Novel Maryamah Karpov :
Pengarang : Andrea Hirata
Penyunting : Iman Risdiyanto
Cover : Andreas Kusumahadi
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Cetakan Pertama : November 2008
Halaman/Bab : xii + 504 halaman / 73 Bab
ISBN :978-979-1227-45-2
Harga : Rp. 79.000,00 + discount 10%
Ringkasan :
Dari judulnya Maryamah Karpov tentu kita akan bertanya tanya siapa dia ? Tak lain dia adalah mak cik maryamah , yang di novel sang pemimpi dia adalah seorang ibu dengan anaknya yang suka sekali maen biola dan diceritakan ditolong arai dan ikal dengan merintis bisnis kue. Seperti kebiasaaan orang melayu , suka sekali memberi gelar belakang kepada nama seseorang, yang gelarnya disesuaikan dengan kondisi , keadaan, kejadian yang terkenang oleh orang orang melayu itu, disini kita akan menemui nama nama unik dan lucu, seperti Kamsir si buta dari goa hantu, Munawir berita buruk, Mahmud Corong, Syamsiar Bond, Nur Gundala Putra Petir, Rustam simpan pinjam, Muharram Ini Budi, dsb.
Makcik Maryamah mendapat gelar karpov , karena makcik Maryamah sering mengajarkan langkah langkah karpov kepada orang yang main catur, walau menjadi judul inti novel ini, tapi makcik Maryamah hanya disinggung sedikit aja, dan tidak dijadikan bab khusus , seperti sub judul ‘Mimpi-mimpi lintang’.
Secara garis besar Novel ini menceritakan tentang perempuan dari satu sudut yang amat jarang diekspos seperti dalam postingan dulu, yaitu menceritakan tentang Dokter gigi Budi Ardiaz Tanuwijaya yang ditugaskan di Belitong, Bagaimana Ikal lulus ujian desertasi, Perjalanan takdir kehidupaan Arai si simpai keramat, sampai perjalanan mengarungi lautan mencari si kuku cantik A ling.
Poin-poin penting daei Novel Maryamah Karpov:
1. Nama belakang ikal yaitu hirata , klo diucapkan cepat sekali berulang ulang artinya ahirat, dimana nama belakang itu pemberian ibunya, supaya ikal ingat.
2. Arai ketemu dengan Zaskiah Nurmala dan menikah dengannya lalu memboyong sang kekasih ke Luar negeri untuk menemani Arai melanjutkan kuliah.
3. Bang Zaitun sang suhu Cinta Arai ubah haluan dari penyanyi menjadi sopir bis.
4. Ikal membuat sendiri kapal untuk mengarungi lautan mencari A ling
5. Sebelas Personel Laskar Pelangi muncul di novel ini tuk membantu membuat kapal
6. Lintang membuat Dalil lintang yang berisi tentang rumus matematika fisika
7. Ikal dan teman-teman laskar Pelangi akan menaikan kapal yang karam ke atas dari dasar air dengan dalil lintang
8. Mimpi-mimpi Lintang adalah nama kapal yang dibuat Ikal.
9. Ikal Bersama Mahar dan dua awak kapal mengarungi lautan mencari A ling
10. Dengan bantuan Tuk bayan Tula yang disogok Mahar dengan televisi yang penuh dengan semut akhirnya Ikal berhasil menemukan A ling
11. Ikal ternyata punya trauma masa kecil waktu di bius saat khitan ,sehingga saat sakit gigi ikal bersikeras untuk tidak pergi ke dokter gigi Budi Ardiaz Tanuwijaya.
12. Ikal melamar Aling tetapi tidak disetujui oleh ayahnya.
Sekarang, mengapa novel ini harus dibaca….
Jawaban dari pertanyaan ini ditemukan pada bagian ketika Ikal mulai membuat kapal untuk menjalankan misinya mencari A Ling. Secara sederhana hal itu yang saya tangkap ketika dihadapkan pada pertanyaan di atas. Mengapa? Saya menangkap secara umum tugas liburan yang diberikan Romo Nano berbicara mengenai kapal. Kapal telah kami sepakati sebagai logo angkatan MU 2009/2010 ini, maka tidak heran jika kami diajak untuk mengenal lebih dalam tentang logo angkatan itu. Saya pribadi merasa hal ini sangat penting, sebab sama halnya orang yang tidak mengenal dirinya sendiri karena tidak pernah mencari dan merefleksikan dirinya tanpa merefleksikan logo angkatan kita hanya akan menjadi pecundang yang sok keren waton beken. Maka, Mimpi-Mimpi Lintang yang menjadi nama kapal buatan Ikal menjadi refleksi dari perjuangan kami dalam mengenal dan berlayar bersama kapal layar kami.
Saya pribadi merasa sangat terbantu untuk merefleksikan diri sebagai sebuah kapal yang terdiri dari unsur-unsur tertentu tanpa saya harus mempelajarinya lebih dalam. Novel Maryamah Karpov telah menjadi jawaban atas pencarianku selama ini. Bahwa sebagai sebuah komunitas Medan Utama, masing-masing anggota mempunyai perannya masing-masing dan tiap-tiap peranan itu saling mempengaruhi. Salah satu peran saja yang tidak bisa berjalan dengan baik akan mengganggu pelayaran seluruh komunitas. Maka, sadar sebagai anggota yang hidup bersama dalam satu komunitas aku akan belajar mencintai komunitasku dengan setia pada tanggung jawab yang dipercayakan kepadaku. Karena dengan demikian apa yang menjadi tujuan dalam pelayaran kami dapat tercapai dengan baik.
Apa tujuan pelayaran ini? Saya merefkleksikan yang menjadi tujuan dari perlayaran ini adalah bahwa masing-masing anggota komunitas dapat semakin mencintai panggilan yang telah diputuskan. Because Choose Your Love, Love Your Choice! Dengan demikian perjuangan menanggapi panggilan Tuhan di Seminari ini tidaklah sia-sia.
Yustinus Pulung Wismantyoko
XI Sosial
Showing posts with label ringkasan buku di seminari. Show all posts
Showing posts with label ringkasan buku di seminari. Show all posts
Saturday, February 20, 2010
Novisiat: Rumah Percobaan…berani?!
Judul Buku : Ah! These Jesuits!
Penulis : Bertie
Jumlah hal : 57 halaman
***
Pulung Wismantyoko, Yustinus
“Do not be surprised if thing you see done in noviciate. They may seem
Strange to you at first but you will soon see the wisdom of everything”.
Yey, akhirnya aku berhasil menyelesaikan buku Ah! These Jesuit! yang kedua ini. Kalau pada edisi yang pertama diceritakan tentang kisah Romo Bertie ketika (bukan ketiak!) menemukan panggilan awal yang ternyata sangat wajar dan biasa, di edisi kedua ini Romo Bertie dengan seru menceritakan kisah panggilannya semasa di Novisiat. Aku sendiri merasa sangat menikmati buku ini. Jujur saja, aku merasa buku Ah! These Jesuit! adalah buku yang sangat asyik terutama karena mengisahkan panggilan seseorang secara sangat realistis. Bukan panggilan yang spektakuler, ya…pokoknya panggilan seorang pemuda yang memang tertarik pada Yesuit dan karena itu ia memilih Yesuit sebagai cintanya, seumur hidup!
Pada awalnya Bertie menceritakan perasaannya ketika harus meninggalkan rumah, bapak ibu, adik-adik, dan teman-teman, termasuk anjing kesayangannya, Bingo. Bertie merasa sangat kehilangan hal yang sangat ia cintai itu dan merasa rindu pada awalnya. Bertie menjalani hidup di novisiat dengan penuh pengharapan , bahwa ia pasti bisa membiasakan diri dengan semua hal baru ini. Bertie melihat sendiri bahwa para novis seperti orang pada umumnya , hanya mereka lebih kenceng dalam mencintai Tuhan dengan segala hati, yang membuat mereka menjadi persekutuan yang yang bahagia diantara yang lain. Sebagai novis baru, Bertie memutuskan untuk menunggu sambil mengamati kegiatan para novis,,,yah supaya lebih mengenal gitu.
Seiring berjalannya waktu, Bertie pun mulai menikmati ritme hidup di novisiat dan akhirnya tak terasa pada hari keenam belas di novisiat Bertie menerima jubah. Sebelum mengenakannya, Bertie berlutut dan berdoa, bersyukur atas hadiah yang luar biasa ini pada Tuhan dan Bunda Maria. Sejak saat itu Bertie secara menjadi novis dan dengan demikian ia siap dengan segala kejutan di rumah percobaan ini. Seperti dikatakan di halaman Sembilan buku ini, “A Jesuit vocation, you know, is to do anything God wants of him, in any part of the world (his Order has often been called the “shock troops” of the (church) so he gets accustomed right from the noviceship to continual changes of occupation”. Itu artinya, sudah sejak di novisiat Yesuit dibiasakan untuk siap sedia melakukan apa pun karya sejauh bisa semakin lebih memuliakan Allah. Untuk itu tidak heran novisiat sering disebut sebagai rumah percobaan karena di sana para novis istilahnya dicobai agar mempunyai daya tahan dan siap menjadi Yesitu yang tangguh. Bertie sebagai pendatang baru mendapat tugas sebagai tukang kebun (gardener).
Suatu kali Bertie diajak untuk menulis surat kepada keluarganya oleh Romo Magister. Perlahan Bertie ingat kembali kenangan indak ketika di rumah, bersama ibu, adek-adek, dan Bingo! Dikisahkan Bertie tak pernah lupa mendoakan keluarga setiap hari, tetapi untuk pertama kalinya ia merasa mengalami sendiri home sick. Kangen ya, Ber!? Hiks. Tapi setelah berbicara dengan Romo Magister, semangat Bertie kembali dikobarkan dengan kata-kata Yesus : “Siapa pun yang meninggalkan ayah, atau ibu atau tanah atau rumah untuk mengikut Aku akan mendapat 100 kali lipat dalam hidup sekarang dan hidup mendatang.
Saya tertarik dengan kidah Bertie ketika ia harus menjalani percobaan di dapur. Seperti halnya Stanislaus yang senang dengan pekerjaan dapur walaupun berasal dari keluarga bangsawan, para novis juga diajak untuk belajar rendah hati dari pekerjaan dapur. Bisa dibayangkan, di dapur itu Bertie harus membersihkan dan melayani dengan para novis lain. Bertie sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam formasi dan probasi adalah untuk mempersiapkan diri menjadi Yesuit yang handal namun tetap rendah hati.
Lain lagi cerita ketika Bertie merayakan ulang tahunnya di novisiat. Bertie merayakan ulang tahun kelahirannya yang begitu berkesan ya baru di novisiat. Hadiah bunga dari teman seangkatan telah membuat Bertie sangat bersyukur pada Tuhan, ditambah lagi di hari bahagia itu Bertie mendapat hadiah paling indah. Keluarga Bertie datang untuk mengunjungi Bertie. Pengalaman kasih di hari istimewa ini semakin membuat Bertie bersyukur atas ulang tahun yang begitu berkesan dalam hidupnya ini. Lanjut..akhirnya sampailah Bertie pada retret agung alias retret tiga puluh hari. Thirty days retreat means thirty days of silence; not silence mooning about the place with vacant minds, but silent day dedicated entirely to prayer, spiritual reading, examination of conscience, reflection and a look at our lives. Dari retret agung ini Bertie diperkenalkan dengan tradisi Latihan Rohani Serikat Yesus yang telah mencetak para tokoh seperti Fransiskus Xaverius, Petrus Claver yang mempunyai dedikasi tinggi dalam semakin memuliakan Allah dalam hidup. Banyak santo yang telah dibentuk lewat Latihan Rohani ala Ignatius ini. Tiga puluh hari yang membuat orang tidak nyaman dan merasa berdosa, dan meleleh, mencetaknya menjadi santo. Percaya atau tidak, Bertie merasa seperti di Puncak Everest. Merasa sangat nyaman berada di dekat Tuhan. Dalam tiga puluh hari itu Bertie belajar banyak hal tentang Tuhan, tentang dunia termasuk mengenal dirinya sendiri. Tapi mau tidak mau kita harus turun gunung dan kembali hidup di tengah orang-orang dengan new life dan new spirit.
Katekese…
Ketika pemuda mengikuti panggilan menjadi Yesuit mereka menjawab ajakan untuk melayani. Orang yang hanya memperhatikan keselamatan sendiri lebih baik meninggalkan serikat. Kebetulan di desa sekitar novisiat ada banyak anak yang berkerumun. Mereka adalah anak-anak yang butuh diperhatikan. Para novis dikirim untuk melayani anak-anak yang linvah ini. Maka pun mereka mengalami sendiri mengajar katekese kepada anak-anak itu. Sebagai seorang novis Bertie belajar untuk tidak mengeluh karena kesulitan dan bahaya. Ia sadar bahwa Yesuit selalu siap untuk melakukan karya pelayanan apa saja. Selama menjadi novis Bertie pernah bermimpi bekerja di pabrik, menjadi misionaris di hutan afrika, menolong korban lepra dan melayani korban di penjara. Ketika melayani katekese dengan anak-anak itu, Bertie sempat merasa putus asa karena merasa tidak mampu mengajar katekese lantaran anak-anak yang begitu bandel dan rebut. “Look, Lord,I can’t teach cathecism to those children. They are noisy. And besides, what’s the use of my teaching then when they don’t listen to a word I say?” Tapi Bertie tidak menyerah, ia belajar untuk menjadi teman bagi anak-anak itu. Anak-anak itu adalah anugerah yang harus dicintai. Sama seperti Santo Ignatius yang selalu tersenyum ketika mengajar katekese, Bertie juga belajar untuk lebih kreatif dalam mendampini katekese. Good job, Ber!
Marathi Class…
Yesuit selalu untuk menjadi fasih dalam menggunakan bahasa di mana ia tinggal. Di novisiat Bertie pun belajar bahasa daerah Marathi. Ia belajar bahasa itu dari seorang pundit yang mengajar tiga kelas seminggu. Bertie pun sempat menceritakan ketidaksukaannya dengan bahasa Marathi kepada Romo Magister. Magister tidak langsung menjawab, ia malahan menceritakan perjuangan Santo Ignatius untuk belajar bahasa Latin.
Vows Day…Hari Kaul!
Ini adalah hari di mana para novis menyerahkan hidup kepada Tuhan: kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Yang ditahbiskan adalah James dan dirayakan dengan misa. Dengan berkaul berarti ia telah meninggalkan hak unutk memiliki, untuk menikah dan membentuk keluarga dan untuk hidup berdasarkan kehendak bebasnya. James dan Tuhan telah menjadi satu dan tak akan bisa dipisahkan. Sekarang ia adalah seorang yesuit, anggota dari Serikat Yesus. Akhirnya, James harus meninggalkan novisiat untuk masa Juniorat, di rumah di mana ia mulai belajar, tahap selanjutnya dalam latihan rohani!
Bertie ingat, sebelum menjadi anggota serikat ia harus diwawancarai oleh empat eksaminator (solisitasi gitulah!). Ada empat bidang yang ditanyakan, pertama sehat jiwa raga untuk berkarya dalam serikat, kedua kecerdasan yang cukup untuk belajar sebagai imam, ketiga kekuatan moral yang cukup untuk maju dalam kebajikan, dan keempat niat baik untuk melayani Tuhan dan sesama. Oleh Romo Provinsial Bertie ditanyai mengapa memilih Yesuit dan bukan yang lain. “Harus aku akui bahwa aku ingin masuk menjadi Yesuit karena aku memang suka dengan Yesuit. Aku suka yang telah aku dengar tentang karya mereka bagi Tuhan dan Gereja!”. Tetapi Romo Provinsial tidak terlihat puas dengan jawaban Bertie. “Dan ketika Romo Provinsial menceritakan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam seriakt, yang aku tahu itu adalah jalan hidup yang aku inginkan. Bukan karena aku seorang avonturir, tapi ini adalah gaya hidup yang menantang seorang pemuda untuk melakukan hal besar bagi Tuhan!”, demikian ungkap Bertie.
“Hidup sebagai Yesuit memang berat, tapi jika kamu menghidupi panggilanmu kamu akan menjadi manusia yang bahagia”, ungkap Romo Provinsial kepada Bertie. Akhirnya, kisah ditutup dengan tantangan dari Romo Bertie kepada para calon yang tertarik masuk serikat, bahwa tidak cukup dengan hanya mendengar kisah tentang novisiat lebih dari itu perlu mengalami sendiri novisiat itu!!! “The secret of Yesuit lies in its mobility and its obedience. That is why it is feared and hated by its enemies”.
Penulis : Bertie
Jumlah hal : 57 halaman
***
Pulung Wismantyoko, Yustinus
“Do not be surprised if thing you see done in noviciate. They may seem
Strange to you at first but you will soon see the wisdom of everything”.
Yey, akhirnya aku berhasil menyelesaikan buku Ah! These Jesuit! yang kedua ini. Kalau pada edisi yang pertama diceritakan tentang kisah Romo Bertie ketika (bukan ketiak!) menemukan panggilan awal yang ternyata sangat wajar dan biasa, di edisi kedua ini Romo Bertie dengan seru menceritakan kisah panggilannya semasa di Novisiat. Aku sendiri merasa sangat menikmati buku ini. Jujur saja, aku merasa buku Ah! These Jesuit! adalah buku yang sangat asyik terutama karena mengisahkan panggilan seseorang secara sangat realistis. Bukan panggilan yang spektakuler, ya…pokoknya panggilan seorang pemuda yang memang tertarik pada Yesuit dan karena itu ia memilih Yesuit sebagai cintanya, seumur hidup!
Pada awalnya Bertie menceritakan perasaannya ketika harus meninggalkan rumah, bapak ibu, adik-adik, dan teman-teman, termasuk anjing kesayangannya, Bingo. Bertie merasa sangat kehilangan hal yang sangat ia cintai itu dan merasa rindu pada awalnya. Bertie menjalani hidup di novisiat dengan penuh pengharapan , bahwa ia pasti bisa membiasakan diri dengan semua hal baru ini. Bertie melihat sendiri bahwa para novis seperti orang pada umumnya , hanya mereka lebih kenceng dalam mencintai Tuhan dengan segala hati, yang membuat mereka menjadi persekutuan yang yang bahagia diantara yang lain. Sebagai novis baru, Bertie memutuskan untuk menunggu sambil mengamati kegiatan para novis,,,yah supaya lebih mengenal gitu.
Seiring berjalannya waktu, Bertie pun mulai menikmati ritme hidup di novisiat dan akhirnya tak terasa pada hari keenam belas di novisiat Bertie menerima jubah. Sebelum mengenakannya, Bertie berlutut dan berdoa, bersyukur atas hadiah yang luar biasa ini pada Tuhan dan Bunda Maria. Sejak saat itu Bertie secara menjadi novis dan dengan demikian ia siap dengan segala kejutan di rumah percobaan ini. Seperti dikatakan di halaman Sembilan buku ini, “A Jesuit vocation, you know, is to do anything God wants of him, in any part of the world (his Order has often been called the “shock troops” of the (church) so he gets accustomed right from the noviceship to continual changes of occupation”. Itu artinya, sudah sejak di novisiat Yesuit dibiasakan untuk siap sedia melakukan apa pun karya sejauh bisa semakin lebih memuliakan Allah. Untuk itu tidak heran novisiat sering disebut sebagai rumah percobaan karena di sana para novis istilahnya dicobai agar mempunyai daya tahan dan siap menjadi Yesitu yang tangguh. Bertie sebagai pendatang baru mendapat tugas sebagai tukang kebun (gardener).
Suatu kali Bertie diajak untuk menulis surat kepada keluarganya oleh Romo Magister. Perlahan Bertie ingat kembali kenangan indak ketika di rumah, bersama ibu, adek-adek, dan Bingo! Dikisahkan Bertie tak pernah lupa mendoakan keluarga setiap hari, tetapi untuk pertama kalinya ia merasa mengalami sendiri home sick. Kangen ya, Ber!? Hiks. Tapi setelah berbicara dengan Romo Magister, semangat Bertie kembali dikobarkan dengan kata-kata Yesus : “Siapa pun yang meninggalkan ayah, atau ibu atau tanah atau rumah untuk mengikut Aku akan mendapat 100 kali lipat dalam hidup sekarang dan hidup mendatang.
Saya tertarik dengan kidah Bertie ketika ia harus menjalani percobaan di dapur. Seperti halnya Stanislaus yang senang dengan pekerjaan dapur walaupun berasal dari keluarga bangsawan, para novis juga diajak untuk belajar rendah hati dari pekerjaan dapur. Bisa dibayangkan, di dapur itu Bertie harus membersihkan dan melayani dengan para novis lain. Bertie sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam formasi dan probasi adalah untuk mempersiapkan diri menjadi Yesuit yang handal namun tetap rendah hati.
Lain lagi cerita ketika Bertie merayakan ulang tahunnya di novisiat. Bertie merayakan ulang tahun kelahirannya yang begitu berkesan ya baru di novisiat. Hadiah bunga dari teman seangkatan telah membuat Bertie sangat bersyukur pada Tuhan, ditambah lagi di hari bahagia itu Bertie mendapat hadiah paling indah. Keluarga Bertie datang untuk mengunjungi Bertie. Pengalaman kasih di hari istimewa ini semakin membuat Bertie bersyukur atas ulang tahun yang begitu berkesan dalam hidupnya ini. Lanjut..akhirnya sampailah Bertie pada retret agung alias retret tiga puluh hari. Thirty days retreat means thirty days of silence; not silence mooning about the place with vacant minds, but silent day dedicated entirely to prayer, spiritual reading, examination of conscience, reflection and a look at our lives. Dari retret agung ini Bertie diperkenalkan dengan tradisi Latihan Rohani Serikat Yesus yang telah mencetak para tokoh seperti Fransiskus Xaverius, Petrus Claver yang mempunyai dedikasi tinggi dalam semakin memuliakan Allah dalam hidup. Banyak santo yang telah dibentuk lewat Latihan Rohani ala Ignatius ini. Tiga puluh hari yang membuat orang tidak nyaman dan merasa berdosa, dan meleleh, mencetaknya menjadi santo. Percaya atau tidak, Bertie merasa seperti di Puncak Everest. Merasa sangat nyaman berada di dekat Tuhan. Dalam tiga puluh hari itu Bertie belajar banyak hal tentang Tuhan, tentang dunia termasuk mengenal dirinya sendiri. Tapi mau tidak mau kita harus turun gunung dan kembali hidup di tengah orang-orang dengan new life dan new spirit.
Katekese…
Ketika pemuda mengikuti panggilan menjadi Yesuit mereka menjawab ajakan untuk melayani. Orang yang hanya memperhatikan keselamatan sendiri lebih baik meninggalkan serikat. Kebetulan di desa sekitar novisiat ada banyak anak yang berkerumun. Mereka adalah anak-anak yang butuh diperhatikan. Para novis dikirim untuk melayani anak-anak yang linvah ini. Maka pun mereka mengalami sendiri mengajar katekese kepada anak-anak itu. Sebagai seorang novis Bertie belajar untuk tidak mengeluh karena kesulitan dan bahaya. Ia sadar bahwa Yesuit selalu siap untuk melakukan karya pelayanan apa saja. Selama menjadi novis Bertie pernah bermimpi bekerja di pabrik, menjadi misionaris di hutan afrika, menolong korban lepra dan melayani korban di penjara. Ketika melayani katekese dengan anak-anak itu, Bertie sempat merasa putus asa karena merasa tidak mampu mengajar katekese lantaran anak-anak yang begitu bandel dan rebut. “Look, Lord,I can’t teach cathecism to those children. They are noisy. And besides, what’s the use of my teaching then when they don’t listen to a word I say?” Tapi Bertie tidak menyerah, ia belajar untuk menjadi teman bagi anak-anak itu. Anak-anak itu adalah anugerah yang harus dicintai. Sama seperti Santo Ignatius yang selalu tersenyum ketika mengajar katekese, Bertie juga belajar untuk lebih kreatif dalam mendampini katekese. Good job, Ber!
Marathi Class…
Yesuit selalu untuk menjadi fasih dalam menggunakan bahasa di mana ia tinggal. Di novisiat Bertie pun belajar bahasa daerah Marathi. Ia belajar bahasa itu dari seorang pundit yang mengajar tiga kelas seminggu. Bertie pun sempat menceritakan ketidaksukaannya dengan bahasa Marathi kepada Romo Magister. Magister tidak langsung menjawab, ia malahan menceritakan perjuangan Santo Ignatius untuk belajar bahasa Latin.
Vows Day…Hari Kaul!
Ini adalah hari di mana para novis menyerahkan hidup kepada Tuhan: kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Yang ditahbiskan adalah James dan dirayakan dengan misa. Dengan berkaul berarti ia telah meninggalkan hak unutk memiliki, untuk menikah dan membentuk keluarga dan untuk hidup berdasarkan kehendak bebasnya. James dan Tuhan telah menjadi satu dan tak akan bisa dipisahkan. Sekarang ia adalah seorang yesuit, anggota dari Serikat Yesus. Akhirnya, James harus meninggalkan novisiat untuk masa Juniorat, di rumah di mana ia mulai belajar, tahap selanjutnya dalam latihan rohani!
Bertie ingat, sebelum menjadi anggota serikat ia harus diwawancarai oleh empat eksaminator (solisitasi gitulah!). Ada empat bidang yang ditanyakan, pertama sehat jiwa raga untuk berkarya dalam serikat, kedua kecerdasan yang cukup untuk belajar sebagai imam, ketiga kekuatan moral yang cukup untuk maju dalam kebajikan, dan keempat niat baik untuk melayani Tuhan dan sesama. Oleh Romo Provinsial Bertie ditanyai mengapa memilih Yesuit dan bukan yang lain. “Harus aku akui bahwa aku ingin masuk menjadi Yesuit karena aku memang suka dengan Yesuit. Aku suka yang telah aku dengar tentang karya mereka bagi Tuhan dan Gereja!”. Tetapi Romo Provinsial tidak terlihat puas dengan jawaban Bertie. “Dan ketika Romo Provinsial menceritakan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam seriakt, yang aku tahu itu adalah jalan hidup yang aku inginkan. Bukan karena aku seorang avonturir, tapi ini adalah gaya hidup yang menantang seorang pemuda untuk melakukan hal besar bagi Tuhan!”, demikian ungkap Bertie.
“Hidup sebagai Yesuit memang berat, tapi jika kamu menghidupi panggilanmu kamu akan menjadi manusia yang bahagia”, ungkap Romo Provinsial kepada Bertie. Akhirnya, kisah ditutup dengan tantangan dari Romo Bertie kepada para calon yang tertarik masuk serikat, bahwa tidak cukup dengan hanya mendengar kisah tentang novisiat lebih dari itu perlu mengalami sendiri novisiat itu!!! “The secret of Yesuit lies in its mobility and its obedience. That is why it is feared and hated by its enemies”.
Label:
ringkasan buku di seminari
The Art of Mindset
Pulung Wismantyoko, Yustinus
Judul buku : The Secret of Mindset
Penulis : Adi W Gunawan
Penerbit : Gramedia Jakarta
Tebal Buku : 295 halaman
Tahun Terbit : 2008
Mengapa kita perlu mengubah belief kita? Ya jelas karena kita ingin berubah. Namun, alasan yang lebih logis lagi adalah karena orang selama ini secara tidak sadar menjalani hidup sesuai dengan skenario hidup (life script) mereka. Dan life script itu tidak lain dan tidak bukan adalah BELIEF.
Langkah awal mengubah belief adalah menyadari bahwa kita bukan belief kita. Kita bukan rule ataupun value kita. Kita lebih dari sekumpulan belief. Apa pun belief kita saat ini, semuanya semata-mata hanyalah hasil atau akibat dari proses pembelajaran. Jika belief adalah diri kita, sejak lahir kita sudah punya belief. Padahal saat kita lahir kita sama sekali tidak mempunyai belief apa pun. Karena belief adalah sesuatu yang dipelajari, belief itu bisa diubah, diganti, dimodifikasi, atau bahkan ditanggalkan.
Proses pembentukan belief mirip dengan proses instalasi program komputer. Jika suatu program bisa terinstal, program yang sama pasti bisa di un-install. “If you can learn it then you can un-learn it. Learning is to un-learn dan re-learn”. Semakin orang ingin mengubahnya, semakin kuat belief itu melawan upayanya. Resistensi ini yang kita alami sebagai perasaan tidak enak. Resistensi adalah konflik di antara apa yang kita rasakan (emosi, pikiran bawah sadar) dan apa yang kita pikirkan secara logis (pikiran sadar). Hal ini disebut dengan homeostasis.
Homeostasis ini juga sebenarnya hasil kerja belief. Homeostasis menghambat perubahan dengan mengaktifkan emosi tertentu. Biasanya yang kita rasakan adalah emosi tidak enak sehingga kita akhirnya berhasil dipaksa untuk menghentikan proses perubahan.
Proses mengubah belief menjadi semakin sulit dilakukan karena kita cenderung mengevaluasi nelief berdasarkan konsep benar dan salah. Cara ini bukanlah cata yang tepat dalam mengevaluasi belief. Cara yang lebih konstruktif dan kondusif untuk pengubahan, pengembangan dan peningkatan diri adalah dengan mengevaluasi belief berdasarkan manfaatnya, apakah suatu belief mendukung ataukah justru menghambat diri kita dalam mencapai tujuan hidup. Belief yang mendukung adalah belief yang berisi hasil yang diinginkan.
“First we create our beliefs, and then our belief create us”. Belief sangat penting untuk kebahagiaan kita karena dua alasan. Pertama, otak adalah organ dengan kemampuan luar biasa yang mampu mencapai target apa pun yang sejalan dengan program (baca: belief) yang terinstal. Kedua, manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai dorongan kebutuhan yang sangat kuat untuk bisa hidup konsisten antara apa yang mereka percayai sebagai hal benar dan yang sungguh-sungguh benar.
Pikiran bawah sadar tidak suka dengan hal-hal yang tidak ia kenal. Segala sesuatu yang tidak dikenal pikiran bawah sadar dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan diri kita. Bila kita bergerak keluar zona kenyamanan, kita akan merasa tidak nyaman. Pikiran bawah sadar akan membawa kita kembali masuk ke zona nyaman kita. Berubah berarti kita keluar dari daerah yang kita kenal (known) dan masuk ke wilayah yang tidak kita kenal (unknown).
Pertanyaannya sekarang, apakah zona nyaman itu benar-benar nyaman? Tidak juga. Seringkali yang terjadi zona nyaman telah berubah menjadi zona tidak nyaman. Namun, mengapa orang tetap tidak mau berubah? Karena sesuatu yang tidak nyaman ini adalah sesuatu yang sudah ia kenal (known). Karena sudah dikenal pikiran bawah sadar, ketidaknyamanan ini akan dianggap sebagai suatu kenyamanan.
Kembali ke pertanyaan, bagaimana kita mengubah belief kita? Caranya dengan menggunakan kesadaran untuk mengenali dan menentukan belief mana yang perlu diubah atau ditanggalkan. Setiap kali ada belief yang muncul, kita perlu segera memisahkan diri dari belief kita dan mengamati belief itu dengan penuh rasa ingin tahu. Kita hanya berperan sebagai pengamat. Jangan sampai kita melekat pada belief kita. Melekat maksudnya kita merasa sayang dengan belief kita. Ingat selalu, belief kita bukanlah diri kita! Belief adalah cara kita melihat, belief adalah suatu aktivitas mencata yang mempengaruhi hidup kita. Namun, kita adalah pemilih dan pencipta belief itu. Kita berkuasa penuh atas belief itu!
Judul buku : The Secret of Mindset
Penulis : Adi W Gunawan
Penerbit : Gramedia Jakarta
Tebal Buku : 295 halaman
Tahun Terbit : 2008
Mengapa kita perlu mengubah belief kita? Ya jelas karena kita ingin berubah. Namun, alasan yang lebih logis lagi adalah karena orang selama ini secara tidak sadar menjalani hidup sesuai dengan skenario hidup (life script) mereka. Dan life script itu tidak lain dan tidak bukan adalah BELIEF.
Langkah awal mengubah belief adalah menyadari bahwa kita bukan belief kita. Kita bukan rule ataupun value kita. Kita lebih dari sekumpulan belief. Apa pun belief kita saat ini, semuanya semata-mata hanyalah hasil atau akibat dari proses pembelajaran. Jika belief adalah diri kita, sejak lahir kita sudah punya belief. Padahal saat kita lahir kita sama sekali tidak mempunyai belief apa pun. Karena belief adalah sesuatu yang dipelajari, belief itu bisa diubah, diganti, dimodifikasi, atau bahkan ditanggalkan.
Proses pembentukan belief mirip dengan proses instalasi program komputer. Jika suatu program bisa terinstal, program yang sama pasti bisa di un-install. “If you can learn it then you can un-learn it. Learning is to un-learn dan re-learn”. Semakin orang ingin mengubahnya, semakin kuat belief itu melawan upayanya. Resistensi ini yang kita alami sebagai perasaan tidak enak. Resistensi adalah konflik di antara apa yang kita rasakan (emosi, pikiran bawah sadar) dan apa yang kita pikirkan secara logis (pikiran sadar). Hal ini disebut dengan homeostasis.
Homeostasis ini juga sebenarnya hasil kerja belief. Homeostasis menghambat perubahan dengan mengaktifkan emosi tertentu. Biasanya yang kita rasakan adalah emosi tidak enak sehingga kita akhirnya berhasil dipaksa untuk menghentikan proses perubahan.
Proses mengubah belief menjadi semakin sulit dilakukan karena kita cenderung mengevaluasi nelief berdasarkan konsep benar dan salah. Cara ini bukanlah cata yang tepat dalam mengevaluasi belief. Cara yang lebih konstruktif dan kondusif untuk pengubahan, pengembangan dan peningkatan diri adalah dengan mengevaluasi belief berdasarkan manfaatnya, apakah suatu belief mendukung ataukah justru menghambat diri kita dalam mencapai tujuan hidup. Belief yang mendukung adalah belief yang berisi hasil yang diinginkan.
“First we create our beliefs, and then our belief create us”. Belief sangat penting untuk kebahagiaan kita karena dua alasan. Pertama, otak adalah organ dengan kemampuan luar biasa yang mampu mencapai target apa pun yang sejalan dengan program (baca: belief) yang terinstal. Kedua, manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai dorongan kebutuhan yang sangat kuat untuk bisa hidup konsisten antara apa yang mereka percayai sebagai hal benar dan yang sungguh-sungguh benar.
Pikiran bawah sadar tidak suka dengan hal-hal yang tidak ia kenal. Segala sesuatu yang tidak dikenal pikiran bawah sadar dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan diri kita. Bila kita bergerak keluar zona kenyamanan, kita akan merasa tidak nyaman. Pikiran bawah sadar akan membawa kita kembali masuk ke zona nyaman kita. Berubah berarti kita keluar dari daerah yang kita kenal (known) dan masuk ke wilayah yang tidak kita kenal (unknown).
Pertanyaannya sekarang, apakah zona nyaman itu benar-benar nyaman? Tidak juga. Seringkali yang terjadi zona nyaman telah berubah menjadi zona tidak nyaman. Namun, mengapa orang tetap tidak mau berubah? Karena sesuatu yang tidak nyaman ini adalah sesuatu yang sudah ia kenal (known). Karena sudah dikenal pikiran bawah sadar, ketidaknyamanan ini akan dianggap sebagai suatu kenyamanan.
Kembali ke pertanyaan, bagaimana kita mengubah belief kita? Caranya dengan menggunakan kesadaran untuk mengenali dan menentukan belief mana yang perlu diubah atau ditanggalkan. Setiap kali ada belief yang muncul, kita perlu segera memisahkan diri dari belief kita dan mengamati belief itu dengan penuh rasa ingin tahu. Kita hanya berperan sebagai pengamat. Jangan sampai kita melekat pada belief kita. Melekat maksudnya kita merasa sayang dengan belief kita. Ingat selalu, belief kita bukanlah diri kita! Belief adalah cara kita melihat, belief adalah suatu aktivitas mencata yang mempengaruhi hidup kita. Namun, kita adalah pemilih dan pencipta belief itu. Kita berkuasa penuh atas belief itu!
Label:
ringkasan buku di seminari
Be The Legend
Yustinus Pulung Wismantyoko/XII Sosial/25
“Dia orang yang luar biasa, dan dia mengaitkan kualitas dirinya dengan apa
yang telah dia pelajari darimu....” Edda. Hal. 100
“Aku bisa saja menjelaskan bahwa dia sedang menyusuri jalan klasik seorang penyihir,
yang melalui karakter individualnya berusaha berhubungan dengan dunia atas dan dunia
bawah, tetapi selalu berakhir menghancurkan hidupnya sendiri. Dia melayani orang lain,
membagikan energi tetapi tidak menerima apa-apa sebagai balasan.” Edda. Hal. 119
***
Judul Buku : The Witch of Portobello
Pengarang : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Jumlah Halaman: 308 hlm; 20 cm
Cetak : Maret 2009
Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri, bahkan pada saat kita tak yakin akan diri kita sendiri? Itulah pertanyaan utama dalam karya terbaru penulis bestseller Paulo Coelho, Sang Penyihir dari Portobello. Secara garis besar buku ini bercerita tentang perempuan misterius bernama Athena yang disampaikan oleh banyak orang yang mengenalnya dengan baik atau bahkan nyaris tidak mengenalnya sama sekali.
Be The Legend....menjadi legenda , itulah karakter yang aku tangkap dari buku berjudul The Witch of Portobello. Harus aku akui karakter ini memang langka dan sangat jarang aku jumpai dalam kehidupanku sehari-hari. Aku sendiri merasa menjadi seorang legenda itu bukan hal yang mudah....bahkan terpikir saja aku tidak. Dibutuhkan banyak kriteria yang tidak semua orang mampu memenuhinya. Gelar kehormatan ini aku sematkan pada seorang wanita misterius, Athena Sang Penyihir dari Portobello
Tidak seperti novel Paulo Coelho yang lain, The Witch of Portobello menggunakan sudut pandang yang unik. Paulo Coelho menggunakan semua tokoh yang ada dalam cerita sebagai pencerita sehingga diperoleh novel yang mempunyai sudut pandang yang lebih dari satu. Di satu sisi cara bercerita semacam ini memang baru pertama kali saya temui, dan ini unik, tetapi bagi pembaca yang tidak biasa membaca karya Paulo Coelho mungkin akan sedikit mengalami kesulitan.
Cerita dimulai dengan kelahiran seorang anak keturunan gipsi (penyihir Romania) yang diadopsi oleh pasutri dari Lebanon. Hidup dalam suasana perang Lebanon, akhirnya keluarga itu pun memutuskan untuk pindah ke kota London, Inggris. Di masa balita, Sherine, nama panggilannya, sudah menunjukkan keunikan yang tidak dimiliki oleh banyak anak seusianya. Sherine mempunyai anugerah untuk melihat roh-roh, termasuk pada satu waktu dia mendapat penampakan dari Bunda Maria yang disebutnya sebagai wanita berjubah putih. Kemampuannya ini membuat kedua orang tua angkatnya merasa kawatir dengan kehidupannya. Sherine pun kerap dijumpai sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat.
Beranjak dewasa, kedua orang tua angkat Sherine membeberkan bahwa sesungguhnya Sherine adalah anak adopsi yang diangkat dari panti asuhan Lebanon. Kejadian itu mengguncang Sherine remaja dan sempat membuat Sherine kehilangan semangat hidup. Namun, wataknya yang keras dan mandiri memampukannya bertahan dan seiring dengan perubahan nama Sherine menjadi Athena (nama dewi Yunani), Athena bertransformasi menjadi manusia yang selalu haus akan pengalaman baru. Maka, dimulailah perjalanan hidupnya yang menggugah jiwa.
Athena memutuskan untuk melanjutkan studi teknik di salah satu universitas di London. Aura dan kharisma Athena yang memancar keluar membuat orang-orang di sekitarnya mendekat kepadanya. Termasuk seorang laki-laki jurusan kedokteran, Peterssen demikian panggilannya, yang pada akhirnya nanti melamar Athena menjadi istrinya. Mereka menjalin asmara, dan keputusan mereka untuk menikah pada usia muda membuat Peterssen harus menanggalkan kuliahnya dan itu berearti dia harus melepas obesesinya menjadi seorang dokter. Namun, kehidupan rumah tangga mereka tak dapat bertahan lama setelah Athena melahirkan Viorel karena Peterssen merasa Athena hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan seorang anak. Peristiwa ini membuat Athena merasa tidak dicintai. Luka lama setelah pengakuan kedua orang tuanya kembali terbuka bahkan meninggalkan bekas yang dalam.
Sebagai single parentAthena berusaha menghidupi anaknya, Viorel, maka ia mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkan lowongan menjadi seorang sekretaris bank dan mereka harus tinggal di sebuah losmen tua. Setiap malam di losmen itu terdengar suara riuh musik dan orang menari. Berawal dari perasaan terganggu, Athena memberanikan diri untuk melihat apa yang sedang terjadi. Peristiwa itu membuatnya berkenalan dengan sebuah ritual tarian pembebasan jiwa. Athena merasa tarian adalah pilihan yang tepat untuk melepaskan semua masalah dan tekanan dalam hidupnya, maka ia pun mendalami dan berlatih menari. “Sejak masih kanak-kanak aku sudah terbiasa merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi kehidupan selalu membawaku jauh dar-Nya. Musik hanya satu cara yang kutemukan untuk mendekat, tetapi itu tidak cukup. Setiap kali aku menari aku melihat cahaya dan cahaya itu kini memintaku berjalan labih jauh. Tapi aku tidak bisa meneruskannya sendirian, aku butuh seorang mengajariku”. - Athena hal. 91-92
Ritual tari yang dilakukan Athena ternyata membawa perubahan nyata dalam kehiudannya sehingga menarik teman-teman kantornya untuk melakukan yang Athena lakukan. Pengaruh Athena ternyata berimbas pada prestasi kerjanya di bank sehingga ia dipromosikan bekerja di Dubai. Athena selalu dibayangi “ruang kosong” yang selalu membuatnya merasa tidak puas dengan segala pencapaiannya. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan seorang wanita seniman kaligrafi. Kehausannya untuk mengisi ruang kosong dalam hidupnya membuatnya mempelajari kaligrafi yang adalah ilmu yang sama sekali baru dalam hidupnya. Semangat belajar dan ketekunannya membuatnya dengan cepat mengusai seni kaligrafi bahkan ia merasa bisa menemukan Allah melalui kaligrafi. “Caraku mendekati Allah adalah melalui kaligrafi dan pencarian arti sesungguhnya dari setiap kata. Hanya sebuah huruf mengharuskan kita menyaring daripadanya semua energi yang terkandung di dalamnya, seakan kita sedang menhukir artinya. Ketika teks suci ditulis, mereka memuat jiwa orang yang menulisnya yang menjadi alat untuk menyebarkan teks ke seluruh dunia. Dan aku tidak hanya berlaku untuk terks suci, tetapi untuk setiap goresan yang kita guratkan di atas kertas. Karena tangan yang menarik setiap garis merefleksikan jiwa orang yang membuat garis itu”. -Nabil Alaihi hal. 93
Melalui kaligrafi Athena mulai memahami ruang kosong yang ada dalam dirinya. Athena selalu gelisah mencari yang hilang dalam dirinya, ibunya! Kala itu Athena sedang berada pada tahap kesadaran yang paling matang. Perlahan-lahan Athena dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Pencariannya berlanjut sampai ke Bucharest, Romania. Dalam perjalanan mencari ibunya Athena berjumpa dengan Edda, wanita Skotlandia, yang bekerja sebagai dokter. Di Romania inilah Athena diperkenalkan dengan penyembahan kepada alam yang dalam novel itu disebut sebagai Sang Ibu oleh Edda. (Dalam novel-novelnya, Paulo Coelho memang kerap menggunakan sisi feminin Tuhan sebagai manifestasi ke-Allah-an). Lagi pula, perjumpaannya dengan ibu kandungnya semakin menegaskan tradisi gipsi yang mengalir dalam darahnya. Tradisi inilah yang membuat Athena lama ke lamaan mulai jatuh pada penyembahan alam yang dilakukan Athena, atas anjuran Edda, dengan mengajar ritual seperti meditasi kepada orang-orang di sekitarnya. Kesadaran Athena memang berkembang pesat mencapai tingkat paling matang, namun bagaimana pun apa yang menjadi pergulatan Athena belum bisa diterima orang-orang pada umumnya sehingga ia malah mendapat julukan Sang Penyihir dari Portobello. Bahkan Pendeta Buck, pemimpin keagamaan di London yang menyangka Athena dan para pengikutnya melakukan praktik penyembahan setan, menyuarakan dengan keras untuk menghapuskan gerakan Athena. Karakter Legenda Athena justru nampak ketika Athena terus berusaha bertahan di tengah gempuran dan tekanan institusi agama yang sudah mapan. Ia tak gentar mempertahankan apa yang dihayatinya selama ini sampai pada akhir hayatnya ia ditemukan tewas bersama anaknya. Bagaimanapun cerita yang berakhir tragis ini telah meninggalkan jejak dalam batin akan makna perjuangan membela iman walau mati adalah taruhannya. Kalau jaman sekarang mungkin kasusnya sama seperti Bom Bunuh Diri Marriot dan Ritz Carlton. Aku melihat sisi legenda Athena sebagai karakter yang luhur dan patut diteladani. Misi Athena hanya satu: “Aku ingin mengkahiri kemunafikan orang dari dunia dan bukan karena ketenaran nama, tapi supaya misi kebangkitan jaman baru (new age???) terselesaikan.”
NB: Romo, saya mau tanya...Yang dimaksud jaman baru itu apakah New Age...?
Apakah itu berarti Paulo Coelho itu New Age..?
Terima kasih Romo...
“Dia orang yang luar biasa, dan dia mengaitkan kualitas dirinya dengan apa
yang telah dia pelajari darimu....” Edda. Hal. 100
“Aku bisa saja menjelaskan bahwa dia sedang menyusuri jalan klasik seorang penyihir,
yang melalui karakter individualnya berusaha berhubungan dengan dunia atas dan dunia
bawah, tetapi selalu berakhir menghancurkan hidupnya sendiri. Dia melayani orang lain,
membagikan energi tetapi tidak menerima apa-apa sebagai balasan.” Edda. Hal. 119
***
Judul Buku : The Witch of Portobello
Pengarang : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Jumlah Halaman: 308 hlm; 20 cm
Cetak : Maret 2009
Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri, bahkan pada saat kita tak yakin akan diri kita sendiri? Itulah pertanyaan utama dalam karya terbaru penulis bestseller Paulo Coelho, Sang Penyihir dari Portobello. Secara garis besar buku ini bercerita tentang perempuan misterius bernama Athena yang disampaikan oleh banyak orang yang mengenalnya dengan baik atau bahkan nyaris tidak mengenalnya sama sekali.
Be The Legend....menjadi legenda , itulah karakter yang aku tangkap dari buku berjudul The Witch of Portobello. Harus aku akui karakter ini memang langka dan sangat jarang aku jumpai dalam kehidupanku sehari-hari. Aku sendiri merasa menjadi seorang legenda itu bukan hal yang mudah....bahkan terpikir saja aku tidak. Dibutuhkan banyak kriteria yang tidak semua orang mampu memenuhinya. Gelar kehormatan ini aku sematkan pada seorang wanita misterius, Athena Sang Penyihir dari Portobello
Tidak seperti novel Paulo Coelho yang lain, The Witch of Portobello menggunakan sudut pandang yang unik. Paulo Coelho menggunakan semua tokoh yang ada dalam cerita sebagai pencerita sehingga diperoleh novel yang mempunyai sudut pandang yang lebih dari satu. Di satu sisi cara bercerita semacam ini memang baru pertama kali saya temui, dan ini unik, tetapi bagi pembaca yang tidak biasa membaca karya Paulo Coelho mungkin akan sedikit mengalami kesulitan.
Cerita dimulai dengan kelahiran seorang anak keturunan gipsi (penyihir Romania) yang diadopsi oleh pasutri dari Lebanon. Hidup dalam suasana perang Lebanon, akhirnya keluarga itu pun memutuskan untuk pindah ke kota London, Inggris. Di masa balita, Sherine, nama panggilannya, sudah menunjukkan keunikan yang tidak dimiliki oleh banyak anak seusianya. Sherine mempunyai anugerah untuk melihat roh-roh, termasuk pada satu waktu dia mendapat penampakan dari Bunda Maria yang disebutnya sebagai wanita berjubah putih. Kemampuannya ini membuat kedua orang tua angkatnya merasa kawatir dengan kehidupannya. Sherine pun kerap dijumpai sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat.
Beranjak dewasa, kedua orang tua angkat Sherine membeberkan bahwa sesungguhnya Sherine adalah anak adopsi yang diangkat dari panti asuhan Lebanon. Kejadian itu mengguncang Sherine remaja dan sempat membuat Sherine kehilangan semangat hidup. Namun, wataknya yang keras dan mandiri memampukannya bertahan dan seiring dengan perubahan nama Sherine menjadi Athena (nama dewi Yunani), Athena bertransformasi menjadi manusia yang selalu haus akan pengalaman baru. Maka, dimulailah perjalanan hidupnya yang menggugah jiwa.
Athena memutuskan untuk melanjutkan studi teknik di salah satu universitas di London. Aura dan kharisma Athena yang memancar keluar membuat orang-orang di sekitarnya mendekat kepadanya. Termasuk seorang laki-laki jurusan kedokteran, Peterssen demikian panggilannya, yang pada akhirnya nanti melamar Athena menjadi istrinya. Mereka menjalin asmara, dan keputusan mereka untuk menikah pada usia muda membuat Peterssen harus menanggalkan kuliahnya dan itu berearti dia harus melepas obesesinya menjadi seorang dokter. Namun, kehidupan rumah tangga mereka tak dapat bertahan lama setelah Athena melahirkan Viorel karena Peterssen merasa Athena hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan seorang anak. Peristiwa ini membuat Athena merasa tidak dicintai. Luka lama setelah pengakuan kedua orang tuanya kembali terbuka bahkan meninggalkan bekas yang dalam.
Sebagai single parentAthena berusaha menghidupi anaknya, Viorel, maka ia mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkan lowongan menjadi seorang sekretaris bank dan mereka harus tinggal di sebuah losmen tua. Setiap malam di losmen itu terdengar suara riuh musik dan orang menari. Berawal dari perasaan terganggu, Athena memberanikan diri untuk melihat apa yang sedang terjadi. Peristiwa itu membuatnya berkenalan dengan sebuah ritual tarian pembebasan jiwa. Athena merasa tarian adalah pilihan yang tepat untuk melepaskan semua masalah dan tekanan dalam hidupnya, maka ia pun mendalami dan berlatih menari. “Sejak masih kanak-kanak aku sudah terbiasa merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi kehidupan selalu membawaku jauh dar-Nya. Musik hanya satu cara yang kutemukan untuk mendekat, tetapi itu tidak cukup. Setiap kali aku menari aku melihat cahaya dan cahaya itu kini memintaku berjalan labih jauh. Tapi aku tidak bisa meneruskannya sendirian, aku butuh seorang mengajariku”. - Athena hal. 91-92
Ritual tari yang dilakukan Athena ternyata membawa perubahan nyata dalam kehiudannya sehingga menarik teman-teman kantornya untuk melakukan yang Athena lakukan. Pengaruh Athena ternyata berimbas pada prestasi kerjanya di bank sehingga ia dipromosikan bekerja di Dubai. Athena selalu dibayangi “ruang kosong” yang selalu membuatnya merasa tidak puas dengan segala pencapaiannya. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan seorang wanita seniman kaligrafi. Kehausannya untuk mengisi ruang kosong dalam hidupnya membuatnya mempelajari kaligrafi yang adalah ilmu yang sama sekali baru dalam hidupnya. Semangat belajar dan ketekunannya membuatnya dengan cepat mengusai seni kaligrafi bahkan ia merasa bisa menemukan Allah melalui kaligrafi. “Caraku mendekati Allah adalah melalui kaligrafi dan pencarian arti sesungguhnya dari setiap kata. Hanya sebuah huruf mengharuskan kita menyaring daripadanya semua energi yang terkandung di dalamnya, seakan kita sedang menhukir artinya. Ketika teks suci ditulis, mereka memuat jiwa orang yang menulisnya yang menjadi alat untuk menyebarkan teks ke seluruh dunia. Dan aku tidak hanya berlaku untuk terks suci, tetapi untuk setiap goresan yang kita guratkan di atas kertas. Karena tangan yang menarik setiap garis merefleksikan jiwa orang yang membuat garis itu”. -Nabil Alaihi hal. 93
Melalui kaligrafi Athena mulai memahami ruang kosong yang ada dalam dirinya. Athena selalu gelisah mencari yang hilang dalam dirinya, ibunya! Kala itu Athena sedang berada pada tahap kesadaran yang paling matang. Perlahan-lahan Athena dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Pencariannya berlanjut sampai ke Bucharest, Romania. Dalam perjalanan mencari ibunya Athena berjumpa dengan Edda, wanita Skotlandia, yang bekerja sebagai dokter. Di Romania inilah Athena diperkenalkan dengan penyembahan kepada alam yang dalam novel itu disebut sebagai Sang Ibu oleh Edda. (Dalam novel-novelnya, Paulo Coelho memang kerap menggunakan sisi feminin Tuhan sebagai manifestasi ke-Allah-an). Lagi pula, perjumpaannya dengan ibu kandungnya semakin menegaskan tradisi gipsi yang mengalir dalam darahnya. Tradisi inilah yang membuat Athena lama ke lamaan mulai jatuh pada penyembahan alam yang dilakukan Athena, atas anjuran Edda, dengan mengajar ritual seperti meditasi kepada orang-orang di sekitarnya. Kesadaran Athena memang berkembang pesat mencapai tingkat paling matang, namun bagaimana pun apa yang menjadi pergulatan Athena belum bisa diterima orang-orang pada umumnya sehingga ia malah mendapat julukan Sang Penyihir dari Portobello. Bahkan Pendeta Buck, pemimpin keagamaan di London yang menyangka Athena dan para pengikutnya melakukan praktik penyembahan setan, menyuarakan dengan keras untuk menghapuskan gerakan Athena. Karakter Legenda Athena justru nampak ketika Athena terus berusaha bertahan di tengah gempuran dan tekanan institusi agama yang sudah mapan. Ia tak gentar mempertahankan apa yang dihayatinya selama ini sampai pada akhir hayatnya ia ditemukan tewas bersama anaknya. Bagaimanapun cerita yang berakhir tragis ini telah meninggalkan jejak dalam batin akan makna perjuangan membela iman walau mati adalah taruhannya. Kalau jaman sekarang mungkin kasusnya sama seperti Bom Bunuh Diri Marriot dan Ritz Carlton. Aku melihat sisi legenda Athena sebagai karakter yang luhur dan patut diteladani. Misi Athena hanya satu: “Aku ingin mengkahiri kemunafikan orang dari dunia dan bukan karena ketenaran nama, tapi supaya misi kebangkitan jaman baru (new age???) terselesaikan.”
NB: Romo, saya mau tanya...Yang dimaksud jaman baru itu apakah New Age...?
Apakah itu berarti Paulo Coelho itu New Age..?
Terima kasih Romo...
Label:
ringkasan buku di seminari
Subscribe to:
Posts (Atom)