Saturday, February 20, 2010

Silence

Rancangan scenario film indie seminarie
based on The Fifth Mountain

Inspirasi tokoh:
Elia: seminaris
Janda sarfat: pendamping local PIA
Gembala: pembimbing rohani

Durasi: 15-20 menit

Tujuan: hanya satu untuk semakin memperkenalkan seminari lewat film pendek

Adegan 1: introduksi
“Siapakah Elia ?
Elia bukan seminaris yang cum laude atau magna cum laude. Elia adalah seminaris yang bangun ketika bel berbunyi dan segera opera 30 menit full….”

Ketika penerimaan hasil ulangan, Elia melihat nilai yang diperolehnya tidak sebaik tema-temannya. Pada bagian introduksi ini kita akan memperkenalkan tokoh Elia. Elia hanya seminaris biasa yang kemampuannya rata-rata. Mungkin ia dikenal sebagai seminaris biasa dan tanpa talenta namun ia disiplin untuk selalu bertanya dalam refleksi hariannya dan demikian ia mempunyai relasi yang mendalam dengan Tuhan.
Elia adalah seminaris tahun ketiga dan sudah memutuskan panggilan hidupnya untuk menjadi imam. Memasuki tahun keempatnya di seminari, ia mempersiapkan diri untuk solisitasi. Namun, persis ketika sudah dekat waktu ia menjalani solisitasi ia malah mengalami keraguan….
Keputusan Elia untuk masuk seminari pun sebenarnya tanpa disengaja. Semua mengalir bagai air, tanpa ada rencana terelbih dulu. Bahkan ada kesan Elia sebenarnya kurang mendapat restu dari orang tuanya untuk masuk seminari. Kelak, situasi awal semacam ini yang semakin menegaskan kegelisahan dan keraguan Elia untuk menjalani solisitasi tiga tahun kemudian.. “Apakah aku benar-benar dipanggil untuk menjadi imam? Apakah aku pantas menjadi imam?” itulah pertanyaan yang selalu memenuhi hati dan pikran Elia.

Adegan 2: konflik
“Semua orang berhak meragukan tugas yang diperintahkan kepadanya, dan mengabaikannya sesekali, namun dia tidak boleh melupakannya. Sebab siapa pun yang tidak meragukan dirinya sendiri tidak layak – sebab dengan keyakinan pebuh akan kemampuannya, berarti ia elah berbuat dosa kesombongan. Diberkatilah mereka yang mengalami saat-saat ragu”.
-malaikat-
Pada adegan kedua ini kita akan masuk pada konflik cerita di mana Elia semakin meragukan panggilannya. Persis ketika hari-hari menjelang solisitasi Elia mengalami kekeringan rohani yang mendalam sehingga ia merasa Tuhan tak lagi memanggilnya. Peristiwa ini terjadi ketika sedang diadakan inmed tentang solitsitasi dan Elia mengadakan dialog internal.
Elia terus berdoa dan bertanya pada Tuhan, “Apakah aku sungguh-sungguh dipanggil untuk menjadi imam?” Namun, semakin ia bertanya semakin ia tidak mendapat jawaban. Tuhan seolah diam dan menulikan telinganya dari segala keraguan dan kegelisahan Elia. Tuhan seperti tidak peduli dengan penderitaan batin Elia dalam memutuskan panggilan hidupnya.
Pertanyaan reflektif di akhir adegan adalah: “APAKAH TUHAN BENAR-BENAR DIAM DAN TIDAK PEDULI DENGAN ORANG YANG MEMINTA PERTOLONGAN DARI-NYA? LANTAS, KENAPA DIA HARUS DIAM?”






Adegan 3: perumitanàperjumpaan dengan janda sarfat
“Selama itu Elia terus berdoa tanpa henti, namun tidak ada hasilnya, tidak ada sama sekali.”(69)

“Setelah suamiku meninggal, yang tersisa bagiku hanyalah kemiskinan dan tanggung jawab untuk membesarkan puteraku. Setelah dewasa nanti, ia akan menyeberangi samudera dan hidupku tidak lagi penting bagi siapa pun. Aku tidak merasakan kebencian atau kekesalan, aku hanya merasakan diriku tidak berguna”.
“Hidupku mulai kembali berarti sejak kedatanganmu”, kata perempuan itu.
-Janda Sarfat
Pada adegan ketiga ini kita masuk pada perumitan, Elia berjumpa dengan Janda Sarfat. Sosok janda sarfat akan dihadirkan dalam tokoh pendamping local Iman Anak. Gambaran ceritanya seperti ini. Berbagai pertanyaan yang muncul malam kemarin masih menyisakan kegelisahan dalam hati Elia. Elia membawa kegelisahannya itu ke dalam perayaan Ekaristi pagi hari dan dia kembali memunculkan pertanyaan-pertanyaan apakah Tuhan benar-benar memanggilnya untuk menjadi imam. Waktu untuk solisitasi sudah tidak lama lagi, Elia membutuhkan jawaban segera dari Tuhan maka ia pun mulai memprotes Tuhan: “Mengapa di saat-saat genting semacam ini Engkau seakan diam dan tak lagi peduli dengan penderitaan batinku Tuhan!?
Peristiwa berlanjut dalam acara Pendampingan Iman Anak di lingkungan Saratan (?). Di sana ia berjumpa dengan pendamping local (Janda sarfat (?)) dan ia bercerita banyak mengenai perasaan dan pergulatan hidupnya. Di sana terjadi diskusi yang mendalam mengenai hidup masing-masing, termasuk hidup Janda sarfat sendiri. Diceritakan Janda sarfat adalah anak Yatim yang harus membantu ibunya untuk tetap bisa survive. Digambarkan bagaimana penderitaan Janda sarfat dalam mempertahankan hidup dan menjaga imannya kepada Tuhan. Sejak saat itu Elia merasa lebih kuat sebab kini ia menyadari bahwa ada orang-orang yang keadaannya lebih buruk darinya. Untuk menambah perumitan masalah, mungkin bisa ditambahkan peristiwa adik Janda sarfat yang sakit keras dan Elia merasa terpanggil untuk membantu kesembuhan adik Janda sarfat. Elia berdoa tapi tak juga mendapat jawaban. Sekali lagi Tuhan SILENCE!
Sampai di sini mungkin penonton akan merasa bahwa Elia akan benar-benar keluar dari keputusannya menjadi imam lantaran hubungannya dengan Janda sarfat yang semakin dekat. Tetapi kita akan membalikkan paradigma itu dengan cara bagaimana hubungan mereka berdua itu justru menjadi titik balik bagi Elia untuk menemukan kembali serpihan-serpihan semangat panggilannya lagi, seperti janda Sarfat yang memurnikan panggilan Elia sebagai nabi.

Adegan 4: KlimaksàElia berjumpa dengan Gembala
“Gembala itu benar. Mulai saat ini, dia perlu membangun kembali masa lalunya sendiri, melupakan bahwa dulu ia pernah menganggap dirinya nabi yang akan membebaskan Israel, namun gagal dalam misinya menyelamatkan satu kota saja. Pikiran ini menimbulkan eforia yang aneh dalam dirinya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elia merasa bebas, siap melakukan apa pun yang diinginkannya, kapan pu dikehendaki…”
Oke, pada bagian ini kita akan masuk pada bagian klimaks cerita. Klimaks akan digambarkan dengan Elia yang melakukan bimbingan rohani (dgn Romo Nano?) dan di sana ia mendapatkan peneguhan kembali akan panggilannya lewat sebuah buku yang diberikan pembimbing rohani : The Fifth Mountain!!!
Sosok gembala akan digambarkan dalam diri pembimbing rohani itu. Sama seperti gembala yang memberi Elia nasihat rohani, pembimbing rohani juga memerankan sosok yang memberi peneguhan rohani lewat nasihat-nasihatnya.

Adegan 5: Penyelesaianà jawaban dari semua pertanyaan SILENCE: “Mengapa Tuhan seolah diam dan tidak peduli dengan penderitaan manusia?
“Kisah tentang Yakub yang bergulat dengan Tuhan diceritakan turun temurun agar orang tidak lupa: kadang-kadang kita perlu bergulat dengan Tuhan. Setiap orang pasti pernah mengalami tragedi dalam hidupnya. Pada saat itu berarti Tuhan menantangnya untuk mengkonfrontasi Dia dan menjawab pertanyaannya: “Mengapa engkau mempertahankan mati-matian hidupmu yang begitu singkat dan penuh penderitaan? Apa artinya perjuanganmu itu?”

“Dan di atas sana, Tuhan pun tersenyum puas, sebab inilah yang Dia kehendaki; Dia ingin agar setiap orang memikul sendiri tanggung jawab atas hidupnya. Sebab bukankah Dia telah memberikan anugerah terbesar kepada anak-anaknya: kemampuan untuk memilih dan menentukan tindakan-tindakan mereka”.
-The Fifth Mountain-
Pada bagian ini kita akan menampilkan jawaban atas pertanyaan Elia: “Mengapa Tuhan selalu diam dan seolah tak peduli dengan penderitaan hamba-Nya? Apa yang sebenarnya Dia inginkan?” Lewat buku The Fifth Mountain yang diberikan pembimbing rohani kepadanya, Elia menemukan jawaban atas segala kegelisahan dan kemarahannya pada Tuhan. Buku The Fifth Mountain dibuat lebih menonjol untuk semakin menegaskan “sundukan” kita yaitu kisah nabi Elia dari buku itu, oke! Bersama dengan jawaban atas kegelisahannya itu, Elia pun menemukan kembali semangat panggilannya dan lanjut ke solisitasi!!!
Ternyata Tuhan diam bukan karena Dia tidak peduli dengan perjuangan manusia, sebaliknya justru karena peduli Dia memberi kesempatan pada manusia untuk berjuang lebih dulu agar manusia bisa secara kreatif menggunakan anugerah memilih dan dengan demikian manusia bisa tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih setia kepada Tuhan.


Keterangan:
Kita memilih tema SILENCE sebagai refleksi dari pertanyaan : “Mengapa Tuhan seolah diam dan tak peduli dengan penderitaan manusia? Apa yang sebenarnya Dia inginkan?!
Adegan 1-3 akan berisi tentang pergulatan Elia dengan Tuhan. Elia merasa Tuhan tak lagi peduli dengan penderitaannya (Tuhan SILENCE!). Elia mengalami kekeringan rohani pada detik-detik menjelang solisitasi!
Adegan 4-5 berisi jawaban atas segala kegelisahan Elia! Jawaban dari SILENCE!! Apakah Tuhan benar-benar diam?!
SC akan selalu siap membantu menyumbangkan ide, selepas ini kami percayakan pada Tim Profil untuk menggarapnya jadi film pendek, ocre!

No comments: