kehidupanku. Dalam keadaan hiburan rohani itulah, aku percaya keputusan panggilanku sungguh-sungguh sesuai kehendak Allah. Aku percaya segala belenggu kemerdekaanku; dosa, dan kecenderungan manusiawiku ditanggalkan oleh Tuhan agar aku bisa memutuskan panggilan. Fiat Voluntas Tua!
Keputusanku untuk menjadi seorang imam bukannya tanpa dasar. Dengan tetap membuka mata bahwa panggilan itu pertama dan terutama berasal dari inisiatif Allah, aku mencoba melihat kembali kehidupan aktualku selama di seminari ini. Bagaimana kehidupan aktualku itu sungguh-sungguh memberikan penegasan atas keputusan panggilanku? Bagaimana kehidupan doaku, studi,dan kepribadian? Bagaimana pergulatanku mengolah bibit panggilan yang sudah ditancapkan sejak 16 Juli 2006? Dan, bagaimana kemurnian motivasi panggilanku selama ini?
Ketika aku bercermin kembali dari pengalamanku memutuskan untuk masuk seminari dulu, sama sekali tidak ada motivasi untuk menjadi seorang imam? Imam tak pernah masuk dalam daftar cita-citaku! Sama sekali tidak ada gambaran untuk menjadi seorang imam. Maka, dapat dikatakan bahwa aku memulai petualangan panggilanku dalam sebuah tanda tanya. Bisa dibayangkan orang yang melangkah dalam sebuah tanda tanya, betapa hidupnya penuh dengan ketidakpastian.Tetapi, tanpa aku sadari Tuhan telah menancapkan bibit panggilan sejak saat itu. Tuhan telah merawat dan menyiram bibit panggilan itu dalam sebuah pesemaian (seminarium) bibit panggilan imamat. Harus aku akui, pada awal perkembangan panggilanku Tuhan sendiri yang berkarya dalam hidupku.
Perkembangan-Perkembangan Hidup…
Namun, bukankah hidup adalah sesuatu yang harus dijalani bukan sesuatu yang harus dipecahkan!! Akhirnya aku menjalani masa SMA-ku di sebuah sekolah calon imam, Seminari Menengah Mertoyudan. Sampai selama tiga setengah tahun ini aku hidup di pesemaian ini, toh aku masih bisa bertahan. Bahkan, aku harus mengatakan bahwa telah terjadi perkembangan dalam kehidupanku selama di seminari ini. Mungkin benar sebuah adagium yang berkata: Seminari, Garbage In Gold Out! Aku merasa tidak hanya berkembang dalam hidup panggilanku saja, tetapi lebih dalam dari itu aku mengalami perkembangan dalam setiap aspek kehidupanku. Mulai dari kehidupan doa dan panggilan, kesehatan jiwa-raga, sampai kebiasaan belajarku terolah dengan baik di seminari ini. Akhirnya, kali ini aku tak bisa menahan untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena aku diberi kesempatan untuk menjadi anggota keluarga Seminari Menengah Mertoyudan. Terima kasih kepada semua staf, guru-guruku yang selalu setia, kepada teman-temanku sapanggilan, terima kasih juga kepada semua karyawan di seminari! Sungguh tanpa kehadiran kalian dalam kehidupanku, aku bukan siapa-siapa!
Choose Your Love, Love Your Choice…
Aku telah memilih cintaku, sekarang tiba saat ketika aku harus mencintai pilihanku itu.Yang aku butuhkan sekarang adalah keberanian untuk mempertanggungjawabkan keputusan yang telah aku ambil di hadapan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan terlebih di hadapan Tuhan. Sama ketika aku memutuskan untuk melanjutkan SMA di Seminari Menengah Mertoyudan, aku berusaha sekuat daya untuk menghidupi panggilanku. Lagi pula, dalam perjalananku mengolah bibit panggilan ini aku merasa enjoy dan fun. Aku bahagia bisa merasakan pengalaman bekerja bersama Allah. Sekarang, setelah tiga setengah tahun bulan berjalan, bibit panggilan itu mulai bertunas. Aku akan berusaha mencintai panggilan imamat ini dengan seungguh-sungguh.
Ketika aku memutuskan menjadi seorang imam, aku siap dengan segala risiko yang akan aku terima. Salib! Aku sadar salib dan penderitaan adalah jalan yang akan aku tempuh sebagai murid Kristus. Tapi aku percaya kebangkitan dan kebahagiaan yang akan aku terima tak sebanding dengan salib dan penderitaan itu. Aku percaya ketika aku mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu, segalanya akan ditambahkan kepadaku. Maka, Terjadilah padaku menurut kehendakMu!
Yesuit, Gue Banget…!
Pejuanganku untuk mencintai apa yang sudah aku pilih ketika retret electio ternyata tidak mudah juga. Aku menyadari situasi panggilanku seperti orang pada umumnya, kadang di atas kadang di bawah. Tapi aku merasa sangat terbantu setiap kali mengingat hiburan rohani yang aku alami ketika aku memilih imam sebagai way of life- ku. Ya, aku merasakan kebahagiaan yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata ketika aku dengan sadar dan bebas memutuskan masa depanku. Lantas, imam macam apa yang ingin aku hidupi?
Sebenarnya sudah lama aku tertarik dengan panggilan menjadi Yesuit. Aku ingat ketertarikan itu pertama kali muncul ketika aku masih di Medan Pratama. Berawal dari ketertarikan pada seorang Imam Yesuit, sebut saja namanya Romo Nano SJ, aku sendiri merasa ingin menjadi salah satu bagian dari mereka. Aku tertarik dengan karisma Romo Nano dalam membawakan sabda Tuhan secara lebih fun dan anak muda banget! Berangkat dari pengalaman itu aku terus mencoba untuk mengenal Yesuit dari buku-buku dan perjumpaan dengan pribadi-pribadi serikat.
Perjuanganku untuk mencintai Yesuit akhirnya aku proklamasikan ketika Retret Confirmatio di Parakan November 2009 lalu. Saat itu aku sungguh-sungguh mencoba untuk melihat lebih ke dalam diriku, apakah aku sungguh ingin menjadi Yesuit?! Dalam sebuah permenungan tiba-tiba muncul pertanyaan: Jika memang Yesuit, mengapa Yesuit dan bukan yang lain?! Pertanyaan itu membayangiku sepanjang retret, dan memaksaku untuk melihat kembali motivasi panggilanku. Aku menyadari tidak cukup dengan sekedar ketertarikan dari luar saja, lebih dari itu aku perlu melihat motivasi internalku. Maka, aku mencoba untuk kembali melihat kehidupan aktualku selama ini, mengapa aku memilih Yesuit dan bukan yang lain!
Yesuit itu pendosa yang dipanggil Tuhan! Kalimat itu dengan tepat menggambarkan jawaban dari pertanyaanku itu. Aku seperti menemukan kecocokan antara aku dan Yesuit, ada semacam bunyi klik! Ya, aku menyadari bahwa aku ini penuh dosa dan kesalahan, tapi cinta Tuhan kepadaku telah memampukanku untuk menyadari bahwa Tuhan telah memanggilku. Itu saja! Lagi pula, dalam berbagai perjumpaan dengan pribadi Yesuit selama ini aku merasakan kebahagiaan tersendiri ketika bersama dengan mereka. Aku membayangkan menjadi salah satu dari mereka.
Menyadari hal itu, dalam waktu-waktu menjelang solisitasi ini aku mencoba merasakan sendiri hidup seperti layaknya seorang Yesuit. Mengutip tanggapan Romo Agam SJ dalam refleksi harianku, cobalah untuk berpikir seperti Yesuit, merasa seperti Yesuit, bertindak seperti Yesuit, dan hidup seperti Yesuit! Aku mencoba menghidupi semangat Yesuit dalam hidup harianku, magis dan siap sedia!!! Aku sering mengangkatnya menjadi tema refleksi harianku, semata-mata karena aku sungguh mencintai pilihanku ini dan aku bahagia karenanya. Dan tanpa aku sadari, semangat itu telah menjadi bagian dalam hidupku dan aku merasakan kebahagiaan! Maka, jawaban dari pertanyaan, mengapa aku memilih Yesuit dan bukan yang lain adalah karena aku merasa cocok dengan semangat Yesuit yang coba aku hidupi selama ini, dan karena bagiku Yesuit itu gue banget! Aku ingin dibentuk dalam serikat yang berlindung di bawah nama Yesus ini, dan terus berdoa semoga hal ini sungguh merupakan kehendak Tuhan dan bukan sekedar idealism pribadi. AMDG!!! Yesuit gue banget!!!

Saturday, October 17, 2009

puncta

Siapakah yang Terbesar?...
Mat 18: 1-5
1. Teks:
Dalam perjalanan menuju Kapernaum, murid-murid Yesus mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Melihat hal itu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid-Nya dan berkata: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Lalu Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, sambil memeluknya Ia berkata: “Barangsiapa menyambut anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku , bukan Aku yang disambutnya tetapi Dia yang mengutus Aku. Sebab yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”
2. Tafsir:
a. Pembaca 1 (konteks jaman itu)
Kalau mau lebih dicermati, bab 18 injil Matius ini banyak berisi tentang sabda dan ajaran Yesus tentang hubungan sesama manusia. Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya bagaimana mereka harus bersikap kepada sesama jemaat. Mulai dari sikap rendah hari seperti anak kecil (18:1-5), tidak boleh menyesatkan (18:6-11), dan mengampuni (18: 21-35).
Dalam injil Matius ayat 18: 1-5 ini, Matius menyoroti tentang kepemimpinan Kristiani. Matius mempunyai idealisme sendiri mengenai seorang pemimpin. Matius mengharapkan agar pemimpin jemaat adalah orang-orang yang mempunyai sikap rendah hati seperti anak kecil. Pemimpin jemaat yang rendah hati tidak akan bersikap semena-semena dan tidak menganggap diri sebagai yang terbesar. Sebagai satu tim jemaat, mereka bersinergi dan saling membantu. Tidak ada yang menjadi “superman”, yang ada hanya “superteam”.
Pertanyaannya, siapakah pemimpin itu?
Yesus sendiri bersabda: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”. Dari sini kita dapat menafsirkan bahwa pemimpin yang digambarkan Matius adalah pemimpin yang melayani.
Lantas, di mana good newsnya? Di mana kabar gembiranya?
Gambaran pemimpin yang diharapkan Matius sama sekali berbeda dengan gambaran pemimpin rakyat pada masa itu. Konteks jaman itu pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka, karena mereka berpikir mereka adalah yang terbesar dan paling berkuasa. Gambaran ini sangat kontroversial dan justru karena itulah sabda Yesus menjadi angin segar dan good news bagi jemaat kala itu. Pemimpin yang diharapkan Yesus adalah pemimpin yang melayani, pemimpin yang berkarakter rendah hati seperti anak kecil.
b. Pembaca 2 (kita di jaman sekarang)
Apakah good news 2000 tahun yang lalu itu masih relevan dan tetap menjadi good news untuk jaman sekarang?!
Sebuah punctum yang ingin saya refleksikan dalam renungan ini adalah kepemimpinan yang melayani. Dalam sebuah komunitas pasti dibutuhkan pemimpin, demikian pula sebaliknya. Maka, diperlukan sinergi dan kerja sama dari kedua belah pihak. Seminari sendiri menyediakan banyak sarana untuk kita belajar menjadi pemimpin lewat berbagai keorganisasian baik OSIS maupun medan.
Sebuah komunitas itu seperti halnya tubuh manusia. Ada organ-organ yang saling bekerja sama dalam satu kesatuan tubuh manusia di bawah koordinasi otak. Berikut ini akan saya ceritakan sebuah debat imajinatif yang mau menggambarkan pentingnya sikap rendah hati sang pemimpin.
Otak: jelas kan, di antara kita sayalah, Otak yang paling mempunyai peranan paling penting, perencana dari semua kegiatan dalam hidup. Kalian hanya sebagai pembantu-pembantu saya.
Jantung: jangan besar kepala kamu, mentang-mentang tempatmu di atas. Siapa yang berperan mendistribusikan makanan ke seluruh tubuh kalau bukan aku, Jantung. Tanpa memperoleh jatah makanan, terutama oksigen kau tidak akan bertahan hidup.
Paru-paru: sudahlah, jangan bertengkar. Siapa sih yang memasok oksigen yang mutlak diperlukan untuk hidup, kalau bukan aku, Paru-paru. Sedikit berkurang aku memasok oksigen, kalian sudah menjadi lemas.
Usus: memang kita juga tahu kalau kita semua butuh oksigen. Tapi apa Cuma itu kebutuhan makanan kita. Siapa yang memproses makanan yang masuk ke dalam tubuh. Jadi aku jangan diremehkan begitu.
Gigi: hai usus, apa kau kira kau bisa mencerna makanan tanpa kubantu melumatkannya. Kalau aki lagi tidak enak sehingga tidak sempurna dalam melumatkanny, kau pasti protes dan harus bekerja lebih keras.
Ginjal: aku setuju pada kawan jantung bahwa dialah yang mempunyai peranan paling penting karena mendistribusikan makanan ke seluruh tubuh. Walaupun cukup makanan, tetapi kalau tidak ada yang mengedarkan akan tertimbun di suatu tempat dan banyak yang tidak kebagian. Tapi, kalau aku tidak mencuci darahyang harus mengangkut sari makanan ke seluruh tubuh makanan akan menjadi kotor dan mencemari tubuh kita. Jadi aku juga punya peranan yang perlu kalian pertimbangkan.
Anus: apa sih yang kalian perdebatkan. Masing-masing ingin dianggap paling penting. Kenapa mesti rebut kalau memang sudah menjadi kewajiban kita ya jalankan saja. Kita ini kan sama, yang membedakan hanya tugas dan kewajibannya.
Otak, jantung, paru-paru, usus, gigi, ginjal, dan organ lainnya yang belum sempat bicara serentak bereaksi.
Hai kau anus, tidak usah ikut-ikutan. Tempatmu itu paling bawah, baumu tidak sedap, dan kita semua tahu bahwa kau hanya bertugas membuang kotoran. Jadi untuk apa kau ikutan nimbrung, tahu dirilah kau!
Anus: ya sudah aku akan diam dan beristirahat sebentar, aku sudah capek.
Nah, apa jadinya kalau anus sampai mogok kerja. Dalam waktu tidak lebih dari tiga hari mungkin tubuh kita sudah merasa sakit dan tidak beres, sembelit….
Debat di atas sebenarnya tidak perlu terjadi jika otak sebagai pusat koordinasi (koordinator) tidak memulai perdebatan. Justru karena otak merasa sebagai yang terbesar di antara semua organ, muncul sikap semena-mena dan meremehkan organ yang lain. Padahal sebagai pemimpin, otak diharapkan bisa melayani organ-organ yang lain agar bisa bekerja dengan baik. Malahan saya setuju dengan anus yang mengatakan bahwa tidak penting memperdebatkan siapa yang terbesar di antara semua organ, yang penting adalah menjalankan tugas dan kewajiban dengan sepenuh hati dan professional. Dari sini kita sebenarnya sudah semakin memahami good news dari sabda Yesus di atas, bahwa siapa yang mau menjadi terdahulu hendaklah ia menjadi yang terakhir, siapa yang ingin menjadi pemimpin hendaklah ia menjadi hamba dan pelayan. Maka, saya merasa bahwa sabda Yesus di atas sangat relevan dan masih menjadi good news sampai hari ini.
Saya percaya di antara teman-teman pasti tidak ada yang bersikap seperti otak. Buktinya, ketika kita diajukan sebagai ketua atau koordinator biasanya kita menolak dan menyerahkannya kepada orang lain. Kita mungkin merasa bahwa sebagai seorang koordinator kita malah repot dan harus melayani teman-teman kita. Apalagi dengan menjadi koordinator bukan berarti mendapat keistimewaan khusus. Misalnya, dengan menjadi bidel umum OSIS kita mendapat keistimewaan untuk tidak opera. Bukan seperti itu kan! Justru ketika kita dipercaya menjadi seorang koordinator kita harus memberi teladan yang baik dan melayani teman-teman kita.
Terakhir, saya hanya ingin menegaskan kembali sabda Yesus bahwa seorang pemimpin kristiani itu adalah pemimpin yang melayani. Lagi pula, kelak ketika kita lulus dari seminari ini kita kan akan menjadi pemimpin, baik awam maupun imam. Maka, jadilah pemimpin yang melayani…Paling tidak itu yang ingin saya sharingkan dan semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman. Saya tidak tahu persis apa yang akan menjadi khotbah romo besok, tapi paling tidak malam ini kita semakin menyadari pentingnya peran seorang pemimpin yang melayani.