Saturday, October 17, 2009

puncta

Siapakah yang Terbesar?...
Mat 18: 1-5
1. Teks:
Dalam perjalanan menuju Kapernaum, murid-murid Yesus mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Melihat hal itu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid-Nya dan berkata: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Lalu Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, sambil memeluknya Ia berkata: “Barangsiapa menyambut anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku , bukan Aku yang disambutnya tetapi Dia yang mengutus Aku. Sebab yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”
2. Tafsir:
a. Pembaca 1 (konteks jaman itu)
Kalau mau lebih dicermati, bab 18 injil Matius ini banyak berisi tentang sabda dan ajaran Yesus tentang hubungan sesama manusia. Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya bagaimana mereka harus bersikap kepada sesama jemaat. Mulai dari sikap rendah hari seperti anak kecil (18:1-5), tidak boleh menyesatkan (18:6-11), dan mengampuni (18: 21-35).
Dalam injil Matius ayat 18: 1-5 ini, Matius menyoroti tentang kepemimpinan Kristiani. Matius mempunyai idealisme sendiri mengenai seorang pemimpin. Matius mengharapkan agar pemimpin jemaat adalah orang-orang yang mempunyai sikap rendah hati seperti anak kecil. Pemimpin jemaat yang rendah hati tidak akan bersikap semena-semena dan tidak menganggap diri sebagai yang terbesar. Sebagai satu tim jemaat, mereka bersinergi dan saling membantu. Tidak ada yang menjadi “superman”, yang ada hanya “superteam”.
Pertanyaannya, siapakah pemimpin itu?
Yesus sendiri bersabda: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”. Dari sini kita dapat menafsirkan bahwa pemimpin yang digambarkan Matius adalah pemimpin yang melayani.
Lantas, di mana good newsnya? Di mana kabar gembiranya?
Gambaran pemimpin yang diharapkan Matius sama sekali berbeda dengan gambaran pemimpin rakyat pada masa itu. Konteks jaman itu pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka, karena mereka berpikir mereka adalah yang terbesar dan paling berkuasa. Gambaran ini sangat kontroversial dan justru karena itulah sabda Yesus menjadi angin segar dan good news bagi jemaat kala itu. Pemimpin yang diharapkan Yesus adalah pemimpin yang melayani, pemimpin yang berkarakter rendah hati seperti anak kecil.
b. Pembaca 2 (kita di jaman sekarang)
Apakah good news 2000 tahun yang lalu itu masih relevan dan tetap menjadi good news untuk jaman sekarang?!
Sebuah punctum yang ingin saya refleksikan dalam renungan ini adalah kepemimpinan yang melayani. Dalam sebuah komunitas pasti dibutuhkan pemimpin, demikian pula sebaliknya. Maka, diperlukan sinergi dan kerja sama dari kedua belah pihak. Seminari sendiri menyediakan banyak sarana untuk kita belajar menjadi pemimpin lewat berbagai keorganisasian baik OSIS maupun medan.
Sebuah komunitas itu seperti halnya tubuh manusia. Ada organ-organ yang saling bekerja sama dalam satu kesatuan tubuh manusia di bawah koordinasi otak. Berikut ini akan saya ceritakan sebuah debat imajinatif yang mau menggambarkan pentingnya sikap rendah hati sang pemimpin.
Otak: jelas kan, di antara kita sayalah, Otak yang paling mempunyai peranan paling penting, perencana dari semua kegiatan dalam hidup. Kalian hanya sebagai pembantu-pembantu saya.
Jantung: jangan besar kepala kamu, mentang-mentang tempatmu di atas. Siapa yang berperan mendistribusikan makanan ke seluruh tubuh kalau bukan aku, Jantung. Tanpa memperoleh jatah makanan, terutama oksigen kau tidak akan bertahan hidup.
Paru-paru: sudahlah, jangan bertengkar. Siapa sih yang memasok oksigen yang mutlak diperlukan untuk hidup, kalau bukan aku, Paru-paru. Sedikit berkurang aku memasok oksigen, kalian sudah menjadi lemas.
Usus: memang kita juga tahu kalau kita semua butuh oksigen. Tapi apa Cuma itu kebutuhan makanan kita. Siapa yang memproses makanan yang masuk ke dalam tubuh. Jadi aku jangan diremehkan begitu.
Gigi: hai usus, apa kau kira kau bisa mencerna makanan tanpa kubantu melumatkannya. Kalau aki lagi tidak enak sehingga tidak sempurna dalam melumatkanny, kau pasti protes dan harus bekerja lebih keras.
Ginjal: aku setuju pada kawan jantung bahwa dialah yang mempunyai peranan paling penting karena mendistribusikan makanan ke seluruh tubuh. Walaupun cukup makanan, tetapi kalau tidak ada yang mengedarkan akan tertimbun di suatu tempat dan banyak yang tidak kebagian. Tapi, kalau aku tidak mencuci darahyang harus mengangkut sari makanan ke seluruh tubuh makanan akan menjadi kotor dan mencemari tubuh kita. Jadi aku juga punya peranan yang perlu kalian pertimbangkan.
Anus: apa sih yang kalian perdebatkan. Masing-masing ingin dianggap paling penting. Kenapa mesti rebut kalau memang sudah menjadi kewajiban kita ya jalankan saja. Kita ini kan sama, yang membedakan hanya tugas dan kewajibannya.
Otak, jantung, paru-paru, usus, gigi, ginjal, dan organ lainnya yang belum sempat bicara serentak bereaksi.
Hai kau anus, tidak usah ikut-ikutan. Tempatmu itu paling bawah, baumu tidak sedap, dan kita semua tahu bahwa kau hanya bertugas membuang kotoran. Jadi untuk apa kau ikutan nimbrung, tahu dirilah kau!
Anus: ya sudah aku akan diam dan beristirahat sebentar, aku sudah capek.
Nah, apa jadinya kalau anus sampai mogok kerja. Dalam waktu tidak lebih dari tiga hari mungkin tubuh kita sudah merasa sakit dan tidak beres, sembelit….
Debat di atas sebenarnya tidak perlu terjadi jika otak sebagai pusat koordinasi (koordinator) tidak memulai perdebatan. Justru karena otak merasa sebagai yang terbesar di antara semua organ, muncul sikap semena-mena dan meremehkan organ yang lain. Padahal sebagai pemimpin, otak diharapkan bisa melayani organ-organ yang lain agar bisa bekerja dengan baik. Malahan saya setuju dengan anus yang mengatakan bahwa tidak penting memperdebatkan siapa yang terbesar di antara semua organ, yang penting adalah menjalankan tugas dan kewajiban dengan sepenuh hati dan professional. Dari sini kita sebenarnya sudah semakin memahami good news dari sabda Yesus di atas, bahwa siapa yang mau menjadi terdahulu hendaklah ia menjadi yang terakhir, siapa yang ingin menjadi pemimpin hendaklah ia menjadi hamba dan pelayan. Maka, saya merasa bahwa sabda Yesus di atas sangat relevan dan masih menjadi good news sampai hari ini.
Saya percaya di antara teman-teman pasti tidak ada yang bersikap seperti otak. Buktinya, ketika kita diajukan sebagai ketua atau koordinator biasanya kita menolak dan menyerahkannya kepada orang lain. Kita mungkin merasa bahwa sebagai seorang koordinator kita malah repot dan harus melayani teman-teman kita. Apalagi dengan menjadi koordinator bukan berarti mendapat keistimewaan khusus. Misalnya, dengan menjadi bidel umum OSIS kita mendapat keistimewaan untuk tidak opera. Bukan seperti itu kan! Justru ketika kita dipercaya menjadi seorang koordinator kita harus memberi teladan yang baik dan melayani teman-teman kita.
Terakhir, saya hanya ingin menegaskan kembali sabda Yesus bahwa seorang pemimpin kristiani itu adalah pemimpin yang melayani. Lagi pula, kelak ketika kita lulus dari seminari ini kita kan akan menjadi pemimpin, baik awam maupun imam. Maka, jadilah pemimpin yang melayani…Paling tidak itu yang ingin saya sharingkan dan semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman. Saya tidak tahu persis apa yang akan menjadi khotbah romo besok, tapi paling tidak malam ini kita semakin menyadari pentingnya peran seorang pemimpin yang melayani.

No comments: