Saturday, February 20, 2010

Refleksi Keputusan Panggilan

FIAT VOLUNTAS TUA!

Oleh: Yustinus Pulung Wismantyoko
Fiat Voluntas Tua!
Tepat pada tanggal 5 Maret 2009, di Rumah Retret Panti Samadi Sangkal Putung, Klaten, Jawa Tengah, aku memutuskan panggilan hidupku. Setelah menjalani berbagai sesi untuk mendisposisikan batin dan pengakuan dosa, pada hari keempat Retret Electio itu akhirnya aku dimampukan untuk memutuskan menjadi seorang imam. Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu! Bahwa panggilan itu sungguh bersumber dan berpuncak pada kehendak Tuhan. Aku terus berdoa semoga apa pun yang menjadi keputusanku ini bukan semata-mata karena idealisme pribadiku, tetapi sungguh sesuai dengan kehendak Tuhan.
***
Bercermin dari Kehidupan Aktualku…
Pada awalnya adalah sebuah pengalaman rohani…
Pengalaman berjumpa dengan Allah, mendengarkan, merasakan kehadiran Allah dalam hidupku…
Dalam kesunyian dan ketenangan batin aku sungguh merasakan Allah yang hidup dan nyata hadir dalam berbagai peristiwa manusiawi hidupku selama ini. Dalam suasana doa aku sangat terbantu untuk mengalami sendiri perjumpaan dengan Allah dalam ekaristi, meditasi, kontemplasi, rekonsiliasi, dll. Aku percaya Allah hadir melalui panca inderaku, rasa dan budiku. Allah menggunakan berbagai sarana manusiawi untuk hadir di tengah-tengah kehidupanku. Dalam keadaan hiburan rohani itulah, aku percaya keputusan panggilanku sungguh-sungguh sesuai kehendak Allah. Aku percaya segala belenggu kemerdekaanku; dosa, dan kecenderungan manusiawiku ditanggalkan oleh Tuhan agar aku bisa memutuskan panggilan. Fiat Voluntas Tua!
Keputusanku untuk menjadi seorang imam bukannya tanpa dasar. Dengan tetap membuka mata bahwa panggilan itu pertama dan terutama berasal dari inisiatif Allah, aku mencoba melihat kembali kehidupan aktualku selama di seminari ini. Bagaimana kehidupan aktualku itu sungguh-sungguh memberikan penegasan atas keputusan panggilanku? Bagaimana kehidupan doaku, studi,dan kepribadian? Bagaimana pergulatanku mengolah bibit panggilan yang sudah ditancapkan sejak 16 Juli 2006? Dan, bagaimana kemurnian motivasi panggilanku selama ini?
Ketika aku bercermin kembali dari pengalamanku memutuskan untuk masuk seminari dulu, sama sekali tidak ada motivasi untuk menjadi seorang imam? Imam tak pernah masuk dalam daftar cita-citaku! Sama sekali tidak ada gambaran untuk menjadi seorang imam. Maka, dapat dikatakan bahwa aku memulai petualangan panggilanku dalam sebuah tanda tanya. Bisa dibayangkan orang yang melangkah dalam sebuah tanda tanya, betapa hidupnya penuh dengan ketidakpastian.Tetapi, tanpa aku sadari Tuhan telah menancapkan bibit panggilan sejak saat itu. Tuhan telah merawat dan menyiram bibit panggilan itu dalam sebuah pesemaian (seminarium) bibit panggilan imamat. Harus aku akui, pada awal perkembangan panggilanku Tuhan sendiri yang berkarya dalam hidupku.
Perkembangan-Perkembangan Hidup…
Namun, bukankah hidup adalah sesuatu yang harus dijalani bukan sesuatu yang harus dipecahkan!! Akhirnya aku menjalani masa SMA-ku di sebuah sekolah calon imam, Seminari Menengah Mertoyudan. Sampai selama tiga setengah tahun ini aku hidup di pesemaian ini, toh aku masih bisa bertahan. Bahkan, aku harus mengatakan bahwa telah terjadi perkembangan dalam kehidupanku selama di seminari ini. Mungkin benar sebuah adagium yang berkata: Seminari, Garbage In Gold Out! Aku merasa tidak hanya berkembang dalam hidup panggilanku saja, tetapi lebih dalam dari itu aku mengalami perkembangan dalam setiap aspek kehidupanku. Mulai dari kehidupan doa dan panggilan, kesehatan jiwa-raga, sampai kebiasaan belajarku terolah dengan baik di seminari ini. Akhirnya, kali ini aku tak bisa menahan untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena aku diberi kesempatan untuk menjadi anggota keluarga Seminari Menengah Mertoyudan. Terima kasih kepada semua staf, guru-guruku yang selalu setia, kepada teman-temanku sapanggilan, terima kasih juga kepada semua karyawan di seminari! Sungguh tanpa kehadiran kalian dalam kehidupanku, aku bukan siapa-siapa!
Choose Your Love, Love Your Choice…
Aku telah memilih cintaku, sekarang tiba saat ketika aku harus mencintai pilihanku itu.Yang aku butuhkan sekarang adalah keberanian untuk mempertanggungjawabkan keputusan yang telah aku ambil di hadapan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan terlebih di hadapan Tuhan. Sama ketika aku memutuskan untuk melanjutkan SMA di Seminari Menengah Mertoyudan, aku berusaha sekuat daya untuk menghidupi panggilanku. Lagi pula, dalam perjalananku mengolah bibit panggilan ini aku merasa enjoy dan fun. Aku bahagia bisa merasakan pengalaman bekerja bersama Allah. Sekarang, setelah tiga setengah tahun bulan berjalan, bibit panggilan itu mulai bertunas. Aku akan berusaha mencintai panggilan imamat ini dengan seungguh-sungguh.
Ketika aku memutuskan menjadi seorang imam, aku siap dengan segala risiko yang akan aku terima. Salib! Aku sadar salib dan penderitaan adalah jalan yang akan aku tempuh sebagai murid Kristus. Tapi aku percaya kebangkitan dan kebahagiaan yang akan aku terima tak sebanding dengan salib dan penderitaan itu. Aku percaya ketika aku mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu, segalanya akan ditambahkan kepadaku. Maka, Terjadilah padaku menurut kehendakMu!
Yesuit, Gue Banget…!
Pejuanganku untuk mencintai apa yang sudah aku pilih ketika retret electio ternyata tidak mudah juga. Aku menyadari situasi panggilanku seperti orang pada umumnya, kadang di atas kadang di bawah. Tapi aku merasa sangat terbantu setiap kali mengingat hiburan rohani yang aku alami ketika aku memilih imam sebagai way of life- ku. Ya, aku merasakan kebahagiaan yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata ketika aku dengan sadar dan bebas memutuskan masa depanku. Lantas, imam macam apa yang ingin aku hidupi?
Sebenarnya sudah lama aku tertarik dengan panggilan menjadi Yesuit. Aku ingat ketertarikan itu pertama kali muncul ketika aku masih di Medan Pratama. Berawal dari ketertarikan pada seorang Imam Yesuit, sebut saja namanya Romo Nano SJ, aku sendiri merasa ingin menjadi salah satu bagian dari mereka. Aku tertarik dengan karisma Romo Nano dalam membawakan sabda Tuhan secara lebih fun dan anak muda banget! Berangkat dari pengalaman itu aku terus mencoba untuk mengenal Yesuit dari buku-buku dan perjumpaan dengan pribadi-pribadi serikat.
Perjuanganku untuk mencintai Yesuit akhirnya aku proklamasikan ketika Retret Confirmatio di Parakan November 2009 lalu. Saat itu aku sungguh-sungguh mencoba untuk melihat lebih ke dalam diriku, apakah aku sungguh ingin menjadi Yesuit?! Dalam sebuah permenungan tiba-tiba muncul pertanyaan: Jika memang Yesuit, mengapa Yesuit dan bukan yang lain?! Pertanyaan itu membayangiku sepanjang retret, dan memaksaku untuk melihat kembali motivasi panggilanku. Aku menyadari tidak cukup dengan sekedar ketertarikan dari luar saja, lebih dari itu aku perlu melihat motivasi internalku. Maka, aku mencoba untuk kembali melihat kehidupan aktualku selama ini, mengapa aku memilih Yesuit dan bukan yang lain!
Yesuit itu pendosa yang dipanggil Tuhan! Kalimat itu dengan tepat menggambarkan jawaban dari pertanyaanku itu. Aku seperti menemukan kecocokan antara aku dan Yesuit, ada semacam bunyi klik! Ya, aku menyadari bahwa aku ini penuh dosa dan kesalahan, tapi cinta Tuhan kepadaku telah memampukanku untuk menyadari bahwa Tuhan telah memanggilku. Itu saja! Lagi pula, dalam berbagai perjumpaan dengan pribadi Yesuit selama ini aku merasakan kebahagiaan tersendiri ketika bersama dengan mereka. Aku membayangkan menjadi salah satu dari mereka.
Menyadari hal itu, dalam waktu-waktu menjelang solisitasi ini aku mencoba merasakan sendiri hidup seperti layaknya seorang Yesuit. Mengutip tanggapan Romo Agam SJ dalam refleksi harianku, cobalah untuk berpikir seperti Yesuit, merasa seperti Yesuit, bertindak seperti Yesuit, dan hidup seperti Yesuit! Aku mencoba menghidupi semangat Yesuit dalam hidup harianku, magis dan siap sedia!!! Aku sering mengangkatnya menjadi tema refleksi harianku, semata-mata karena aku sungguh mencintai pilihanku ini dan aku bahagia karenanya. Dan tanpa aku sadari, semangat itu telah menjadi bagian dalam hidupku dan aku merasakan kebahagiaan! Maka, jawaban dari pertanyaan, mengapa aku memilih Yesuit dan bukan yang lain adalah karena aku merasa cocok dengan semangat Yesuit yang coba aku hidupi selama ini, dan karena bagiku Yesuit itu gue banget! Aku ingin dibentuk dalam serikat yang berlindung di bawah nama Yesus ini, dan terus berdoa semoga hal ini sungguh merupakan kehendak Tuhan dan bukan sekedar idealism pribadi. AMDG!!! Yesuit gue banget!!!

No comments: