Saturday, February 20, 2010

Refleksi Pengalaman Naik Kapal di anak Sungai Bengawan Solo…..

Pengalaman ini aku alami seusai live-in di Girisonta selama empat hari bersama sembilan temanku yang lain. Dari Girisonta aku langsung cabut ke Kota Solo. Sambil menyelam minum air, aku menunaikan tugas naik kapal sambil liburan di Kota Solo. Banyak hal yang aku peroleh yang tidak akan aku dapatkan jika aku hanya tidur di rumah. Mulai dari mengenal lebih dalam Kota Solo dan keluarga Ayok, aku juga bisa merasakan langsung naik kapal di anak Sungai Bengawan Solo. Sebenarnya aku agak ragu untuk mengatakannya kapal. Pasalnya, benda itu lebih mirip rakit daripada kapal apalagi kapal layar. Hanya dengan membayar Rp 10.000.- aku sudah bisa menikmati bolak balik anak Sungai Bengawan Solo.
Bisa dibayangkan keadaan di atas kapal. Karena memang berupa kapal (rakit) penyeberangan antar desa yang dipisahkan oleh sebuah sungai, kapal tak pernah sepi penumpang. Ada penumpang yang langsung membawa kendaraanya ke atas kapal ada juga penumpang yang hanya ingin merasakan bagaimana rasanya naik kapal di anak Sungai Bengawan Solo seperti aku dan temanku yang lain. Memang, aku tak sempat merasakan mengemudikan kapal itu karena keadaan benar-benar tidak memungkinkan, tapi cukuplah jika aku bisa merasakan menyeberang anak Sungai Bengawan Solo yang pasti tidak banyak orang yang bisa mengalaminya langsung. Beberapa pelajaran menarik yang bisa aku refleksikan dari pengalaman ini; pertama, aku menyadari bahwa sebuah kapal apapun bentuk dan modelnya pasti membutuhkan nahkoda yang mengemudikan kapal. Kapal tanpa nahkoda ibarat sayur tanpa garam. Dua substansi itu saling membutuhkan satu sama lain. Mereka saling membutuhkan dan saling melengkapi. Kedua, aku merasa kapal adalah simbol yang tepat untuk menggambarkan sebuah sinergi dalam komunitas. Di dalam kapal terdapat banyak peran yang mana masing-masing peran itu saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Nahkoda membutuhkan penumpang, karena tanpa penumpang apalah artinya kapal penyeberangan antar desa. Kerja sama dari masing-masing peran akan memperbesar kemungkinan mencapai tujuan yang ingin diraih.
Ketiga, dan ini yang paling penting yaitu tujuan. Kapal dibuat untuk berlayar mencapai tujuan tertentu. Kapal ibarat sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin diraih. Entah jauh atau dekat, yang penting ada tujuan yang akan dicapai. Sama seperti komunitas Medan Utama 2009/2010, sebagai sebuah komunitas pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Saya secara pribadi merefleksikan tujuan komunitasku adalah untuk semakin mencintai panggilan yang sudah dipilih. Cause Choose Your Love, Love Your Choice. Saya sudah memilih cintaku, sekarang tiba saat aku harus belajar mencintai panggilanku itu! Itulah yang menjadi tujuan pelayaran kami. Dan karena saya telah memilih imam sebagai cintaku, saya akan terus belajar untuk mencintai pilihanku itu.
Maka, bersama dalam komunitas Medan Utama kami akan saling mendukung panggilan untuk mencapai tujuan pelayaran ini. Semoga akan lahir para imam yang tangguh dan para awam yang gigih dari komunitas yang mengambil simbol kapal ini! Akhirnya, aku harus kembali berlayar bersama komunitasku dalam kapal Medan Utama‼!




Yustinus Pulung Wismantyoko
XI Sosial

No comments: