Saturday, February 20, 2010

Belajar Mencintai Belajar?!

“Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dan kaum tua. Sepanjang kita bersedia belajar, kita tidak pernah menjadi tua.”
-Rosalyn S. Yallow-

Belajar mencintai belajar?! Tanda tanya atau tanda seru? Keduanya. Tanda tanya bisa berarti heran, apakah benar untuk belajar saja kita perlu belajar mencintainya terlebih dulu? Tanda seru bisa bermakna optimis bahwa untuk belajar itu kita perlu banget mencintainya dan karena itulah kita perlu belajar mencintainya.
Jujur, saya tidak bermaksud untuk memperumit masalah yang sederhana ini. Melalui refleksi ini saya semata-mata ingin mensharekan pengalaman belajar saya di seminari. Apa yang menjadi motivasi belajar saya? Dan, apakah makna belajar bagi hidup saya? Maka, tanpa berlama-lama lagi, check this out!
Bukan Hobi Belajar
Kalau ada orang bertanya, “Apa hobimu?”, saya berani meyakinkan tidak banyak orang yang hobinya belajar, alias hanya sedikit orang yang gemar berkutat dengan buku pelajaran. Orang cenderung lebih suka olah raga, atau bermain musik, atau apa pun itu asalkan bukan belajar. Boro-boro menjadikan belajar sebagai hobi, mendengar kata belajar saja mungkin banyak orang yang alergi. Saya sendiri pun boleh dikatakan termasuk golongan orang yang malas menjadikan belajar sebagai hobi. Saya lebih suka bermain bersama teman atau bermain bola. Ketika mendengar kata belajar spontan terlintas dalam benak saya something yang membosankan, cupu, dan garing. Saya pribadi paling sulit diajak duduk tenang dan membaca buku. Yah, paling-paling belajar kalau besoknya ada ulangan atau ujian. Singkat cerita, saya sama sekali tidak tertarik menjadikan buku pelajaran sebagai sahabat atau menjadikan belajar sebagai hobi.
Tapi itu dulu. Sekarang, ketika sudah hidup hampir selama empat tahun di seminari saya mulai mencintai belajar. Bukan berarti saya hobi belajar lho, tapi cukuplah kalau saya mulai menemukan makna di balik kegiatan belajarku selama ini. “ Non scholae sed vitae discimus”, sebuah peribahasa Latin klasik sedikitnya telah membantuku menghayati nilai-nilai dari belajar. Terdengar jadul dan agak basi ya, tapi aku secara pribadi merasa selalu tersemangati untuk belajar dengan tekun, paling tidak membantuku untuk tidur saat pelajaran di kelas setiap kali aku menggemakannya dalam hati (he he…). Belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup. Yups bener banget, kalau belajar semata-mata hanya untuk mencari nilai di kelas bias-bisa kita malah jatuh pada persaingan yang tidak sehat dan kehilangan orientasi belajar yang sesungguhnya, yaitu membentuk manusia yang semakin manusiawi. Maka, tujuan belajar itu sebenarnya tidak jauh-jauh dari pembentukan karakter.
O iya, sebelum lupa, sebenarnya apa sih makna belajar itu? Bagi teman-teman yang sudah mengalami sendiri pengalaman belajar, saya yakin pasti sudah mempunyai refleksi sendiri tentang makna belajar. Saya pribadi sependapat dengan teman dengan teman-teman yang memaknai belajar sebagai sebuah pencarian diri. Sejauh mana kita mampu menemukan diri dari kegiatan belajar itu, karena dengan demikian akan terbentuk manusia yang semakin manusiawi (humanior). Tidak sekedar belajar untuk mengejar nilai, lebih dalam dari itu belajar sebagai proses pembentukan karakter dan penemuan jati diri.
Mungkin terdengar sedikit radikal, tetapi itulah yang selama ini saya hayati dalam merefleksikan makna belajar. Walaupun demikian, saya tetap menyadari seringkali saya lupa dengan prinsip itu dan harus selalu diingatkan lewat refleksi harian. Maklumlah, namanya juga anak muda… Tetapi, setidaknya prinsip itu selalu berhasil membantuku untuk kembali focus dalam pelajaran setiap kali aku mulai mengantuk. Maka seperti dikatakan orang tua kita jaman dahulu, bukan hidup untuk belajar tetapi belajarlah untuk hidup.
Belajar dari Sutan Sjahrir
Seperti kalimat bijak di awal refleksi ini, “Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dengan kaum tua. Sepanjang kita bersedia belajar, kita tidak pernah menjadi tua….” Sederhananya, jika kita ingin tetap awet muda teruslah belajar….karena dengan terus mengasah pikiran dan hati kita akan senantiasa diremajakan setiap waktu.
Kalimat bijak itu diungkapkan oleh Rosalyn S. Yallow, seorang pembelajar sejati, untuk semakin mempertegas pentingnya belajar mencintai belajar. Orang senantiasa muda ketika ia terus menjaga semangat untuk belajar sepanjang hayat, dan untuk itu kita perlu belajar mencintai belajar sebagai langkah awal menjadi manusia pembelajar.
Untuk mengilustrasikan sosok manusia pembelajar ini, saya memilih salah seorang founding fathers of Indonesia, Sutan Sjahrir. Putra keturunan Minang ini mempunyai spirit belajar yang luar biasa dan mempunyai keunggulan untuk mengkombinasikan berbagai ideology tanpa terjatuh pada fundamentalisme. Terutama, semangat untuk selalu belajar sampai ke negeri Belanda, dan karena itulah beliau termasuk dalam golongan muda yang paling berpengaruh pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Rahasia kesuksesannya itu ternyata ada pada ketekunannya untuk membaca buku apa saja, terutama buku sastra, agar semakin diperkaya dalam pengetahuan dan imajinasi. Karena hanya dengan demikian, Indonesia dapat merdeka dari penjajah sekaligus merdeka dalam hal jati diri bangsa. Cita-cita luhur itu diwujudkan Sutan Sjahrir dalam semangat belajar sepanjang hayat walaupun pada akhirnya beliau tidak pernah menyelesaikan gelar sarjana hukum di Universitas Leiden, Belanda.
Berefleksi dari semangat belajar Sutan Sjahrir, saya pribadi merasa malu sebenarnya jika melihat kebiasaan belajar saya selama ini. Seminari telah menyediakan begitu banyak fasilitas dan begitu luas kesempatan untuk mengembangkan diri, namun saya kerap tak memanfaatkannya dengan optimal. Sampai di sini, kita semakin melihat pentingnya belajar bagi hidup kita, dan bukan sebaliknya. Namun demikian, semua itu terjadi tentu ada proses belajarnya, termasuk bealajar itu sendiri. Dan, langkah pertama dari seribu langkah itu apalagi kalau bukan dengan belajar mencintai belajar, atau dengan kata lain menjadikan belajar sebagai bagian hidup kita. Untuk menutup refleksi ini, saya punya sebuah kalaimat bijak yang tidak asing lagi di telinga kia, “ Teacher open the door, student enter by their self.” Hidup manusia pembelajar!






Yustinus Pulung Wismantyoko
XII Sosial/25

No comments: