Saturday, February 20, 2010

Be The Legend

Yustinus Pulung Wismantyoko/XII Sosial/25

“Dia orang yang luar biasa, dan dia mengaitkan kualitas dirinya dengan apa
yang telah dia pelajari darimu....” Edda. Hal. 100
“Aku bisa saja menjelaskan bahwa dia sedang menyusuri jalan klasik seorang penyihir,
yang melalui karakter individualnya berusaha berhubungan dengan dunia atas dan dunia
bawah, tetapi selalu berakhir menghancurkan hidupnya sendiri. Dia melayani orang lain,
membagikan energi tetapi tidak menerima apa-apa sebagai balasan.” Edda. Hal. 119
***

Judul Buku : The Witch of Portobello
Pengarang : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Jumlah Halaman: 308 hlm; 20 cm
Cetak : Maret 2009

Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri, bahkan pada saat kita tak yakin akan diri kita sendiri? Itulah pertanyaan utama dalam karya terbaru penulis bestseller Paulo Coelho, Sang Penyihir dari Portobello. Secara garis besar buku ini bercerita tentang perempuan misterius bernama Athena yang disampaikan oleh banyak orang yang mengenalnya dengan baik atau bahkan nyaris tidak mengenalnya sama sekali.
Be The Legend....menjadi legenda , itulah karakter yang aku tangkap dari buku berjudul The Witch of Portobello. Harus aku akui karakter ini memang langka dan sangat jarang aku jumpai dalam kehidupanku sehari-hari. Aku sendiri merasa menjadi seorang legenda itu bukan hal yang mudah....bahkan terpikir saja aku tidak. Dibutuhkan banyak kriteria yang tidak semua orang mampu memenuhinya. Gelar kehormatan ini aku sematkan pada seorang wanita misterius, Athena Sang Penyihir dari Portobello
Tidak seperti novel Paulo Coelho yang lain, The Witch of Portobello menggunakan sudut pandang yang unik. Paulo Coelho menggunakan semua tokoh yang ada dalam cerita sebagai pencerita sehingga diperoleh novel yang mempunyai sudut pandang yang lebih dari satu. Di satu sisi cara bercerita semacam ini memang baru pertama kali saya temui, dan ini unik, tetapi bagi pembaca yang tidak biasa membaca karya Paulo Coelho mungkin akan sedikit mengalami kesulitan.
Cerita dimulai dengan kelahiran seorang anak keturunan gipsi (penyihir Romania) yang diadopsi oleh pasutri dari Lebanon. Hidup dalam suasana perang Lebanon, akhirnya keluarga itu pun memutuskan untuk pindah ke kota London, Inggris. Di masa balita, Sherine, nama panggilannya, sudah menunjukkan keunikan yang tidak dimiliki oleh banyak anak seusianya. Sherine mempunyai anugerah untuk melihat roh-roh, termasuk pada satu waktu dia mendapat penampakan dari Bunda Maria yang disebutnya sebagai wanita berjubah putih. Kemampuannya ini membuat kedua orang tua angkatnya merasa kawatir dengan kehidupannya. Sherine pun kerap dijumpai sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat.
Beranjak dewasa, kedua orang tua angkat Sherine membeberkan bahwa sesungguhnya Sherine adalah anak adopsi yang diangkat dari panti asuhan Lebanon. Kejadian itu mengguncang Sherine remaja dan sempat membuat Sherine kehilangan semangat hidup. Namun, wataknya yang keras dan mandiri memampukannya bertahan dan seiring dengan perubahan nama Sherine menjadi Athena (nama dewi Yunani), Athena bertransformasi menjadi manusia yang selalu haus akan pengalaman baru. Maka, dimulailah perjalanan hidupnya yang menggugah jiwa.
Athena memutuskan untuk melanjutkan studi teknik di salah satu universitas di London. Aura dan kharisma Athena yang memancar keluar membuat orang-orang di sekitarnya mendekat kepadanya. Termasuk seorang laki-laki jurusan kedokteran, Peterssen demikian panggilannya, yang pada akhirnya nanti melamar Athena menjadi istrinya. Mereka menjalin asmara, dan keputusan mereka untuk menikah pada usia muda membuat Peterssen harus menanggalkan kuliahnya dan itu berearti dia harus melepas obesesinya menjadi seorang dokter. Namun, kehidupan rumah tangga mereka tak dapat bertahan lama setelah Athena melahirkan Viorel karena Peterssen merasa Athena hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan seorang anak. Peristiwa ini membuat Athena merasa tidak dicintai. Luka lama setelah pengakuan kedua orang tuanya kembali terbuka bahkan meninggalkan bekas yang dalam.
Sebagai single parentAthena berusaha menghidupi anaknya, Viorel, maka ia mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkan lowongan menjadi seorang sekretaris bank dan mereka harus tinggal di sebuah losmen tua. Setiap malam di losmen itu terdengar suara riuh musik dan orang menari. Berawal dari perasaan terganggu, Athena memberanikan diri untuk melihat apa yang sedang terjadi. Peristiwa itu membuatnya berkenalan dengan sebuah ritual tarian pembebasan jiwa. Athena merasa tarian adalah pilihan yang tepat untuk melepaskan semua masalah dan tekanan dalam hidupnya, maka ia pun mendalami dan berlatih menari. “Sejak masih kanak-kanak aku sudah terbiasa merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi kehidupan selalu membawaku jauh dar-Nya. Musik hanya satu cara yang kutemukan untuk mendekat, tetapi itu tidak cukup. Setiap kali aku menari aku melihat cahaya dan cahaya itu kini memintaku berjalan labih jauh. Tapi aku tidak bisa meneruskannya sendirian, aku butuh seorang mengajariku”. - Athena hal. 91-92
Ritual tari yang dilakukan Athena ternyata membawa perubahan nyata dalam kehiudannya sehingga menarik teman-teman kantornya untuk melakukan yang Athena lakukan. Pengaruh Athena ternyata berimbas pada prestasi kerjanya di bank sehingga ia dipromosikan bekerja di Dubai. Athena selalu dibayangi “ruang kosong” yang selalu membuatnya merasa tidak puas dengan segala pencapaiannya. Sampai akhirnya dia dipertemukan dengan seorang wanita seniman kaligrafi. Kehausannya untuk mengisi ruang kosong dalam hidupnya membuatnya mempelajari kaligrafi yang adalah ilmu yang sama sekali baru dalam hidupnya. Semangat belajar dan ketekunannya membuatnya dengan cepat mengusai seni kaligrafi bahkan ia merasa bisa menemukan Allah melalui kaligrafi. “Caraku mendekati Allah adalah melalui kaligrafi dan pencarian arti sesungguhnya dari setiap kata. Hanya sebuah huruf mengharuskan kita menyaring daripadanya semua energi yang terkandung di dalamnya, seakan kita sedang menhukir artinya. Ketika teks suci ditulis, mereka memuat jiwa orang yang menulisnya yang menjadi alat untuk menyebarkan teks ke seluruh dunia. Dan aku tidak hanya berlaku untuk terks suci, tetapi untuk setiap goresan yang kita guratkan di atas kertas. Karena tangan yang menarik setiap garis merefleksikan jiwa orang yang membuat garis itu”. -Nabil Alaihi hal. 93
Melalui kaligrafi Athena mulai memahami ruang kosong yang ada dalam dirinya. Athena selalu gelisah mencari yang hilang dalam dirinya, ibunya! Kala itu Athena sedang berada pada tahap kesadaran yang paling matang. Perlahan-lahan Athena dibentuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Pencariannya berlanjut sampai ke Bucharest, Romania. Dalam perjalanan mencari ibunya Athena berjumpa dengan Edda, wanita Skotlandia, yang bekerja sebagai dokter. Di Romania inilah Athena diperkenalkan dengan penyembahan kepada alam yang dalam novel itu disebut sebagai Sang Ibu oleh Edda. (Dalam novel-novelnya, Paulo Coelho memang kerap menggunakan sisi feminin Tuhan sebagai manifestasi ke-Allah-an). Lagi pula, perjumpaannya dengan ibu kandungnya semakin menegaskan tradisi gipsi yang mengalir dalam darahnya. Tradisi inilah yang membuat Athena lama ke lamaan mulai jatuh pada penyembahan alam yang dilakukan Athena, atas anjuran Edda, dengan mengajar ritual seperti meditasi kepada orang-orang di sekitarnya. Kesadaran Athena memang berkembang pesat mencapai tingkat paling matang, namun bagaimana pun apa yang menjadi pergulatan Athena belum bisa diterima orang-orang pada umumnya sehingga ia malah mendapat julukan Sang Penyihir dari Portobello. Bahkan Pendeta Buck, pemimpin keagamaan di London yang menyangka Athena dan para pengikutnya melakukan praktik penyembahan setan, menyuarakan dengan keras untuk menghapuskan gerakan Athena. Karakter Legenda Athena justru nampak ketika Athena terus berusaha bertahan di tengah gempuran dan tekanan institusi agama yang sudah mapan. Ia tak gentar mempertahankan apa yang dihayatinya selama ini sampai pada akhir hayatnya ia ditemukan tewas bersama anaknya. Bagaimanapun cerita yang berakhir tragis ini telah meninggalkan jejak dalam batin akan makna perjuangan membela iman walau mati adalah taruhannya. Kalau jaman sekarang mungkin kasusnya sama seperti Bom Bunuh Diri Marriot dan Ritz Carlton. Aku melihat sisi legenda Athena sebagai karakter yang luhur dan patut diteladani. Misi Athena hanya satu: “Aku ingin mengkahiri kemunafikan orang dari dunia dan bukan karena ketenaran nama, tapi supaya misi kebangkitan jaman baru (new age???) terselesaikan.”







NB: Romo, saya mau tanya...Yang dimaksud jaman baru itu apakah New Age...?
Apakah itu berarti Paulo Coelho itu New Age..?
Terima kasih Romo...