Saturday, February 20, 2010

Novisiat: Rumah Percobaan…berani?!

Judul Buku : Ah! These Jesuits!
Penulis : Bertie
Jumlah hal : 57 halaman
***


Pulung Wismantyoko, Yustinus

“Do not be surprised if thing you see done in noviciate. They may seem
Strange to you at first but you will soon see the wisdom of everything”.
Yey, akhirnya aku berhasil menyelesaikan buku Ah! These Jesuit! yang kedua ini. Kalau pada edisi yang pertama diceritakan tentang kisah Romo Bertie ketika (bukan ketiak!) menemukan panggilan awal yang ternyata sangat wajar dan biasa, di edisi kedua ini Romo Bertie dengan seru menceritakan kisah panggilannya semasa di Novisiat. Aku sendiri merasa sangat menikmati buku ini. Jujur saja, aku merasa buku Ah! These Jesuit! adalah buku yang sangat asyik terutama karena mengisahkan panggilan seseorang secara sangat realistis. Bukan panggilan yang spektakuler, ya…pokoknya panggilan seorang pemuda yang memang tertarik pada Yesuit dan karena itu ia memilih Yesuit sebagai cintanya, seumur hidup!
Pada awalnya Bertie menceritakan perasaannya ketika harus meninggalkan rumah, bapak ibu, adik-adik, dan teman-teman, termasuk anjing kesayangannya, Bingo. Bertie merasa sangat kehilangan hal yang sangat ia cintai itu dan merasa rindu pada awalnya. Bertie menjalani hidup di novisiat dengan penuh pengharapan , bahwa ia pasti bisa membiasakan diri dengan semua hal baru ini. Bertie melihat sendiri bahwa para novis seperti orang pada umumnya , hanya mereka lebih kenceng dalam mencintai Tuhan dengan segala hati, yang membuat mereka menjadi persekutuan yang yang bahagia diantara yang lain. Sebagai novis baru, Bertie memutuskan untuk menunggu sambil mengamati kegiatan para novis,,,yah supaya lebih mengenal gitu.
Seiring berjalannya waktu, Bertie pun mulai menikmati ritme hidup di novisiat dan akhirnya tak terasa pada hari keenam belas di novisiat Bertie menerima jubah. Sebelum mengenakannya, Bertie berlutut dan berdoa, bersyukur atas hadiah yang luar biasa ini pada Tuhan dan Bunda Maria. Sejak saat itu Bertie secara menjadi novis dan dengan demikian ia siap dengan segala kejutan di rumah percobaan ini. Seperti dikatakan di halaman Sembilan buku ini, “A Jesuit vocation, you know, is to do anything God wants of him, in any part of the world (his Order has often been called the “shock troops” of the (church) so he gets accustomed right from the noviceship to continual changes of occupation”. Itu artinya, sudah sejak di novisiat Yesuit dibiasakan untuk siap sedia melakukan apa pun karya sejauh bisa semakin lebih memuliakan Allah. Untuk itu tidak heran novisiat sering disebut sebagai rumah percobaan karena di sana para novis istilahnya dicobai agar mempunyai daya tahan dan siap menjadi Yesitu yang tangguh. Bertie sebagai pendatang baru mendapat tugas sebagai tukang kebun (gardener).
Suatu kali Bertie diajak untuk menulis surat kepada keluarganya oleh Romo Magister. Perlahan Bertie ingat kembali kenangan indak ketika di rumah, bersama ibu, adek-adek, dan Bingo! Dikisahkan Bertie tak pernah lupa mendoakan keluarga setiap hari, tetapi untuk pertama kalinya ia merasa mengalami sendiri home sick. Kangen ya, Ber!? Hiks. Tapi setelah berbicara dengan Romo Magister, semangat Bertie kembali dikobarkan dengan kata-kata Yesus : “Siapa pun yang meninggalkan ayah, atau ibu atau tanah atau rumah untuk mengikut Aku akan mendapat 100 kali lipat dalam hidup sekarang dan hidup mendatang.
Saya tertarik dengan kidah Bertie ketika ia harus menjalani percobaan di dapur. Seperti halnya Stanislaus yang senang dengan pekerjaan dapur walaupun berasal dari keluarga bangsawan, para novis juga diajak untuk belajar rendah hati dari pekerjaan dapur. Bisa dibayangkan, di dapur itu Bertie harus membersihkan dan melayani dengan para novis lain. Bertie sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam formasi dan probasi adalah untuk mempersiapkan diri menjadi Yesuit yang handal namun tetap rendah hati.
Lain lagi cerita ketika Bertie merayakan ulang tahunnya di novisiat. Bertie merayakan ulang tahun kelahirannya yang begitu berkesan ya baru di novisiat. Hadiah bunga dari teman seangkatan telah membuat Bertie sangat bersyukur pada Tuhan, ditambah lagi di hari bahagia itu Bertie mendapat hadiah paling indah. Keluarga Bertie datang untuk mengunjungi Bertie. Pengalaman kasih di hari istimewa ini semakin membuat Bertie bersyukur atas ulang tahun yang begitu berkesan dalam hidupnya ini. Lanjut..akhirnya sampailah Bertie pada retret agung alias retret tiga puluh hari. Thirty days retreat means thirty days of silence; not silence mooning about the place with vacant minds, but silent day dedicated entirely to prayer, spiritual reading, examination of conscience, reflection and a look at our lives. Dari retret agung ini Bertie diperkenalkan dengan tradisi Latihan Rohani Serikat Yesus yang telah mencetak para tokoh seperti Fransiskus Xaverius, Petrus Claver yang mempunyai dedikasi tinggi dalam semakin memuliakan Allah dalam hidup. Banyak santo yang telah dibentuk lewat Latihan Rohani ala Ignatius ini. Tiga puluh hari yang membuat orang tidak nyaman dan merasa berdosa, dan meleleh, mencetaknya menjadi santo. Percaya atau tidak, Bertie merasa seperti di Puncak Everest. Merasa sangat nyaman berada di dekat Tuhan. Dalam tiga puluh hari itu Bertie belajar banyak hal tentang Tuhan, tentang dunia termasuk mengenal dirinya sendiri. Tapi mau tidak mau kita harus turun gunung dan kembali hidup di tengah orang-orang dengan new life dan new spirit.
Katekese…
Ketika pemuda mengikuti panggilan menjadi Yesuit mereka menjawab ajakan untuk melayani. Orang yang hanya memperhatikan keselamatan sendiri lebih baik meninggalkan serikat. Kebetulan di desa sekitar novisiat ada banyak anak yang berkerumun. Mereka adalah anak-anak yang butuh diperhatikan. Para novis dikirim untuk melayani anak-anak yang linvah ini. Maka pun mereka mengalami sendiri mengajar katekese kepada anak-anak itu. Sebagai seorang novis Bertie belajar untuk tidak mengeluh karena kesulitan dan bahaya. Ia sadar bahwa Yesuit selalu siap untuk melakukan karya pelayanan apa saja. Selama menjadi novis Bertie pernah bermimpi bekerja di pabrik, menjadi misionaris di hutan afrika, menolong korban lepra dan melayani korban di penjara. Ketika melayani katekese dengan anak-anak itu, Bertie sempat merasa putus asa karena merasa tidak mampu mengajar katekese lantaran anak-anak yang begitu bandel dan rebut. “Look, Lord,I can’t teach cathecism to those children. They are noisy. And besides, what’s the use of my teaching then when they don’t listen to a word I say?” Tapi Bertie tidak menyerah, ia belajar untuk menjadi teman bagi anak-anak itu. Anak-anak itu adalah anugerah yang harus dicintai. Sama seperti Santo Ignatius yang selalu tersenyum ketika mengajar katekese, Bertie juga belajar untuk lebih kreatif dalam mendampini katekese. Good job, Ber!
Marathi Class…
Yesuit selalu untuk menjadi fasih dalam menggunakan bahasa di mana ia tinggal. Di novisiat Bertie pun belajar bahasa daerah Marathi. Ia belajar bahasa itu dari seorang pundit yang mengajar tiga kelas seminggu. Bertie pun sempat menceritakan ketidaksukaannya dengan bahasa Marathi kepada Romo Magister. Magister tidak langsung menjawab, ia malahan menceritakan perjuangan Santo Ignatius untuk belajar bahasa Latin.
Vows Day…Hari Kaul!
Ini adalah hari di mana para novis menyerahkan hidup kepada Tuhan: kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Yang ditahbiskan adalah James dan dirayakan dengan misa. Dengan berkaul berarti ia telah meninggalkan hak unutk memiliki, untuk menikah dan membentuk keluarga dan untuk hidup berdasarkan kehendak bebasnya. James dan Tuhan telah menjadi satu dan tak akan bisa dipisahkan. Sekarang ia adalah seorang yesuit, anggota dari Serikat Yesus. Akhirnya, James harus meninggalkan novisiat untuk masa Juniorat, di rumah di mana ia mulai belajar, tahap selanjutnya dalam latihan rohani!
Bertie ingat, sebelum menjadi anggota serikat ia harus diwawancarai oleh empat eksaminator (solisitasi gitulah!). Ada empat bidang yang ditanyakan, pertama sehat jiwa raga untuk berkarya dalam serikat, kedua kecerdasan yang cukup untuk belajar sebagai imam, ketiga kekuatan moral yang cukup untuk maju dalam kebajikan, dan keempat niat baik untuk melayani Tuhan dan sesama. Oleh Romo Provinsial Bertie ditanyai mengapa memilih Yesuit dan bukan yang lain. “Harus aku akui bahwa aku ingin masuk menjadi Yesuit karena aku memang suka dengan Yesuit. Aku suka yang telah aku dengar tentang karya mereka bagi Tuhan dan Gereja!”. Tetapi Romo Provinsial tidak terlihat puas dengan jawaban Bertie. “Dan ketika Romo Provinsial menceritakan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam seriakt, yang aku tahu itu adalah jalan hidup yang aku inginkan. Bukan karena aku seorang avonturir, tapi ini adalah gaya hidup yang menantang seorang pemuda untuk melakukan hal besar bagi Tuhan!”, demikian ungkap Bertie.
“Hidup sebagai Yesuit memang berat, tapi jika kamu menghidupi panggilanmu kamu akan menjadi manusia yang bahagia”, ungkap Romo Provinsial kepada Bertie. Akhirnya, kisah ditutup dengan tantangan dari Romo Bertie kepada para calon yang tertarik masuk serikat, bahwa tidak cukup dengan hanya mendengar kisah tentang novisiat lebih dari itu perlu mengalami sendiri novisiat itu!!! “The secret of Yesuit lies in its mobility and its obedience. That is why it is feared and hated by its enemies”.

No comments: